Cari Berita

Jelang Lebaran, KPK Imbau ASN-Penyelenggara Negara Tolak Gratifikasi

article | Berita | 2025-03-20 07:50:42

Jakarta- KPK mengingatkan kepada aparatur sipil negara (ASN) dan Penyelenggara Negara agar untuk tegas menolak dan melaporkan segala bentuk penerimaan gratifikasi, pada kesempatan pertama. Termasuk menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi.Imbauan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya. Himbauan ini tidak hanya berlaku bagi ASN dan Penyelenggara Negara, namun juga masyarakat luas.“Pimpinan asosiasi/perusahaan/masyarakat agar melakukan langkah-langkah pencegahan dengan mengimbau anggotanya tidak memberikan dan/atau menerima gratifikasi yang dapat dianggap suap, uang pelicin, atau suap dalam bentuk lain,” demikian bunyi rilis KPK tersebut yang dikutip DANDAPALA, Rabu (19/3/2025).KPK juga menghimbau agar ASN dan Penyelenggara Negara wajib menjadi teladan dengan tidak memberi, atau menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugasnya. Termasuk dalam perayaan hari raya. Permintaan dana maupun hadiah sebagai tunjangan hari raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara secara individu maupun atas nama institusi kepada masyarakat, perusahaan, atau sesama pegawai/penyelenggara negara.Tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan dan kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana.“Setiap pihak mendukung upaya pencegahan korupsi khususnya pengendalian gratifikasi terkait hari raya keagamaan atau perayaan hari besar lainnya”, bunyi Poin 1 Isi Edaran tersebut.Lantas Bagaimana jika ASN dan penyelenggara negara tersebut terpaksa harus menerima gratifikasi?Berdasarkan Pasal 12B dan 12C UU No. 20 Tahun 2001 perubahan atas UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ASN atau Penyelenggara yang menerima gratifikasi sehubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, wajib melaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi. Secara teknis diatur lebih lanjut dalam Peraturan KPK No. 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi. Mekanisme dan formulir pelaporan atas penerimaan gratifikasi ini dapat diakses melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL) atau tautan https://gol.kpk.go.id maupun email: pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id. Terhadap gratifikasi berupa makanan/minuman yang mudah rusak dan/atau kadaluarsa, penerima gratifikasi dapat langsung menyalurkannya sebagai bantuan social ke panti asuhan, panti jompo atau pihak yang membutuhkan. Sobat Dandafellas juga wajib untuk melaporkannya ke Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG).“KPK juga melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Fasilitas dinas seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan terkait kedinasan,” bunyi Edaran dan Rilis KPK yang diterima DANDAPALA. Hal ini juga sebagai larangan menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi.Untuk mendukung langkah KPK dalam pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi di hari raya nanti, pimpinan lembaga negara termasuk MA dan satuan kerja di bawahnya juga dihimbau untuk menerbitkan himbauan secara internal, agar menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya.

Gelar Public Campaign, PN Mungkid Ajak Masyarakat Berantas Korupsi

article | Berita | 2025-03-10 15:05:23

Kabupaten Magelang – Mengusung tema “Mewujudkan Pembangunan Zona Integritas, Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM)”, PN Mungkid menggelar kegiatan Public Campaign Sosialisasi Pembangunan Zona Integritas dan Anti Korupsi Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), pada Jumat (28/02/2025) di Lapangan Drh. Soepardi, Mungkid, Kabupaten Magelang.Kegiatan yang dipimpin oleh Ketua PN Mungkid, Ita Widyaningsih, Wakil Ketua PN Mungkid, Tri Margono, Hakim dan Aparatur PN Mungkid ini ditujukan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam mendukung pembangunan Zona Integritas di PN Mungkid yang berfokus pada peningkatan kualitas pelayanan publik yang cepat, tepat, dan bebas dari penyimpangan.“Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran serta mereka dalam mendukung terciptanya lingkungan bebas dari korupsi dan gratifikasi, serta birokrasi yang bersih dan transparan”, ungkap Ita.Lebih lanjut, Ita juga menjelaskan bahwa pembangunan zona integritas merupakan salah satu program dari Mahkamah Agung yang dilaksanakan di seluruh Pengadilan Negeri untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Adapun yang menjadi sasaran dalam kegiatan ini adalah seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Magelang.Dalam kesempatan tersebut, Juru Bicara Tim Pembangunan Zona Integritas PN Mungkid, Mulyono menambahkan “Kegiatan Public Campaign ini merupakan program setiap tahun. Untuk sosialisasi kali ini dilaksanakan dengan pembagian stiker dan jumat berkah”, ujarnya.Melalui kegiatan Public Campaign ini diharapkan dapat meningkatkan peran aktif masyarakat untuk memberantas korupsi. Di mana dengan terciptanya lingkungan bebas dari korupsi dan birokrasi yang bersih serta transparan, PN Mungkid dapat meraih Predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) yang menjadi bukti nyata dalam pelayanan hukum yang adil dan tanpa adanya praktik korupsi.“Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini, serta dukungannya dalam mewujudkan sistem peradilan yang lebih baik”, ucap Ita menutup wawancaranya kepada Tim Dandapala. (AL)

Kisah Ketua MA Prof Sunarto Kembalikan Parsel dari Pemda

article | Berita | 2025-03-05 10:30:35

Jakarta- Kewajiban mengembalikan gratifikasi baru diatur tahun 2001 dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK). Namun jauh sebelumnya, Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Sunarto telah terbiasa mengembalikan pemberian yang berbau aroma koruptif itu. Bagaimana kisahnya?Keteledanan itu bermula saat Prof Sunarto lulus kuliah pada 1984. Selepas meraih Sarjana Hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu ia mendaftar menjadi hakim dan diterima dengan berdinas sebagai Calon Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.Pada 1987, Prof Sunarto resmi menjadi hakim dan ditempatkan di Pengadilan Negeri (PN) Merauke, Papua. Kala itu, gaji hakim berkisar Rp 150 ribu dengan tiket pesawat Rp 1 jutaan sekali jalan.Nah, saat berdinas di PN Merauke itu, Prof Sunarto mendapatkan parsel natal dari Pemda setempat.“Di tengah rintikan gerimis, beliau meminjam sepeda motor pegawai PN Merauke untuk mengembalikan parsel tersebut,” kisah seorang sumber DANDAPALA, Rabu (5/3/2025).Esok harinya jajaran Forum Komunikasai Pimpindan Daerah (Forkopimda) heboh mendengar kabar pengembalian parsel tersebut. “Hal yang tabu mengingat pada saat itu kita belum mengenal code of conduct,” tuturnya.Di mana kode etik hakim secara universal baru disusun tahun 2002 di India dengan lahirnya ‘The Bangalore Principles of Judicial Conduct 2002’. Sedangkan kewajiban mengembalikan gratifikasi baru tertuang dalam UU Nomor 20/2001 yang ditandatangani pada 21 November 2001 oleh Presiden Megawati. Yaitu:Pasal 12 B 
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian  bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima  gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. 
2Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 
12CKetentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Saat bertugas di PN Merauke cobaan demi cobaan terus datang. Salah satunya kabar duka bila ibu kandungnya wafat. Dengan gaji Rp 150 ribuan, tiket pesawat tidak terbeli dan transportasi kapal laut butuh waktu perjalanan sebulan lamanya. Prof Sunarto akhirnya hanya bisa salat ghaib dari Merauke mendoakan kepergian ibunya.“At that time, mudah saja sebenarnya beliau minta fasilitas dari Forkopimda. Tapi beliau kekeuh khawatir di kemudian hari pemda akan menjadi pihak berperkara di pengadilan,” ucapnya.Meski dengan penuh keterbatasan, dinas di ujung timur Indonesia diselami Prof Sunarto dengan tulus. Hingga akhirnya Prof Sunarto mendapatkan promosi dekat dengan keluarga yaitu di PN Blora pada 1992 dan 6 tahun selanjutnya dinas di PN Pasuruan. Pada 2003 Prof Sunarto dipercaya menjadi Wakil Ketua PN Pasuruan dan dalam tahun yang sama menjadi Ketua PN Trenggalek.Menginjak tahun 2005, Guru Besar Unair itu mulai menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Gorontalo. Setahun setelahnya menjadi hakim tinggi di Badan Pengawasan (Bawas) MA.Setelah melalu proses yang panjang, Prof Sunarto menjadi hakim agung pada 2015. Hingga puncaknya menjadi Ketua MA pada Oktober 2024 kemarin.