BALI bukan hanya dikenal sebagai Pulau Dewata dengan keindahan alam dan budayanya yang khas, tetapi juga menyimpan sejarah hukum yang menarik untuk ditelusuri. Salah satu bukti nyata jejak peradilan masa lampau di Bali adalah Kertha Gosa, yang merupakan bagian dari kompleks Keraton Semarapura, Klungkung. Tempat ini menjadi saksi perubahan sistem hukum dari era kerajaan, kolonial Belanda, hingga pendudukan Jepang di Indonesia.
Kertha Gosa: Warisan Peradilan Kerajaan Klungkung
Baca Juga: Bali Rayakan Nyepi: Pulau Hening, Aktivitas Terhenti
Kertha Gosa berasal dari bahasa Sanskerta, di mana "Kertha" berarti kesejahteraan dan "Gosa" berarti pengumuman. Secara harfiah, Kertha Gosa dapat diartikan sebagai tempat untuk membahas serta mengumumkan berbagai keputusan yang berkaitan dengan keamanan, kesejahteraan, dan keadilan dalam pemerintahan kerajaan.
Dibangun pada tahun 1700 Masehi di bawah pemerintahan I Dewa Agung Jambe, Kertha Gosa berfungsi sebagai tempat musyawarah para raja dan pejabat tinggi dalam pengambilan keputusan hukum.
Kertha Gosa dalam Sistem Peradilan Kolonial
Pada masa kolonial Belanda (1908-1942), fungsi Kertha Gosa mengalami perubahan signifikan. Setelah runtuhnya Kerajaan Klungkung akibat Perang Puputan tahun 1908, Belanda mengambil alih sistem pemerintahan dan mengubah Kertha Gosa menjadi pengadilan adat. Di sinilah berbagai perkara adat dan keagamaan disidangkan, tetap mempertahankan unsur hukum tradisional Bali namun di bawah pengawasan pejabat kolonial. Hakim yang bertugas dalam persidangan ini terdiri dari seorang Regen (raja yang bertindak sebagai hakim ketua), seorang Pendeta (sebagai penasihat hukum), serta para Panitera yang disebut Kanca.
Bangunan Kertha Gosa juga mencerminkan sistem hukum pada masa itu melalui seni visual. Langit-langit bangunan dihiasi lukisan wayang yang menggambarkan kisah "Atma Presangsa" atau hukum karma, yang menjadi simbolisasi keadilan dan pertanggungjawaban dalam kehidupan manusia.
Kertha Gosa di Masa Pendudukan Jepang
Saat Jepang menduduki Indonesia (1942-1945), sistem hukum di Bali mengalami perubahan lebih lanjut. Pemerintahan militer Jepang membawa aturan baru, namun tetap mempertahankan pengadilan adat sebagai bentuk kontrol terhadap masyarakat setempat. Kertha Gosa tetap berfungsi sebagai tempat peradilan, meskipun dalam skala yang lebih terbatas dibandingkan pada masa kolonial Belanda.
Kertha Gosa: Simbol Keberlanjutan Hukum Adat
Kini, Kertha Gosa menjadi objek wisata sejarah yang memberikan wawasan mendalam tentang evolusi sistem hukum di Bali. Pengunjung dapat melihat secara langsung meja dan kursi berukir yang dahulu digunakan dalam persidangan, serta memahami bagaimana nilai-nilai hukum adat tetap dijunjung tinggi meskipun mengalami berbagai perubahan pemerintahan.
Baca Juga: Pengadilan Era Kolonial Belanda dari Landraad Sampai Hooggerechtshof
Sejarah Kertha Gosa mencerminkan bagaimana hukum di Bali berkembang seiring perubahan zaman, dari sistem kerajaan yang berbasis adat, pengaruh kolonial Belanda, hingga pendudukan Jepang. Sebagai bagian dari warisan hukum Indonesia, Kertha Gosa menjadi pengingat akan pentingnya menjaga nilai keadilan dan keterbukaan dalam sistem hukum yang terus berkembang. (ikaw/asp)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum