Memiliki
rumah merupakan impian bagi setiap orang, akan tetapi, dalam membeli rumah
tentu harus memperhatikan aspek legalitas agar harapan untuk mendapatkan rumah
idaman, tidak berubah menjadi kekecewaan.
Kondisi
yang sering diabaikan oleh pembeli rumah padahal penting untuk diwaspadai yaitu
adanya cacat tersembunyi dalam pembelian rumah tersebut. Adapun pengertian dari
cacat pada sebuah produk yaitu setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan
dari pembuatannya, baik karena kesengajaan maupun faktor kelalaian.
Cacat
tersembunyi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1504 KUHPerdata memberikan
pertanggungjawaban kepada penjual untuk menanggung barang terhadap cacat
tersembunyi, sehingga apabila pembeli mengetahui cacat itu maka ia sama sekali
tidak akan membelinya.
Baca Juga: Urgensi Tinjauan Sifat Melawan Hukum Materiil Dalam Perkara Pidana Pada Putusan Pengadilan
Dengan
demikian, penerapan prinsip kehati-hatian terhadap adanya cacat tersembunyi ini
lazim digunakan dalam objek jual beli termasuk di dalamnya pada jual beli
rumah.
Cacat
tersembunyi haruslah terhadap barang yang tidak kelihatan atau tidak dapat
diketahui sendiri oleh pembeli, sebagaimana ketentuan Pasal 1505 KUHPerdata. Penjual
tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang terlihat pada barang yang
kelihatan atau diketahui oleh pembeli.
Selain
diatur dalam ketentuan KUHPerdata, cacat tersembunyi dalam jual beli properti juga
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
pada pasal 9 ayat (1) huruf e yang mengatakan pelaku usaha dilarang menawarkan,
memproduksikan dan mengiklankan suatu barang atau jasa seolah-olah barang dan
atau jasa tersebut tersedia.
Selain
itu, dalam Undang-Undang Cipta Kerja BAB IXA Pasal 134 dikatakan setiap orang
dilarang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan
kriteria, spesifikasi, persyaratan sarana dan prasarana serta utilitas umum
yang diperjanjikan. Artinya adalah dalam membuat bangunan rumah, pembeli wajib
membangun sesuai dengan spesifikasi yang diberitahukan kepada konsumen selaku
pembeli, baik dari segi bahan bangunan yang digunakan, batas tanah, dan kondisi
status tanah apakah dalam sengketa atau tidak.
Salah
satu contoh mengenai adanya cacat tersembunyi pada jual beli properti dimana
rumah yang dibeli tersebut ternyata dibangun di daerah hijau sepanjang sungai
sehingga pembeli rumah tersebut merasa adanya cacat tersembunyi dalam pembelian
rumah yang tidak diinformasikan oleh penjual. Perbuatan yang dilakukan oleh
penjual termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum. Hal ini dapat dilihat
dari kaidah hukum putusan Mahkamah Agung Nomor 2186 K/Pdt/1999.
Kasus Posisi
Penggugat
asal atau pemohon kasasi dalam hal ini adalah Tju Elina Christina selaku
pembeli rumah telah melakukan jual beli dengan Tergugat/Termohon kasasi PT
Jondul Jaya Sakti Pusat (PT JJSP) sampai diterbitkan hak guna bangunan oleh
Tergugat atas nama Penggugat pada tanggal 1 Juli 1993 dengan luas 176 meter
persegi.
Dikarenakan
pembangunan rumah tersebut berlokasi di pinggir sungai maka untuk keperluan
penghijauan jalan dan kelestarian lingkungan harus dicanangkan sepanjang 12,5
meter. Selanjutnya Penggugat melakukan pengurusan ijin mendirikan bangunan atas
tanah tersebut sebagai pemisah atau pemecah dari IMB Nomor 104 tahun 1992 yang
diterbitkan oleh Tergugat V yaitu Pemerintah Daerah Propinsi Riau cq
Walikotamadya Pekanbaru akan tetapi ditolak oleh Tergugat VI dan Tergugat VIII
yaitu Kepala Dinas Tata Kelola Pemda Pekanbaru dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Pemda Pekanbaru.
Alasan
dari penolakan tersebut adalah tanah berikut bangunan rumah berada dalam batas
sepadan sungai yang menurut ketentuan harus dicanangkan sepanjang 12,5 meter
oleh PT JJSP dan pinggiran sungai tersebut untuk kepentingan penghijauan.
Atas
perbuatan tersebut, Penggugat menilai jika Tergugat dalam hal ini adalah PT
JJSP telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena menjual tanah berikut
bangunan rumah di atasnya padahal menurut hukum tidak diperkenankan untuk
mendirikan bangunan karena berada pada jalur hijau.
Pertimbangan Hukum
Terhadap
gugatan PMH yang diajukan oleh Penggugat kepada Tergugat tersebut, Mahkamah
Agung selaku judex juris menyatakan bahwa keberatan dari Penggugat dapat
dibenarkan dikarenakan judex juris telah salah dalam menerapkan hukum
pembuktiannya.
Bahwa
oleh karena dari bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Penggugat di persidangan,
dalil-dalil gugatannya telah terbukti bahwa Tergugat I dalam hal ini adalah PT
JJSP telah menjual tanah dan rumah yang mengandung cacat tersembunyi kepada
Penggugat asal.
Baca Juga: Menelisik Sejarah PMH (Onrechtmatige Daad) & Perkembangannya
Adapun cacat tersembunyi tersebut antara lain rumah dibangun di atas tanah jalur hijau yang melanggar sempadan yang telah ditentukan. Dengan adanya cacat tersembunyi tersebut, yang sudah pasti diketahui oleh Tergugat I yaitu PT JJSP, sebagai developer perumahan, namun Tergugat I tetap menjual rumah dan tanah tersebut kepada Penggugat, maka Tergugat I atau Termohon Kasasi telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat, oleh karena itu jual beli rumah sengketa harus dibatalkan dan Tergugat I dihukum harus mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh Penggugat. (asn/ldr)
Sumber
bacaan:
- Putusan
Mahkamah Agung Nomor 2186 K/Pdt/1999
- Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja
- Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
- Maharani,
D. A.
Turisno, B. E
& Suradi (2017).
Diponegoro Law Journal Volume 6 Nomor 1, Perlindungan Hukum
Terhadap Layanan Purna
Jual (After Sales
Service)
- J. Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Alumni, 1999, Bandung
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI