Cari Berita

Dirjen Badilum: Eksekusi Putusan Harus Tepat Agar Keadilan Dirasakan Masyarakat

Sri Septiany - Dandapala Contributor 2025-11-24 14:00:56
Perisai Badilum ke-11

Jakarta- Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Ditjen Badilum) kembali menyelenggarakan Pertemuan Rutin dan Sarasehan Interaktif Badan Peradilan Umum (Perisai Badilum) ke-11 dengan tema “Eksekusi Lelang: Permasalahan dan Solusi”, Senin (24/11).

Acara ini digelar bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan menghadirkan tiga narasumber: Arik Hariyono (Direktur Penilaian DJKN), Rahmat Kurniawan (Kasubdit SPPSDA DJKN), serta Windraty Ariane Siallagan (Plt. Direktur Lelang DJKN). Mustamin selaku Hakim Yustisi MA bertindak sebagai host.

Kegiatan diikuti oleh pimpinan, hakim, panitera, serta tenaga teknis dari 416 satuan kerja pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama di bawah Badilum di seluruh Indonesia.

Baca Juga: Aplikasi Perkusi Badilum Sebagai Upaya Transparansi Pelaksanaan Eksekusi

Dalam sambutannya, Dirjen Badilum, Bambang Myanto menekankan bahwa eksekusi lelang masih menyimpan banyak kendala, salah satunya mengenai penggunaan appraisal dalam menentukan nilai barang. Ia menyoroti pentingnya penilaian yang wajar dan sesuai kondisi pasar agar putusan dapat dieksekusi secara tepat. “Eksekusi putusan harus tepat agar keadilan dapat dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya. 

Host Mustamin mengingatkan bahwa eksekusi merupakan tahap akhir proses peradilan yang menentukan efektivitas putusan. Menurutnya, dinamika di lapangan sering muncul baik dari aspek regulasi, teknis, hingga koordinasi antar-lembaga, sehingga forum ini penting untuk memetakan masalah serta mencari solusi praktis.

Paparan pertama disampaikan oleh Arik Hariyono mengenai kondisi dan tantangan penilaian terkait lelang eksekusi. Ia memaparkan dasar hukum penilaian, antara lain PMK 101/2014 jo. 228/2019 tentang Penilai Publik, PMK 124/2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, serta PMK 99/2024 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah.

Arik menjelaskan bahwa penilaian adalah proses pemberian opini nilai oleh penilai yang kompeten terhadap suatu objek pada tanggal tertentu. Penilai pemerintah berwenang menilai berbagai objek mulai dari BMN/D, barang sitaan dan sita eksekusi, aset eks BUMN, barang rampasan, hingga barang terkait penegakan hukum.

Nilai yang digunakan dalam konteks lelang umumnya mencakup nilai wajar, nilai pasar, dan nilai penggantian wajar. Dalam lelang eksekusi, nilai likuidasi sering dijadikan nilai limit terendah. Nilai likuidasi dihitung dari nilai pasar dikurangi faktor pengurang, yang mencakup faktor penjualan lelang dan faktor risiko hukum.

Ia kemudian menguraikan lima tantangan utama dalam penilaian untuk kebutuhan lelang eksekusi:

1.⁠ ⁠Persepsi keliru antara nilai penilaian dan NJOP, padahal keduanya memiliki tujuan berbeda.

2.⁠ ⁠Akses data terbatas, karena penilai belum memiliki akses formal terhadap data transaksi properti.

3.⁠ ⁠Ketidakpastian risiko barang lelang, terutama status hukum dan kondisi fisik objek.

4.⁠ ⁠Minimnya basis data transaksi resmi, sehingga penilai sering menggunakan asking price, yang kerap dipersoalkan di pengadilan.

5.⁠ ⁠Ketidaksesuaian objek sita dan objek penilaian, terutama karena penyitaan hanya berdasarkan dokumen tanpa verifikasi fisik.

Materi kedua disampaikan oleh Windraty Ariane Siallagan yang membahas eksekusi lelang, permasalahan, dan solusinya. Ia menegaskan bahwa lelang merupakan instrumen strategis dalam penegakan hukum dan pemulihan aset negara. Dasar hukum lelang mencakup UU Lelang, Instruksi Lelang, PP 3/2016 sebagaimana diubah dengan PP 62/2020, serta PMK 122/2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Windraty menjelaskan tiga unsur pokok lelang yakni Penjualan barang di muka umum, Penawaran bersifat kompetitif dengan informasi yang simetris, serta Pelaksanaan oleh pejabat lelang yang membuat risalah lelang. Lelang berfungsi membantu penyelesaian perkara perbankan, kepailitan, tipikor, TPPU, serta mendorong efisiensi ekonomi. Kategori lelang terbagi menjadi lelang wajib (eksekusi dan non-eksekusi oleh pejabat lelang kelas I) dan lelang sukarela oleh pejabat kelas II.

Ia juga memaparkan tahapan proses lelang mulai dari persiapan, pra-lelang, pelaksanaan, hingga pasca-lelang. Kunci efektivitas lelang menurutnya terletak pada dokumentasi yang lengkap, ketaatan pada proses bisnis, kolaborasi lintas lembaga, dan strategi publikasi.

Dalam praktiknya, berbagai permasalahan sering muncul, antara lain:

1.⁠ ⁠Ketidakjelasan objek lelang, misalnya data fisik tidak sesuai dokumen atau status hak tidak jelas.

2.⁠ ⁠Perlawanan terhadap lelang, baik dari pihak terlelang maupun pihak ketiga.

3.⁠ ⁠Kendala kepastian transaksi, seperti hambatan balik nama, penguasaan objek oleh pihak lain, hingga potensi gugatan pasca-lelang.

Baca Juga: Urgensi Reformasi Regulasi Eksekusi Perkara Perdata

Sebagai solusi, Windraty mendorong adnaya Penelitian objek secara cermat sejak tahap pra-penyitaan, Koordinasi dengan kreditor lain, Penanganan perlawanan melalui putusan, Penguatan sinergi antara pengadilan, KPKNL, ATR/BPN, kepolisian, dan instansi terkait lainnya.

Perisai Badilum Edisi 11 ini diharapkan memperkuat pemahaman teknis dan meningkatkan kualitas pelaksanaan eksekusi lelang di seluruh pengadilan, sehingga tujuan akhir peradilan yakni mewujudkan kepastian dan keadilan, dapat tercapai. (IKAW/WI)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…