article | Sidang | 2025-07-29 16:00:38
Panyabungan - Pengadilan Negeri (PN) Mandailing Natal, Sumatera Utara (Sumut) menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara terhadap Terdakwa karena terbukti secara sah dan meyakinkan mencabuli anak laki-laki tetangganya yang baru berusia 11 tahun. Bagaimana ceritanya?“Menyatakan Terdakwa tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan kekerasan memaksa dan membujuk Anak untuk melakukan perbuatan cabul sebagaimana dalam dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 14 tahun dan pidana denda sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan," ucap Majelis Hakim yang diketuai oleh Qisthi Widyastuti, Putri Suci Amanda, dan Olivia Pintha Stepany Bakkara masing-masing selaku Hakim Anggota di Ruang Sidang Sari, Selasa (29/07/2025).Menanggapi vonis yang dijatuhi Majelis Hakim, Terdakwa maupun Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir atas putusan usai dijelaskan hak-hak para pihak atas putusan tersebut.Amar hukuman yang dibacakan oleh Majelis Hakim lebih tinggi dari tuntutan Penuntut Umum yang menuntut agar Terdakwa dijatuhi hukuman 11 tahun penjara, dengan alasan adanya hal yang memberatkan perbuatan Terdakwa yaitu timbulnya keadaan trauma psikologis anak korban yang ingin mengakhiri hidupnya, sehingga anak korban masih harus menjalani terapi psikologis berkelanjutan sesuai laporan dari Pekerja Sosial.Mengutip pertimbangan putusan yang telah dibacakan, oleh karena Anak Korban sedang menjalani terapi psikologis, Majelis Hakim dalam persidangan telah menjelaskan terkait adanya hak korban untuk memperoleh penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Akan tetapi orang tua dari Anak Korban menolak restitusi tersebut, sehingga Majelis Hakim tidak mempertimbangkan lebih lanjut mengenai restitusi terhadap korban.Lebih lanjut dalam pertimbangan putusan, pemidanaan yang dikenakan kepada Terdakwa tidak ke arah pembalasan namun untuk menumbuhkan kesadaran pada diri Terdakwa bahwa perbuatannya salah dan tidak mengulangi perbuatan tindak pidana. Sementara dari sisi korban, pemidanaan diharapkan sebagai upaya untuk melindungi korban serta mengembalikan kondisi korban ke keadaan semula (to restore). Sehingga dengan memperhatikan perbuatan Terdakwa dan dampak yang timbul terhadap korban, Majelis Hakim menilai hukuman yang dijatuhkan terhadap Terdakwa sudah sesuai dengan kadar kesalahan yang dilakukan oleh Terdakwa.(qiwi/cas)