Cari Berita

Daftar Tanah Hak Ulayat: Solusi Kepastian Hukum Penyelesaian Sengketa Masyarakat Hukum Adat

Maulia Martwenty Ine-Ketua Pengadilan Negeri Dumai - Dandapala Contributor 2025-11-21 12:00:14
Dok. Penulis.

Pengaturan mengenai Hak Masyarakat  Hukum Adat telah secara tegas diakui dalam Pasal 18 B ayat (2) Perubahan Kedua  UUD 1945 dan telah pula diadopsi dalam berbagai undang-undang, diantaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
  2. Undang-Undang Nomor  23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
  3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  7. Undang-Undang Nomor  6 Tahun 2014 Tentang Desa.
  8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
  9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
  10. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Dalam praktek peradilan masih terdapat sengketa tentang pengelolaan tanah Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang diajukan ke Pengadilan Negeri Dumai Kelas IA. Sengketa yang diajukan adalah mengenai hak pengelolaan tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka.

Peran Lembaga Peradilan dalam menerapkan  Prinsip Keadilan Sosial Dalam Pengelolaan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Wilayah Propinsi Riau.

Bahwa Pasal 3  Peraturan Menteri  Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan  Pertanahan  Nasional  Republik Indonesia Nomor  14 Tahun  2024 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran  Tanah Hak Ulayat Masyarakat  Hukum  Adat (MHA),  telah memberikan batasan tentang bidang-bidang tanah yang tidak dapat diajukan sebagai tanah   Hak     Ulayat   oleh     Masyarakat   Hukum   Adat (MHA).

Baca Juga: Putusan Pengadilan sebagai Wadah Rekognisi Hak Ulayat

Guna memenuhi pembatasan pelaksanaan Hak Ulayat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 3 tersebut di atas, menurut hemat Penulis hendaknya segera diterbitkan Daftar  Tanah  Hak Ulayat oleh Kementrian terkait sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri  Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan  Pertanahan  Nasional  Republik Indonesia Nomor  14 Tahun  2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran  Tanah Hak Ulayat Masyarakat  Hukum  Adat,  yang  memuat  Identitas   Bidang  Tanah Hak Ulayat dengan suatu Sistem Penomoran yang  diperoleh dari  Hasil Pengukuran dan  Pemetaan Kadastral agar tidak lagi  terdapat pengajuan gugatan / sengketa agraria oleh masyarakat adat yang juga memiliki  Hak Konstitusional untuk mengelola Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat (MHA) sehingga tercapai  Prinsip Keadilan Sosial bagi Masyarakat Indonesia sebagaimana butir ke – 5 Pancasila.

Adapun Daftar Tanah Hak Ulayat tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Bahwa tanah tersebut adalah benar milik Kelompok/Anggota Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang telah dikuasai secara fisik secara terus menerus dan tidak ada pihak lain yang menguasainya selama paling sedikit 20 (dua puluh) tahun. (1)
  2. Bahwa penguasaan tanah dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai pihak yang berhak atas tanah. (2)
  3. Bahwa tanah tersebut tidak dalam status sengketa pidana maupun perdata, demikian pula tidak dalam sengketa batas ataupun sengketa penguasaan/pemilikan.
  4. Bahwa tanah tersebut tidak berada dalam status jaminan suatu utang, baik pada bank atau pihak lain.
  5. Bahwa tanah tersebut bukan merupakan aset pemerintah pusat/pemerintah daerah atau aset badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah lainnya.
  6. Bahwa tanah tersebut berada di luar kawasan hutan dan/atau di luar areal yang dihentikan perizinannya pada hutan alam primer dan lahan gambut.
  7. Bahwa tanah tersebut tidak mengurung/menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik dan/atau jalan air. (3)

Penerbitan Daftar Tanah Hak Ulayat tersebut merupakan langkah nyata negara dalam menjalankan amanat Pasal 18B ayat (2) Perubahan Kedua UUD 1945 dan Undang-Undang  Nomor 5  Tahun  1960  tentang  Peraturan  Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berfokus pada:

1.    Kepastian Hukum

Daftar Tanah Hak Ulayat ini memberikan Kepastian Hukum Formal mengenai Letak, Luas, dan Batas-Batas Tanah Hak Ulayat yang dikuasai secara turun-temurun oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA). Daftar Tanah Hak Ulayat ini berperan penting dalam menghilangkan ketidakpastian hukum yang selama ini dialami oleh Masyarakat Hukum Adat (MHA).

2.    Perlindungan dari Konflik

Dengan adanya pengakuan dan pencatatan resmi dari negara, Tanah Hak Ulayat menjadi terlindung dari klaim sepihak atau pengambilalihan oleh pihak luar (baik swasta maupun pemerintah). Hal ini secara fundamental mengurangi pengajuan gugatan / sengketa agraria  yang diajukan ke Pengadilan yang merugikan Masyarakat Hukum Adat (MHA).

Penutup

Konsitutsi Negara Republik Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) untuk mengelola Tanah Hak Ulayat belum sepenuhnya mengatur Petunjuk Teknis atau Daftar Definitif mengenai tanah tanah mana yang dikualifikasikan sebagai Tanah Hak Ulayat yang berpotensi memberikan ketidakpastian hukum bagi Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang memiliki Hak Konstitusional untuk mengelola Tanah Hak Ulayat.

Saran

Guna memberikan Kepastian Hukum dan Mengurangi Sengketa Agraria ke Pengadilan Negeri hendaknya segera diterbitkan Daftar  Tanah Hak  Ulayat oleh Kementrian terkait sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri  Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan  Pertanahan  Nasional  Republik Indonesia Nomor  14 Tahun  2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi Pertanahan dan Pendaftaran  Tanah Hak Ulayat Masyarakat  Hukum  Adat (MHA),  yang  memuat  Identitas   Bidang  Tanah  Hak  Ulayat dengan suatu Sistem Penomoran yang  diperoleh dari  Hasil Pengukuran dan  Pemetaan Kadastral agar tidak lagi  terdapat pengajuan gugatan / sengketa agraria oleh Masyarakat Hukum Adat yang juga memiliki  Hak Konstitusional untuk mengelola Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat sehingga tercapai  Prinsip Keadilan Sosial bagi Masyarakat Indonesia sebagaimana butir ke – 5 Pancasila. (al/ldr)

 

Refrenasi:

(1)  Lindsey L Wiersma,  “Indigenous Lands as Cultural Property: A New Approach to Indigenous Land Claims”, Duke Law Journal, Vol.54, No.4, 2005, pp.1061-1088, tersedia di http://www.jstor.org/stable/40040510,

(2)  Wismar Harianto, “Eksistensi Masyarakat Adat Dalam Mempertahankan Hak Atas Tanah Ulayat (Studi    Masyarakat Adat Kebatinan Muara Sakal Kabupaten Pelalawan), Eksekusi, Volume 3, Nomor 1, Juni 2021, pp.62-81, tersedia di https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/eksekusi/article/view/13031/6380.

(3)  Lampiran V Permen ATR/BPN Nomor 14/2024.


Tulisan merupakan pendapat pribadi, tidak mewakili pendapat lembaga.

Baca Juga: Eksistensi Alat Bukti Bekas Hak Milik Adat Dalam Sengketa Hak Atas Tanah



Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…