Cari Berita

Fenomena Dispensasi Kawin Setelah Perkawinan Terlaksana Secara Adat dan Agama di Bali

R. Aditayoga Nugraha Bimasakti - Dandapala Contributor 2025-09-12 15:20:50
Dok. Penulis.

Tidak dapat dipungkiri kemajuan zaman yang semakin pesat memberikan dampak positif dan negatif bagi generasi muda masa kini yang sangat terpengaruh dengan adanya modernisasi dunia digital.

Salah satu dampak negatif akan perkembangan itu ialah banyaknya anak di bawah umur yang melakukan perkawinan di bawah batas usia perkawinan menurut Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Undang-Undang Perkawinan).

Hal itu terjadi karena berbagai hal termasuk karena pergaulan bebas hingga mengakibatkan kehamilan pada anak di bawah umur. Dewasa ini permohonan dispensasi kawin telah menjadi salah satu jenis perkara yang cukup banyak diajukan ke Pengadilan baik Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam maupun Pengadilan Negeri bagi selain yang beragama Islam.

Baca Juga: Memaknai Status “Kawin Belum Tercatat” pada Dokumen Kependudukan

Adanya keadaan demikian mengakibatkan banyak Orangtua dari anak-anak yang mengalami kejadian tersebut di atas mau tidak mau sesegera mungkin mengawinkan anaknya yang masih berada di bawah batas usia perkawinan.

Hal tersebut dilakukan demi menjaga nama baik anak dan keluarga di mata masyarakat. Di Provinsi Bali, khususnya di Kabupaten Karangasem, selama bertugas sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Amlapura, Penulis cukup banyak mengadili perkara permohonan dispensasi kawin dengan kondisi anak yang dimohonkan dispensasi kawin telah melakukan perkawinan sebelumnya secara Adat Bali dan Agama Hindu dikarenakan telah mengalami kehamilan.

Adapun perkawinan secara adat dan agama tersebut belum didahului dengan adanya Penetapan pemberian dispensasi kawin dari Pengadilan Negeri terlebih dahulu sebagaimana amanat Undang-Undang Perkawinan. Fenomena tersebut di atas terjadi dengan tujuan agar perkawinan secara adat dan agama sudah dilakukan sebelum janin yang dikandung anak lahir ke dunia.

Belakangan setelah perkawinan secara adat dan agama sudah dilakukan barulah permohonan dispensasi kawin diajukan ke Pengadilan. Peristiwa hukum di atas tentunya mau tidak mau dan suka tidak suka harus diterima oleh Hakim untuk diperiksa dan diadili walaupun secara de juris menurut Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin (Perma Dispensasi Kawin), permohonan dispensasi kawin seharusnya diajukan sebelum perkawinan secara adat dan agama dilakukan oleh anak.

Sebagaimana diketahui bahwa menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, kemudian ayat (2) Pasal tersebut menyatakan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menanggapi adanya fenomena hukum tersebut di atas, oleh karena dalam ajaran Agama Hindu tidak dikenal adanya mekanisme kawin ulang, maka Penulis memberikan solusi bagi Para Hakim untuk mengisi kekosongan hukum atas peristiwa hukum yang terjadi sebagaimana telah dijelaskan di atas yaitu dengan memperbaiki amar Penetapan agar dapat mengesahkan sekaligus memberikan dispensasi bagi perkawinan yang telah dilakukan anak sebelum mengajukan permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan.

Solusi tersebut dilakukan dengan memperbaiki bahasa pada amar Penetapan yang biasanya berbunyi “Memberikan Dispensasi Kawin kepada Anak untuk melangsungkan perkawinan dengan Calon Suami/Istrinya” sehingga diperbaiki menjadi “Memberikan Dispensasi Kawin kepada Anak atas perkawinannya dengan Calon Suami/Istrinya”.

Perbaikan pada amar tersebut jika dibaca secara letterlijk maka secara hukum dapat dimaknai Hakim telah memberikan dispensasi kawin kepada Anak sekaligus mengesahkan perkawinan secara adat dan agama yang telah dilakukan oleh anak sebelum permohonan dispensasi kawin diajukan ke Pengadilan.

Sebagaimana diketahui bahwa Hakim dilarang untuk menolak perkara dengan alasan terjadi kekosongan hukum melainkan Hakim diwajibkan menemukan hukum jika terjadi kekosongan hukum.

Guna meningisi kekosongan hukum sebagaimana dijelaskan di atas, solusi Penulis dapat menjadi salah satu pilihan bagi Hakim dalam mengisi kekosongan hukum ketika menghadapi fenomena permohonan dispensasi kawin yang diajukan setelah dilakukannya perkawinan secara adat dan agama oleh anak, yang khususnya sering terjadi di Provinsi Bali.

Solusi untuk mengesahkan sekaligus memberi dispensai kawin bagi anak yang Penulis usulkan tersebut di atas didasari pada asas kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum yang merupakan tujuan utama suatu Putusan/Penetapan namun dari sudut pandang yang berbeda, sehingga Penetapan Dispensasi Kawin dapat memberi manfaat bagi anak supaya jelas status perkawinannya yang secara nyata telah dilakukan secara adat dan agama, dimana perkawinan tersebut perlu untuk dicatatkan oleh Negara guna ketertiban administrasi termasuk kebutuhan masa depan anak dan bayi yang dikandungnya kelak, seperti untuk penerbitan akta kawin, akta lahir, kartu keluarga dan sebagainya yang tentunya sangat dibutuhkan bagi kemanfaatan masa depan anak dan janin yang dikandungnya guna pendaftaran sekolah dan lain-lain.

Dari sisi keadilan, dengan diberikannya penetapan dispensasi kawin atas perkawinan anak sebagaimana dijelaskan di atas akan memberikan keadilan bagi janin yang dikandung anak kelak jika ia lahir. Dengan diberikannya dispensasi kawin atas perkawinan anak maka status perkawinan anak akan diakui oleh Negara sehingga janin yang dilahirkan oleh anak nantinya akan diperlakukan sama dengan anak lain yang dilahirkan oleh orangtua yang menikah di atas batas usia perkawinan.

Dengan adanya penetapan dispensasi kawin tersebut dapat menjadi pintu pembuka bagi anak dalam melengkapi kebutuhan pencatatan perkawinan, kelahiran anak dan kebutuhan administrasi lainnya yang tentunya merupakan syarat bagi anak yang dilahirkan untuk memperoleh hak-haknya sebagai anak.

Kemudian dari sisi kepastian hukum, pemberian penetapan dispensasi kawin dalam keadaan sebagaimana dijelaskan di atas akan memberi kepastian hukum bagi anak dan janin yang dikandungnya karena menjadi jelas tercatat perkawinannya dan nantinya setelah lahir anak yang dilahirkan menjadi jelas secara hukum status dan kedudukannya karena dilahirkan dari orangtua yang tercatat perkawinannya oleh Negara.

Semua pertimbangan tersebut di atas sejalan dengan tujuan dari pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin yakni untuk menerapkan asas kepentingan terbaik bagi anak.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penulis menyimpulkan bahwa Hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang dilarang untuk menolak perkara dengan alasan adanya kekosongan hukum wajib menemukan hukum untuk mengadili perkara permohonan dispensasi kawin yang sebelumnya telah dilakukan perkawinan secara adat dan agama oleh anak di bawah batas usia perkawinan dengan mengedepankan asas kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum dari sudut pandang berbeda sebagaimana diuraikan oleh Penulis di atas.

Baca Juga: Pegawai KUA Sumedang Utara Didakwa Korupsi Jual Beli Dispensasi Nikah

Solusi dari Penulis untuk memperbaiki amar Penetapan sebagaimana dijelaskan di atas dapat menjadi salah satu pilihan bagi Hakim dalam mengisi kekosongan hukum dalam menangani fenomena hukum yang sering terjadi khususnya di Provinsi Bali sehingga Hakim dalam mengadili perkara permohonan dispensasi kawin dapat mencapai tujuan dari pedoman mengadili permohonan dispensasi kawin yakni untuk menerapkan asas kepentingan terbaik bagi anak. (al/ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI