Sebagai pelaksana tertinggi kekuasaan kehakiman
yang merdeka, Mahkamah Agung (“MA”) memegang peran sentral dalam sistem hukum
di Indonesia. Adapun tugas pokok dan fungsi MA terdiri dari: fungsi peradilan, fungsi
pengawasan, fungsi mengatur, fungsi penasihat, fungsi administratif, dan fungsi
lain-lain. Sehubungan dengan fungsi-fungsi tersebut, artikel ini akan fokus
membahas kedudukan MA dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga tinggi negara
yang memberikan pertimbangan atau nasihat dalam bidang hukum kepada lembaga
tinggi negara, lembaga negara, maupun lembaga pemerintahan lainnya.
Meskipun belum terdapat nomenklatur yang
digunakan secara baku dan tetap mengenai peristilahan “pertimbangan atau
nasihat dalam bidang hukum” yang diberikan oleh MA, dalam tataran praktik,
pertimbangan atau nasihat dalam bidang hukum yang diberikan oleh MA lazim diistilahkan
dengan nomenklatur “fatwa” MA.
Kewenangan MA untuk memberikan fatwa diatur dalam
Pasal 37 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(“UU MA”) yang pada pokoknya menyatakan bahwa “Mahkamah Agung dapat
memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun
tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain”.
Baca Juga: Integrasi Reward & Punishment dengan Strategi Kindness: Jalan Etis Menuju Peradilan Agung
Selain dalam UU MA, kewenangan MA dalam
memberikan fatwa diatur pula dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”) yang pada pokoknya
menyatakan bahwa “Mahkamah Agung
dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada
lembaga negara dan lembaga pemerintahan”. Dalam ayat (2) pasal a quo
disebutkan bahwa “Ketentuan mengenai pemberian keterangan, pertimbangan, dan
nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan diatur
dalam undang-undang”.
Kendati telah diamanatkan dalam UU 48/2009, namun
hingga saat ini belum terdapat undang-undang yang mengatur mengenai pemberian fatwa
dari MA kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan lainnya. Selain itu,
hingga saat ini pun, belum terdapat aturan (regelende functie) yang
diterbitkan MA sebagai norma hukum (rule making power) yang mengatur
secara jelas mengenai mekanisme pengajuan permohonan fatwa oleh lembaga negara
maupun lembaga pemerintahan kepada MA.
Definisi fatwa menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah: (1) jawab (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh
mufti/ahli tentang suatu masalah; dan (2) nasihat orang alim; pelajaran baik;
atau petuah. Sedangkan secara garis besar, fatwa MA adalah pertimbangan hukum
yang diberikan oleh MA baik atas permintaan lembaga negara, maupun dengan
inisiatif dari MA sendiri.
Secara normatif, SK KMA Nomor 213/KMA/SK/XII/2014
tentang Pedoman Penerapan Sistem Kamar pada Mahkamah Agung Republik Indonesia
pada bagian V tentang Penanganan Perkara Lainnya dan Permohonan memberikan
petunjuk bahwa dalam hal terdapat permohonan fatwa, maka Ketua MA menjawab
permohonan fatwa yang diajukan oleh lembaga negara dengan mendengar
pertimbangan Ketua Kamar terkait. Selain itu, diatur pula bahwa Ketua MA
mendelegasikan kewenangan menjawab permohonan fatwa yang diajukan oleh
perseorangan atau badan hukum kepada Ketua Kamar atau pejabat terkait untuk
ditindaklanjuti dengan pemberian petunjuk hukum.
Dalam praktik, bukan hanya lembaga negara atau
lembaga pemerintahan yang meminta fatwa kepada MA untuk menyelesaikan persoalan
hukum yang sedang dihadapinya, bahkan terdapat pula permintaan pendapat hukum
yang diajukan kepada MA oleh perseorangan atau badan hukum.
Sebagai contoh konkret, terdapat fatwa yang
diterbitkan oleh MA kepada lembaga negara dan/atau lembaga pemerintahan seperti
Fatwa Nomor 030/KMA/III/2009 kepada Jaksa Agung Republik Indonesia mengenai
pendapat hukum atas ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Fatwa Nomor 30/Tuaka.Pid/IX/2015
kepada Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengenai pengertian mantan
terpidana dan mantan narapidana.
Selanjutnya, terdapat pula contoh konkret fatwa
yang diterbitkan oleh MA kepada perseorangan seperti Fatwa Nomor 149/KMA/XII/2009
kepada Anita D.A. Kolopaking mengenai pendapat hukum atas perbedaan pendapat
terkait pelaksanaan eksekusi.
Ruang lingkup fatwa yang diberikan oleh MA dapat
dilihat dalam Fatwa Nomor 130/KMA/X/2009 kepada Ketua DPR RI, di mana MA
menjelaskan bahwa ia tidak dapat memberikan pendapat hukum terhadap suatu
persoalan yang dapat menjadi persoalan hukum di pengadilan. Disebutkan pula
bahwa MA tidak boleh memberikan pendapat atas suatu putusan lembaga peradilan
lain in casu Putusan Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut, dalam Fatwa Nomor 044/KMA/II/2007
kepada perseorangan bernama IGN. Lianawati B, MA menyampaikan bahwa ia tidak
dapat memberikan fatwa yang berkaitan dengan suatu perkara.
Contoh konkretnya adalah ketika MA menolak
memberikan fatwa terkait status Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena adanya
proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan, baik kasusnya sendiri maupun
gugatan terkait jabatan. MA menolak memberikan pendapat hukum karena khawatir
akan mengganggu independensi hakim dalam memutus perkara dan tidak ingin
melanggar prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman dengan memberikan pendapat
pada isu yang sudah berproses menjadi perkara di pengadilan.
Apabila dianalisis berdasarkan jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang diatur dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kedudukan
hukum fatwa yang dikeluarkan oleh MA tidak termasuk dalam jenis peraturan
perundang-undangan yang mengikat secara formal, karena figur hukum dari fatwa MA
bukanlah sebuah peraturan (regeling) melainkan hanya sebatas pendapat
hukum (legal opinion) atau nasihat hukum (legal advice).
Fatwa MA lebih tepat diklasifikasikan sebagai
pertimbangan hukum atau nasihat hukum yang bersifat konsultatif dan informatif,
bukan norma hukum yang diciptakan melalui legislasi formal. Konsekuensi dari
ketiadaan figur hukum ini adalah fatwa secara de jure tidak memiliki
daya ikat hukum formal yang setara dengan peraturan perundang-undangan atau
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Prof. Bagir Manan selaku Mantan Ketua MA Periode
2001-2008 menjelaskan bahwa fatwa MA diputuskan bersama sejumlah hakim agung
yang dipimpin langsung oleh Ketua MA. Ia menyampaikan bahwa fatwa MA tidaklah
mengikat dan tidak mempunyai implikasi serta mekanisme agar dilaksanakan oleh
pihak-pihak yang “beperkara”. Fatwa MA bukanlah putusan pengadilan, oleh karena
itu kekuatan hukumnya bersifat etik semata-mata. Bentuk fatwa MA ini berupa
pendapat hukum yang tidak mengikat. Fatwa MA bukanlah suatu keputusan (beschikking)
maupun peraturan (regeling).
Sekalipun kedudukan hukumnya secara normatif
lemah, fatwa memiliki peranan penting sebagai manifestasi dari judicial
policy MA. Dalam sistem hukum yang menghadapi ketidakpastian norma, fatwa
menyediakan panduan interpretatif dan legal reasoning yang berasal dari MA
sebagai otoritas peradilan tertinggi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fatwa MA
merupakan produk hukum yang legitimate berdasarkan Pasal 37 UU MA juncto
Pasal 22 ayat (1) UU 48/2009, di mana kedudukan hukumnya tidak termasuk dalam
jenis peraturan perundang-undangan yang mengikat secara formal di Indonesia sehingga
hanya dianggap sebatas pendapat hukum (legal opinion) atau nasihat hukum
(legal advice) dan tidak memiliki kekuatan mengikat secara normatif-yudisial,
melainkan lebih bersifat administratif-moral.
Penulis: Gerry Geovant Supranata Kaban, S.H., M.H. (Hakim Pengadilan Negeri Wamena)
Referensi
Baca Juga: Jalan Tengah: Solusi Alternatif Penyelesaian dalam Pelanggaran HAM Berat
https://www.hukumonline.com/klinik/a/sifat-fatwa-mahkamah-agung-cl1586/
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI