Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan membebaskan Hasto Kristiyanto dari dakwaan perintangan penyidikan dalam perkara dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku. Putusan ini membahas mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam tindak pidana perintangan penyidikan atau obstruction of justice menurut hukum.
Sunoto, hakim anggota dalam pertimbangannya menekankan bahwa unsur kesengajaan menjadi elemen fundamental dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. “Tidak terbukti adanya kesengajaan terdakwa untuk mencegah atau merintangi atau menggagalkan proses penyidikan,” ujar hakim saat membacakan pertimbangan pada Jumat (25/7/2025).
Baca Juga: 7 Jam Debat Sengit Ahli Vs Pengacara Hasto Soal Pasal 21 UU Tipikor
Unsur kesengajaan ini mengharuskan adanya niat dan kehendak yang disadari oleh pelaku untuk menghambat proses hukum. Tanpa bukti kesengajaan yang kuat, dakwaan perintangan penyidikan tidak dapat dibuktikan secara hukum.
Majelis hakim juga menegaskan bahwa Pasal 21 UU Tipikor merupakan delik materiil yang pembuktiannya menuntut adanya akibat konkret. Hakim Ketua Majelis, Rios menjelaskan bahwa harus ada bukti nyata berupa terhambatnya atau gagalnya penyidikan. “Dalam perkara ini tidak ada bukti gagalnya penyidikan karena penyidikan masih berjalan sesuai prosedur yang berlaku,” katanya.
Hal ini menunjukkan bahwa perintangan penyidikan tidak cukup hanya dibuktikan dari segi perbuatan, tetapi juga harus menimbulkan dampak nyata terhadap proses penegakan hukum.
Dalam memutus perkara ini, majelis hakim mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Terkait dakwaan menenggelamkan ponsel, ditemukan bahwa handphone saksi Sri Hastomo masih dalam penyitaan KPK, sehingga tidak ada penghilangan alat bukti. Begitu pula dengan tuduhan menyembunyikan Harun Masiku di PTIK, yang dibantah oleh kesaksian penyidik KPK.
Baca Juga: PN Jakpus Mulai Adili Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto
Faktor waktu juga menjadi pertimbangan penting. Majelis Hakim menyoroti bahwa perbuatan yang didakwakan terjadi pada 8 Januari 2020, sementara status tersangka Harun Masiku baru ditetapkan pada 9 Januari 2020. Pada tanggal 8 Januari, proses masih berstatus penyelidikan, bukan penyidikan, yang tidak termasuk dalam lingkup Pasal 21 UU Tipikor.
Putusan ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya pembuktian yang kuat dalam kasus perintangan penyidikan, di mana unsur kesengajaan, akibat konkret, dan ketepatan waktu menjadi elemen krusial yang harus dipenuhi untuk membuktikan terjadinya obstruction of justice dalam sistem hukum Indonesia. (NP/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI