Pendahuluan
Sistem peradilan pidana Indonesia
masih bertumpu pada KUHAP 1981 yang sudah menua dan menyimpan sejumlah prosedur
yang dinilai diskriminatif. Meski pernah menggantikan HIR (Het Indische
Reglement) yang bernafaskan kolonial, KUHAP belum sepenuhnya menjawab
kebutuhan masyarakat. Penyusunan RUU KUHAP dipandang sebagai langkah historis
untuk menegaskan kembali HAM sebagai dasar dan arah penyelenggaraan peradilan
pidana (due process of law).
Desakan pembaruan ini semakin
kuat di tengah merosotnya integritas aparat penegak hukum (APH) dan menurunnya
kepercayaan publik. Menurut data Badan Pusat Statistik 2023, tingginya penyimpangan
dalam praktik penegakan hukum, penyalahgunaan kewenangan dan diskriminasi
terhadap kelompok rentan. Hal ini tidak hanya mencerminkan kegagalan
prosedural, tetapi juga krisis moral APH.
Baca Juga: Revisi KUHAP: Memperkuat Due Proces of Law
Rendahnya integritas yang
berkaitan erat dengan lemahnya identitas moral, berdampak pada perilaku
menyimpang serta merosotnya sistem hukum. Dengan kata lain, pembaruan hukum
tidak mungkin berhasil tanpa disertai pembaruan moral APH.
Regulasi berfungsi sebagai
standar etis, membatasi dan mengarahkan penggunaan kekuasaan oleh APH. Pertanyaan
kemudian muncul, apakah RUU KUHAP hanya sekadar perbaikan teknis prosedural
atau juga merupakan bedah moral bagi APH? Sebab tanpa pembaharuan etis, reformasi
KUHAP hanya menjadi kosmetik normatif yang tak menyentuh akar persoalan dan
dapat menghasilkan cedera moral (Moral Injury).
Tidak hanya bagi APH, tetapi juga
mereka yang menyaksikan pelanggaran tersebut dan menimbulkan kerugian moral (moral
harm) bagi masyarakat. Oleh karena itu, hukum tidak akan bermakna apabila
berada di tangan APH yang kehilangan moralitas dan krisis ini menempatkan
pembentukan karakter moral sebagai pusat pembaruan sistem peradilan pidana.
1.
Problematika Penegakan
Hukum
Lawrence M. Friedman
menawarkan konsep penegakan hukum yang ideal mencakup Legal Substance, Legal
Structure dan Legal Culture. Dimana efektivitas hukum tidak dipahami
hanya dari ketentuan normatif, melainkan juga keseluruhan sistem yang
mengoperasionalkan norma tersebut. Sehingga hukum dipahami bukan sebagai
dokumen statis, tetapi sistem yang saling terkait dan bergantung satu sama
lain.
Betapa pun ideal rumusan
dan desain substansi hukum, tetap hanyalah sebuah instrumen yang memperoleh
makna dan daya kerja melalui APH yang menerapkannya. Banyak berpendapat hukum harus
bermoral, tapi bukankah moralitas bergantung pada APH yang menggunakannya? Sebagai
contoh analogi klasik mengilustrasikan hukum seperti pisau yang digunakan untuk
memotong atau bahkan melukai seseorang.
Masalah utama bukan pada
pisaunya, tetapi tangan yang menggerakkannya. Dari sinilah persoalan beralih
dari Legal Substance ke Legal Structure. APH kerap menggunakan
moral reasoning, seperti moral decoupling untuk memisahkan
penilaian moral dari kinerja profesional dan membenarkan tindakan yang secara
batiniah disadari sebagai kesalahan. Maka sebaik apapun regulasi, akan
kehilangan makna tanpa moralitas APH yang menjadi penentu utama penerapannya,
termasuk dalam konteks KUHAP.
Di
sinilah pentingnya moral, yakni karakter internal yang mengarahkan keputusan
etis melalui moral voice. Tanpa hal ini, kemampuan berpikir moral tidak
cukup menahan perilaku maladaptif saat APH berada di bawah tekanan.
Tuntutan moral tersebut tercermin dalam ilustrasi Film Music Box,
menampilkan tokoh Ann Talbot yang memilih kebenaran substantif.
Selain
itu, kisah Chiune Sugihara diplomat Jepang yang melanggar prosedur demi
menyelamatkan ribuan nyawa. Hal ini menunjukkan bahwa moralitas kerap menuntut
keberanian untuk menyeberangi batas prosedur. Kegagalan memilih secara etis
dapat menimbulkan moral injury atau moral tensions yakni benturan
antara tuntutan prosedur dan keadilan substantif. Pilar terakhir yakni Legal
Culture masih rapuh, rendahnya literasi hukum publik kerap menimbulkan
salah persepsi terhadap putusan pengadilan. Kasus ABH di Palembang, dipidana
maksimal sesuai UU SPPA. Banyak pihak menganggapnya tidak adil, karena tidak dikenakan
pidana mati. Hal ini menandakan, masyarakat belum memahami prinsip keadilan
prosedural.
2.
Moralitas APH sebagai Ruh
KUHAP
Hubungan
hukum dan moral menjadi inti persoalan reformasi penegakan hukum di Indonesia.
Perdebatan klasik antara Lon L.Fuller dan H.L.A.Hart menunjukkan bahwa
moralitas tidak dapat dipisahkan dari hukum. Fuller menegaskan hukum hanya sah
bila memuat prinsip moral yang membuatnya layak ditaati, sebaliknya Hart
memisahkan validitas hukum dari moralitas tetapi mengakui moral sebagai sarana
kritik terhadap hukum positif.
Pandangan
Hart sering disalahartikan sebagai pembenaran kepatuhan prosedural tanpa
integritas moral. Oleh karena itu, integritas moral APH menjadi krusial
terutama ketika menghadapi moral tensions yaitu ketegangan antara patuh
prosedur atau mengikuti nurani demi keadilan substantif.
Sebagian
APH terjebak pada moral decoupling, yaitu mekanisme kognitif yang
memisahkan penilaian moral dari tindakan profesional, sehingga perilaku tidak
etis dianggap wajar. Untuk mengatasi moral decoupling, diperlukan
aktivasi moral voice sebagai regulator internal yang mencegah
penyimpangan meski ada tekanan sistem. Keberanian mengikuti suara moral,
meskipun berpotensi bertentangan dengan prosedur merupakan wujud moralitas APH
sebagai ruh KUHAP. Ketika moralitas dihadirkan dalam tindakan nyata, maka APH
telah memulihkan moral legitimacy institusi hukum yang akhirnya
memperkuat budaya hukum.
Adagium
Fiat Justitia Ruat Caelum mengingatkan keadilan tak berhenti pada ritual
prosedur, dan mekanisme hukum tidak boleh berubah menjadi penjara bagi
kebenaran. Sistem hukum yang hanya mengejar kepatuhan teknis justru kehilangan
moral legitimacy, karena legitimasi moral lahir bukan dari ritual
kepatuhan tetapi dari dampak nyata terhadap manusia yang dilayani hukum.
Ketika
prosedur berjalan tanpa moral, hukum kehilangan tujuannya dan ketika moral
bergerak tanpa prosedur, ketidakpastian menjadi hantu perusak. Sebagai mana moral
burden bagi APH, terjepit antara kepatuhan formal dan keadilan
substantif. Oleh karena itu, RUU KUHAP bukan sekadar penataan teknis, melainkan
pekerjaan moral yang memastikan prosedur menjadi jembatan menuju keadilan,
bukan sumber dilema etik yang berulang.
