Cari Berita

Ketua PT Jambi: DPA Instrumen Pemulihan Keuangan Negara

Fadillah Usman - Dandapala Contributor 2025-10-03 15:00:15
Dok. Ist.

Jambi - Wacana penerapan Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau Perjanjian Penundaan Penuntutan mulai mengemuka sebagai alternatif baru dalam penanganan tindak pidana korporasi. 

Instrumen hukum ini dinilai mampu mempercepat proses hukum sekaligus memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jambi, Ifa Sudewi saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional Peringatan Hari Lahir Kejaksaan RI ke-80 yang mengusung tema “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement dalam Perkara Penanganan Pidana”. Kegiatan ini digelar di Auditorium Rektorat Universitas Jambi pada Rabu (27/8/2025).

Baca Juga: Ketua PT Banda Aceh Ajukan 6 Wacana dalam Pembentukan DPA oleh Kejaksaan Agung

Selama ini, proses penuntutan terhadap korporasi pelaku tindak pidana kerap berlangsung panjang dan kompleks. Akibatnya, pemulihan kerugian negara menjadi terhambat, sementara kepentingan publik justru berpotensi terganggu. 

“Melalui mekanisme DPA, pelaku korporasi dapat dikenai kewajiban tertentu, termasuk pengembalian kerugian negara tanpa harus menunggu proses peradilan hingga putusan akhir”, jelas Ifa Sudewi dihadapan peserta seminar.

Masih dalam paparannya, Ifa menekankan bahwa DPA bukanlah instrumen yang dapat digunakan secara bebas. 

“Penggunaan DPA harus selektif dan hanya diperuntukkan bagi korporasi pelaku tindak pidana tertentu. Jika penuntutan dilakukan hingga akhir justru berpotensi mengganggu kepentingan umum, ketertiban, atau menimbulkan kerugian negara yang lebih besar,” tegasnya.

Ia juga menambahkan pentingnya peran pengadilan dalam setiap pelaksanaan DPAMenurutnya, hakim perlu dilibatkan melalui penetapan agar terdapat kontrol yudisial dalam pemberian DPA.

“Sebagaimana praktik yang sudah diterapkan di Inggris. Hal ini untuk memastikan adanya transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan terhadap kepentingan masyarakat luas, maka Pengadilan perlu dilibatkan sebagai proses check and balances”, tambahnya kemudian.

Selain DPA, Ifa turut menyoroti asset forfeiture atau perampasan aset sebagai mekanisme penting dalam mempercepat pengembalian kerugian negara. Instrumen ini, kata dia, telah ditegaskan dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2013, dan terbukti efektif sebagai bagian dari pendekatan follow the asset.

Seminar nasional yang dihadiri akademisi, aparat penegak hukum, dan mahasiswa tersebut berlangsung interaktif. 

Baca Juga: Ketua PT Kaltara Paparkan Konsep Deferred Prosecution Agreement dalam Seminar Hukum

Sesi tanya jawab menggambarkan tingginya perhatian publik terhadap inovasi penegakan hukum yang berfokus pada pemulihan kerugian negara, bukan semata-mata pada pemidanaan.

Acara kemudian ditutup pada pukul 13.00 WIB dengan penegasan kembali bahwa inovasi hukum seperti DPA harus ditempatkan dalam kerangka menjaga kepentingan publik dan memperkuat integritas sistem peradilan. (Fadillah Usman/al/ldr)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI