Bandung – Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menolak permohonan banding yang diajukan oleh PT KLM dan sekaligus menguatkan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Cibinong dalam perkara gugatan perdata terhadap dua guru besar ahli lingkungan, Prof. Bambang Hero Saharjo dan Prof. Basuki Wasis pada Kamis (18/12) yang lalu. Dengan putusan tersebut, gugatan dinyatakan kandas total.
"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 212/Pdt.G/2025/PN Cbi tanggal 08 Oktober 2025 yang dimohonkan banding," demikian dilansir dalam laman SIPP PN Cibinong.
Perkara ini sebelumnya diperiksa dan diputus oleh PN Cibinong dalam Putusan Nomor 212/Pdt.G/2025/PN Cbi tanggal 8 Oktober 2025. Dalam amar putusannya, majelis hakim mengabulkan eksepsi Bambang Hero & Basuki Wasis sebagai Tergugat serta Kementerian Lingkungan Hidup & Institut Pertanian Bogor sebagai Turut Tergugat, dengan menyatakan gugatan PT Kalimantan Lestari Mandiri (KLM) tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Baca Juga: Reorientasi Konseptual Anti-SLAPP Pasca Putusan MK: Terobosan dan Penegasan Perma 1/2023?
Atas putusan tersebut, PT KLM mengajukan upaya hukum banding. Namun, PT Bandung dalam Putusan Nomor 785/PDT/2025/PT BDG menolak alasan-alasan banding yang diajukan dan secara tegas menguatkan putusan PN Cibinong.
Dalam amar putusan banding, majelis hakim PT Bandung menyatakan menerima permohonan banding secara formal, namun menegaskan bahwa putusan PN Cibinong telah tepat dan benar menurut hukum. Penggugat selaku Pembanding dihukum untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan.
Putusan ini menegaskan bahwa kesaksian ilmiah dan keterangan ahli dalam perkara lingkungan hidup bukanlah perbuatan melawan hukum, melainkan bagian dari proses penegakan hukum dan pencarian kebenaran materiil yang harus dilindungi.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Anti SLAPP di Indonesia
Lebih jauh, putusan tersebut memperkuat penerapan prinsip perlindungan Anti-SLAPP, yang bertujuan mencegah penggunaan gugatan hukum sebagai instrumen untuk membungkam akademisi, ahli, dan pembela lingkungan dalam menjalankan tugas profesionalnya.
Dengan putusan ini, pengadilan kembali menegaskan bahwa korporasi tidak dapat menggunakan mekanisme perdata untuk menekan atau mengintimidasi pengungkapan fakta ilmiah. Keadilan, dalam konteks ini, berpihak pada ilmu pengetahuan, integritas akademik, dan perlindungan lingkungan hidup. (SNR/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI