Amlapura, sebagai ibu kota Kabupaten Karangasem, menyimpan jejak panjang sejarah Peradilan Swapraja yang pernah menjadi tulang punggung penyelesaian sengketa hukum masyarakat di bagian Bali Timur. Sebelum terbentuknya sistem peradilan nasional, lembaga seperti Raad van Kerta berperan penting dalam menegakkan hukum berdasarkan norma adat dan kepercayaan lokal.
Salah satu perkara yang mencerminkan kompleksitas hukum
adat di Karangasem adalah perkara dalam putusan Nomor 396/Crimineel-I/1938,
yang disidangkan oleh Raad van Kerta Te Karangasem.
Perkara ini melibatkan seorang perempuan bernama NK (disamarkan) yang dituduh melakukan pengeleyakan (praktik supranatural yang diyakini dapat mencelakakan orang lain melalui kekuatan gaib). Tuduhan muncul setelah NK memegang tangan seorang bayi, yang kemudian mengalami demam dan diare hingga meninggal dunia beberapa hari kemudian.
Baca Juga: Kontroversi Sumpah Pocong: Sejarah dan Kedudukan dalam Sistem Peradilan
Dalam persidangan, tidak ditemukan bukti empiris yang mengaitkan
tindakan tersebut dengan kematian sang bayi. Namun, berdasarkan keyakinan
masyarakat setempat, tuduhan tetap diajukan. Menariknya, pembebasan NK
didasarkan pada kesediaannya untuk bersumpah bahwa ia tidak memiliki kemampuan ngeleyak.
Sumpah tersebut diterima oleh Hakim sebagai suatu bentuk pembuktian dan menjadi
dasar utama dalam pembebasan dari hukuman.
Hakim dalam perkara tersebut
mempertimbangkan “Menimbang meskipoen Saksi INP (disamarkan) cs tidak bisa kasih
keterangan lebih djaoeh oentoek membenarkan doegaannja itoe, oleh karena soedah
beberapa perkara boenoehan jang timboel di Karangasem, ta’lain alasan diboenoeh
lantaran didoega bisa jadi lejak, djadi oentoek mengoerangkan keganasan orang2
boeat melakoekan pemboenoehan pada orang2 jang disangka menjadi lejak poen
menoeroet Adat dakwaan jang hanya sebegai ini, hanja bisa akan memberi soempah
kepada jang tersangka, sebab itoe Hakim timbang haroeslah pesakitan NK
disoempah menegoehkan halnja meraba anak itoe memang sebenarnja tidak
bermaksoed djahat oentoek menjakiti anak itoe. Kalau pesakitan soedah
bersoempah sebagai terseboet ia dibebaskan dari hoekoemannja. Akan tetapi kalau
pesakitan tidak angkat soempah pada waktu jang ditentoekan sesoedah ketetapan vonnis
ini diberi tahoekan kepadanja, perkara ini akan ditmbang kembali”.
Dalam vonnis, hakim
memutuskan bahwa:
“Kalau pesakitan NK soedah
bersoempah menegoehkan keterangannja sebagai jang soedah ditentoekan dalam
timbangan vonnis ini, ia dibebaskan dari hoekoemannja. Akan tetapi kalau tidak
angkat soempah pada waktoe ditentoekan sesoedah ketetapan vonnis ini
diberitahoekan kepadanja, perkara ini akan ditimbang kembali.”
Pertimbangan dan amar putusan ini menunjukkan bahwa sumpah dalam perkara tersebut bukan sebatas simbol, melainkan merupakan syarat penentu yang sangat krusial dalam pemberian vonnis bebas terhadap tertuduh.
Hakim memberikan ruang bagi tertuduh untuk membuktikan
ketidakbersalahannya melalui sumpah, yang dalam konteks ini dipandang sebagai
sarana yang memiliki bobot spiritual dan sosial yang tinggi. Jika sumpah tidak
diangkat sesuai waktu yang ditentukan, maka perkara akan ditinjau ulang yang
dapat membuka kemungkinan dijatuhkannya hukuman terhadap pesakitan.
Putusan ini menjadi salah
satu bagian sejarah dari perjalanan dan transisi besar dalam sistem peradilan
di Indonesia, khususnya di Kabupaten Karangasem. Setelah kemerdekaan Indonesia,
melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1951, lembaga peradilan swapraja seperti Raad
van Kerta dihapuskan dan digantikan oleh sistem peradilan nasional. Di
Karangasem, transformasi ini diwujudkan melalui pendirian Pengadilan Negeri
Amlapura.
Baca Juga: Hooggerechtshof van Nederlandsch-Indië, Pendahulu Mahkamah Agung pada Masa Kolonial Belanda
Perkara dalam putusan Raad
van Kerta Te Karangasem Nomor 396/Crimineel-I/1938 bukan hanya mencerminkan
cara masyarakat Bali Timur memaknai keadilan pada kala itu, tetapi juga menjadi
titik refleksi atas transformasi hukum di Amlapura. Kajian ini menunjukkan
bahwa hukum adat tidak hanya berfungsi sebagai alat penyelesaian sengketa,
tetapi juga sebagai cermin nilai-nilai spiritual dan sosial masyarakat. (IKAW/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI