Cari Berita

Melampaui Logika Normatif: Peran Sejarah Hukum Mencegah Yuris Peradilan Pajak Menjadi Tukang Hukum

Ari Julianto – Hakim Pengadilan Pajak - Dandapala Contributor 2025-11-19 12:00:18
Dok. Penulis.

Pembentukan Pengadilan Pajak di Indonesia memiliki tujuan ganda yang kompleks: melaksanakan kekuasaan kehakiman dengan prosedur efisien (cepat, murah, sederhana) sekaligus menciptakan keadilan dan kepastian hukum.

Dilema muncul ketika tuntutan efisiensi mendorong formalisme prosedural yang bertabrakan dengan keadilan substantif, terutama menghadapi undang-undang perpajakan yang sangat teknis dan terkodifikasi. Tekanan institusional untuk memproses sengketa secara efisien dapat membatasi ruang gerak hakim untuk melakukan penemuan hukum mendalam, memaksa mereka berfokus semata-mata pada pencocokan fakta dengan kaidah yang berlaku.

Konseptualisasi Yuris: Dilema antara Tukang Hukum dan Koki Master Keadilan

Kajian konseptualisasi hukum menggarisbawahi bahaya epistemologis yang mengintai para ahli hukum yang bekerja dalam lingkungan yang sangat formalistik. Ari Julianto (n.d.) menjelaskan bahwa apabila seorang yuris hanya mendekati hukum sebagai suatu teknik untuk mengatur hubungan kemasyarakatan dan menyelesaikan sengketa, maka ia sesungguhnya tereduksi menjadi hanya merupakan "tukang hukum".

Tukang hukum ini dicirikan sebagai individu yang hanya berpegangan pada logika kaidah saat ini—seperti juru masak yang hanya mengikuti resep yang tertulis tanpa memedulikan konteks atau kualitas bahan baku.

Baca Juga: Dialektika Pendulum dan Yudisialisme: Menelusuri Dinamika Sumber Hukum Peradilan Pajak

Risiko dari pendekatan formalistik ini adalah menghasilkan putusan yang kaku, "hambar atau terlalu asin," atau secara paradoks tidak adil (Julianto, n.d.). Sebaliknya, seorang yuris terdidik dituntut untuk bertransformasi menjadi Koki Master Keadilan, yang mampu menempatkan peraturan dalam dimensi waktu, memahami asal-usulnya, dan menggunakan "pengalaman" untuk menyesuaikan resep (kaidah normatif) demi mencapai rasa (keadilan) yang dicari. Peran metodologis untuk mewujudkan visi Koki Master ini terletak pada studi Sejarah Hukum.

Kritik Rasionalisme Hukum dan Warisan Kodifikasi A-Historis

Hukum perpajakan di Indonesia menunjukkan pengaruh kuat cara berpikir normatif yang berakar pada visi Spiritualisme-Ideologisme, yang meyakini hukum lahir dari akal budi murni sehingga bersifat statis dan a-historis. Kaidah dianggap universal dan abadi, tidak terpengaruh perubahan sosial.

Visi rasionalitas ini melahirkan vernunfrecht (hukum kecerdasan) yang diwujudkan melalui gerakan kodifikasi besar seperti yang dipelopori Napoleon (1804-1810). Logika normatif murni beroperasi dengan menganalisis sengketa melalui fokus eksklusif pada perhitungan teknis atau bahasa undang-undang, tanpa menelusuri konteks sosio-historis di baliknya.

Formalisme kaku ini menyebabkan yuris gagal melihat bahwa kaidah mungkin telah mengalami perubahan substansial, atau lebih penting, gagal memahami mengapa pranata hukum ada sebagaimana adanya saat ini.

Ketegangan logika normatif murni terletak pada klaimnya menegakkan kepastian hukum, padahal dalam praktik justru dapat merusak keadilan substantif. Kegagalan menemukan kebenaran materiil melalui pendekatan a-historis juga mengancam kepastian hukum bagi Wajib Pajak.

Sejarah Hukum sebagai Jembatan menuju Pemahaman Dialektis

Untuk melampaui logika normatif, yuris wajib mengadopsi pendekatan Sejarah Hukum yang menunjukkan bahwa hukum bukanlah entitas statis melainkan produk dialektika dalam kehidupan manusia. Perkembangan pemikiran ini didukung oleh visi Materialisme-Sosiologisme abad ke-19 yang melihat hukum sebagai produk realitas sosial, membujuk para ahli hukum memandang hukum sebagai gejala sosial biasa..

Pendapat Gilissen dan Gorle: Hukum dalam Dimensi Ruang dan Waktu

Pemahaman ini diperkuat oleh tokoh historiografi hukum kontinental, John Gilissen dan Frits Gorle. Dalam karya mereka, Historische Inleiding tot het Recht, ditegaskan bahwa suatu hukum tidak hanya dapat berubah dalam dimensi ruang, melainkan juga harus berubah dalam dimensi waktu (Gilissen & Gorle, 2007). Perubahan ini harus terjadi agar hukum mengalami pembaruan (perbedaan) dari masa ke masa, yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan fundamental hukum itu sendiri, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum (Gilissen & Gorle, 2007).

Perspektif Gilissen dan Gorle (2007) memberikan justifikasi teoretis bagi Koki Master Keadilan. Pemahaman teleologis ini memungkinkan yuris untuk merelatifkan hukum yang berlaku—mengakui bahwa kaidah yang ada selalu dapat disesuaikan dan diperbaiki sesuai kebutuhan sosial (Julianto, n.d.). Sejarah Hukum bertindak sebagai metode penelitian penting yang memungkinkan Hakim untuk memperjelas, meluaskan, dan mendalami objek sengketa, sehingga ia tidak terjebak pada definisi yang a-historis (Julianto, n.d.).

Oliver Wendell Holmes Jr.: Supremasi Pengalaman di Atas Logika

Untuk lebih memperkuat kritik terhadap logika normatif, penting untuk mengintegrasikan pandangan Oliver Wendell Holmes Jr., seorang pakar sejarah hukum Amerika dan tokoh sentral dalam gerakan Realisme Hukum Amerika. Pandangan Holmes muncul sebagai respons terhadap formalisme hukum abad ke-19, melihat hukum bukan sebagai sistem aturan-aturan logis yang abstrak, melainkan sebagai proses evolusi yang pragmatis.

Dalam karya klasiknya, The Common Law, yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1881, Holmes Jr. menyampaikan kritik tegas terhadap superioritas logika dalam hukum:

"The life of the law has not been logic: it has been experience." (Holmes Jr., 1881/2004, p. 1)

Kutipan ini adalah landasan filosofis yang penting bagi Koki Master Keadilan. Holmes menolak pandangan deduktif bahwa hukum dapat diperlakukan "seolah-olah ia hanya berisi aksioma dan korelatif dari buku matematika" (Holmes Jr., 1881/2004, p. 1). Bagi Holmes, "pengalaman" meliputi kebutuhan nyata yang dirasakan masyarakat, moralitas yang berlaku, dan bahkan kepentingan politik, yang semuanya membentuk jalur evolusioner hukum.

Penerapan pandangan Holmes sangat relevan di Pengadilan Pajak. Dalam sengketa yang sangat logis-deduktif, logika normatif murni hanya berfokus pada pasal yang berlaku. Namun, pandangan Holmes menuntut Hakim untuk memasukkan faktor eksternal (pengalaman wajib pajak, praktik bisnis historis, dan konteks ekonomi) yang secara ketat dikesampingkan oleh formalisme. Inilah peran Koki Master yang menggunakan pengalaman (Sejarah Hukum) untuk menyesuaikan resep (kaidah normatif).

Rekonstruksi Keyakinan Hakim: Model Koki Master Keadilan

Penerapan peran Koki Master sangat vital, karena putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, dan yang terpenting, berdasarkan keyakinan Hakim (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002).

Untuk mencapai keyakinan Hakim yang mendalam, Hakim tidak boleh hanya puas dengan penalaran logika normatif formal. Hakim harus secara aktif berupaya menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, dan melakukan penilaian yang adil bagi para pihak (Julianto, n.d.). Studi Sejarah Hukum memberikan fondasi bagi Hakim untuk mengadopsi pendekatan bersegi banyak (multi-faceted approach) yang memungkinkan Hakim untuk merelatifkan hukum yang berlaku. Merelatifkan hukum berarti memandang kaidah dengan keyakinan bahwa hukum selalu dapat disesuaikan dan diperbaiki, karena ia adalah produk dialektika sosial, sebagaimana ditegaskan oleh Gilissen dan Gorle (2007).

Fungsi Sejarah Hukum tidak hanya terbatas pada penemuan keadilan substantif; ia juga berfungsi sebagai perisai terhadap kesewenangan penguasa, dengan menempatkan hukum dalam dimensi kesejarahan, sehingga melindungi hak azasi manusia (HAM) wajib pajak. Pemahaman historis memastikan Hakim tidak mengesampingkan perikatan-perikatan yang dibuat dahulu atau ketentuan yang pernah berlaku, yang mana kepastian hukum tersebut merupakan jaminan fundamental bagi penegakan HAM.

Kesimpulan

Yuris yang hanya mengandalkan logika normatif murni terperangkap sebagai "tukang hukum" yang kaku dan rentan menghasilkan putusan tidak adil. Melalui adopsi studi Sejarah Hukum sebagai metode penelitian yudisial, yuris di Pengadilan Pajak bertransformasi menjadi Koki Master Keadilan yang mampu mengintegrasikan warisan rasionalistik dengan dinamika Realitas Hukum dari Materialisme-Sosiologisme.

Sebagaimana ditekankan Holmes Jr., jalan hukum bukanlah logika tetapi pengalaman, dan pengalaman historis ini menjadi metode penting untuk memastikan keyakinan Hakim menghasilkan rasa keadilan sebenarnya dalam penyelesaian Sengketa Pajak, sesuai tujuan hukum: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. (ldr)


DAFTAR PUSTAKA

Gilissen, J., & Gorle, F. (2007). Sejarah hukum, suatu pengantar (F. Tengker, Penyadur). Refika Aditama.

Holmes Jr., O. W. (1896). Speeches by Oliver Wendell Holmes. Little, Brown, and Company.

Holmes Jr., O. W. (2004). The Common Law (1st ed.). Routledge. https://doi.org/10.4324/9780429338908 (Karya asli diterbitkan tahun 1881).

Baca Juga: Pengadilan Pajak Sebagai Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Kesembilan

Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189.

Julianto, A. (n.d.). Melampaui logika normatif: Peran sejarah hukum sebagai metode penelitian dalam mencegah yuris peradilan pajak menjadi ‘tukang hukum’ [Unpublished manuscript]. Pengadilan Pajak Republik Indonesia.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…