Paus
Fransiskus menyuarakan dalam Laudato Si’ yakni perubahan besar tidak
akan terjadi tanpa perubahan dalam diri setiap orang. Sehinga memerlukan
pertobatan ekologis yang dimulai dari hati dan kehidupan pribadi, kemudian menular
ke keluarga, lingkungan sekitar dan akhirnya kepada masyarakat luas. Selain itu,
Fakultas Hukum memegang peran sentral sebagai ibu kandung para APH, tempat
hakim, jaksa, advokat dan polisi dibentuk. Sehingga Fakultas Hukum harus
menjadi ruang yang menanamkan keberanian moral dan penghormatan martabat
manusia. Proses membentuk moral sensitivity yakni kemampuan mengenali
dilema etis, tumbuh melalui pendidikan berkelanjutan dan membentuk APH yang
menghidupi semboyan Serviens in Lumine Veritatis yakni melayani dalam
cahaya kebenaran.
Penutup
Kesimpulan
RUU
KUHAP bukan hanya perbaikan prosedur, tetapi pembaruan moral yang menempatkan APH
dan masyarakat sebagai pusat keadilan. Hukum yang baik tak berarti tanpa
integritas pelaksana, karena moralitaslah yang memberi daya korektif bagi APH.
Penyimpangan yang terjadi menandakan krisis integritas, hanya dapat diatasi
melalui penguatan karakter moral, refleksi etis dan keberanian mengutamakan
keadilan substantif di atas prosedur yang kering. Budaya hukum perlu diperkuat
agar persepsi keadilan tidak tersesat oleh rendahnya literasi hukum. Tanpa
kedewasaan budaya hukum, penerapan hukum berbasis HAM dapat tampak tidak adil
meski secara substansi sudah benar.
Saran
Fakultas hukum perlu menempatkan etika dan moral sebagai fondasi pembentukan karakter, melahirkan lulusan bukan saja cerdas tetapi juga berintegritas. Pembenahan hukum juga menuntut penguatan akuntabilitas APH melalui sistem pengawasan yang transparan, efektif, mudah diakses serta tegas dalam menindak penyimpangan. Di saat yang sama, literasi hukum masyarakat harus ditingkatkan agar publik memahami hak, kewajiban dan proses peradilan, sehingga penilaian terhadap hukum tidak ditentukan oleh opini keliru maupun emosi sesaat. Selain itu, penyusunan RUU KUHAP perlu diarahkan pada penghormatan HAM dan memperkuat due process of law, agar hukum acara menjadi ruang keadilan bukan instrumen represif. (ldr)
Daftar Pustaka:
Damste Carlijn,dkk. 2025. Moral tensions when providing
care to MDRO carriers: A qualitative study among health care providers in Dutch
hospitals and nursing homes. American Journal of Infection Control.
Ensiklik
Paus Fransiskus, 2015. Laudato Si’ Terpujilah Engkau, No. 202-211.
Hernández Isabel Briz. 2025. The genomic promise of
cancer as not yet treatable and the moral burden of trying. Social Science
& Medicine.
Hurst Bree,dkk. 2025. Signaling cognitive and moral
legitimacy by a voluntary environmental program: Navigating the diffusion impact
paradox. Public Relations Review.
Jedicke Eva Maria,dkk. 2025. The dynamics of consumer
boycott intention: Examining the roles of moral reasoning, cognitive
dissonance, and self-congruence. Journal of Business Research.
Juan Roldán,dkk. 2025. Moral sensitivity of nursing
students: Adaptation and validation of the Campillo's tool. Nurse Education in
Practice.
Ramos Vera C,dkk. 2025. A multinational study of social
attitudes, moral beliefs, and personality traits: A network analysis approach.
Personality and Individual Differences. Amsterdam: Elsevier.
Smith, A. 2025. Not all bathrooms are created Equal:
Moral experiences of maneuvering in inaccessible infrastructure with physical
disability. SSM - Qualitative Research in Health, Amsterdam: Elsevier.
Telkamp, J.B dkk. 2025. Bringing personality into
ethics: Is a moral identity mainly a desire to be agreeable? Personality and
Individual Differences, Amsterdam: Elsevier.
Baca Juga: Pengaturan Penahanan dalam RUU KUHAP: Perbandingan dengan KUHAP Belanda
Vaknin, O dkk. 2025. Beyond right and wrong: A New
Theoretical Model for Understanding Moral Injury. European Journal of Trauma
& Dissociation. Amsterdam: Elsevier.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI