Kotawaringin Timur – Pengadilan Negeri (PN) Sampit, Kalimantan Tengah berhasil menerapkan pendekatan keadilan restoratif dalam perkara tindak pidana penganiayaan yang dipicu oleh persoalan utang-piutang antar keluarga pada Rabu (15/10).
Perkara yang diregister dengan nomor 406/Pid.B/2025/PN Spt tersebut dipimpin oleh ketua majelis hakim Joshua Agustha, yang didampingi oleh Denico Toschani dan Bagas Bilowo Nurtantyono Satata selaku hakim anggota.
“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dakwaan tunggal. Menjatuhkan pidana penjara selama 4 bulan dan 15 hari,” ucap Ketua Majelis dalam rilisnya kepada Dandapala.
Baca Juga: Urgensi Prinsip Solvabilitas Bagi Hakim di Kasus Kepailitan
Peristiwa bermula ketika Terdakwa, Krisna, yang merupakan sepupu dari istri korban, menagih hutang sebesar Rp70 ribu rupiah kepada korban. Namun, dikarenakan korban belum dapat mengembalikan pinjaman tersebut membuat Krisna emosi hingga akhirnya menodongkan satu bilah parang ke hadapan korban. Aksi saling tarik-menarik senjata pun terjadi hingga mata parang yang dipegang Krisna mengenai tangan kiri korban, dan menyebabkan luka robek di antara ibu jari dan telunjuk korban.
Dalam pertimbangan putusannya, Majelis Hakim merujuk Pasal 6 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2024 sebagai pedoman dan persyaratan terpenuhinya suatu perkara dapat diadili berdasarkan keadilan restoratif. Kesepakatan perdamaian tersebut telah menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam penjatuhan pemidanaan terhadap Terdakwa.
“Pada saat persidangan, korban bersama istrinya hadir dengan menyerahkan Surat Kesepakatan Perdamaian antara Terdakwa dengan korban, yang ditandatangani oleh keduanya serta disaksikan oleh Kepala Desa. Surat Kesepakatan Perdamaian tersebut pada pokoknya menyatakan biaya pengobatan korban ditanggung oleh Terdakwa. Kemudian korban menyampaikan kepada Majelis Hakim dengan adanya Surat Kesepakatan Perdamaian ini maka permasalahannya dengan Terdakwa telah selesai. Terdakwa juga telah menunjukkan itikad baik dengan mengakui dan menyesali perbuatannya dan Korban telah memaafkan perbuatan Terdakwa,” ujar Ketua Majelis.
Baca Juga: Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Dewasa Melalui Mekanisme Diversi
Melalui keberhasilan RJ dalam perkara tersebut, PN Sampit menegaskan perannya sebagai katalisator peradilan yang berorientasi pada pemulihan keadaan semula serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Kesepakatan perdamaian tersebut kemudian dituangkan dalam berita acara sidang dan menjadi bagian dari putusan pengadilan, sekaligus menandakan penyelesaian perkara secara damai dan bermartabat. (William Edward Sibarani/SNR/FAC)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI