Bengkulu - Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu menjatuhkan putusan dalam perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas peristiwa tumbangnya pohon di kawasan hutan lindung Bukit Daun, Kabupaten Kepahiang.
Dalam putusan Nomor 8/Pdt.G/2025/PN Bgl yang telah dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum Kamis, 16/10/2025 antara Novi Rahayu (Penggugat) melawan Pemerintah RI cq KemenPUPR RI cq Dirjen Bina Marga Khususnya Satuan Kerja Wil Prov. Bengkulu cq Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Bengkulu (Tergugat I), Pemprov Bengkulu cq Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Prov Bengkulu (Tergugat II), Pemerintah RI BPBD Prov Bengkulu (Tergugat III), majelis hakim menyatakan 3 instansi tersebut telah lalai dalam melaksanakan kewenangannya dan harus bertanggung renteng mengganti kerugian kepada penggugat.
Peristiwa bermula pada Jumat, 4 Oktober 2024, ketika sebuah pohon besar di kawasan hutan lindung Bukit Daun tumbang dan menimpa kendaraan Toyota Fortuner milik Novi Rahayu yang sedang melintas di Desa Tebat Monok, Kabupaten Kepahiang.
Baca Juga: Saharjo: Dari Hakim, Menteri hingga Ganti Dewi Yustisia dengan Pohon Beringin
Akibat kejadian itu, penggugat dan suaminya mengalami luka fisik serta kerusakan berat pada kendaraan.
Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim yang diketuai Edi Sanjaya Lase dengan anggota Ratna Dewi Darimi dan Muhamad Iman, menyatakan bahwa lokasi kejadian merupakan kawasan hutan lindung dengan fungsi konservasi dan dilalui jalan nasional lintas antarprovinsi. Dari hasil pembuktian, terungkap bahwa pohon yang tumbang telah mati lebih dari satu tahun dan tidak pernah dilakukan pemeliharaan sejak 2022.
Majelis menilai, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu, serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu tidak melaksanakan fungsi pengawasan dan pemeliharaan sebagaimana mestinya. Meskipun sebelumnya telah ada kegiatan pemangkasan pada tahun 2022, tidak ditemukan bukti adanya tindak lanjut pemeliharaan di tahun 2023–2024.
“Berdasarkan bukti surat dari Tergugat I berupa laporan kegiatan pemangkasan pohon pada tahun 2022 di ruas jalan nasional Nakau – Batas Kota Kepahiang, diketahui bahwa kegiatan tersebut hanya dilakukan sampai tahun 2022 dan tidak dilakukan lagi pada tahun 2023 dan 2024, padahal pohon-pohon di lokasi tersebut sudah berada dalam kondisi tua dan sebagian telah mati. Fakta ini menunjukkan adanya kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan jalan secara rutin dan berkesinambungan sebagaimana menjadi tugas pokok Tergugat I. Sementara itu, Tergugat II yang berwenang atas kawasan hutan lindung tidak melaksanakan pengawasan dan tindakan preventif terhadap kondisi pohon yang sudah mati di area hutan lindung tersebut, meskipun lokasi tersebut berada di kawasan yang sering dilalui masyarakat.
Sedangkan Tergugat III (BPBD Kabupaten Kepahiang) tidak melaksanakan mitigasi risiko bencana pohon tumbang, meskipun dalam dokumen Rencana Kontinjensi Bencana 2023–2025 wilayah tersebut termasuk daerah rawan,”ucap Majelis Hakim dalam pertimbangannya
Majelis Hakim menyatakan unsur dalam Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata telah terpenuhi. “Perbuatan melawan hukum Para Tergugat telah tidak melaksanakan kewajiban hukum mereka dalam hal pemeliharaan, pengawasan, dan mitigasi di wilayah tanggung jawabnya masing-masing. Kesalahan/kelalaian terbukti dari tidak adanya tindakan pemangkasan atau pemeliharaan terhadap pohon yang sudah mati, tidak adanya koordinasi lintas instansi sebelum kejadian, dan tidak adanya sistem peringatan dini dari BPBD. Penggugat telah mengalami kerusakan nyata pada kendaraan dan Hubungan sebab akibat Kejadian pohon tumbang secara langsung disebabkan oleh kelalaian Para Tergugat yang tidak menjalankan fungsi dan kewenangannya sebagaimana mestinya,” tegas Majelis Hakim.
Baca Juga: Kritisi Fenomena Penegakan Hukum Narkotika, Hakim Sigit Tuangkan ke Buku
Atas dasar itu, majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat sebagian dan menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil sebesar Rp181.064.804. Sementara tuntutan ganti rugi immateriil senilai Rp100 juta serta permohonan uang paksa (dwangsom) dan pelaksanaan putusan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad) ditolak karena dinilai tidak beralasan hukum.
Putusan ini menunjukan pentingnya tanggung jawab hukum instansi pemerintah atas kelalaian dalam pemeliharaan kawasan hutan lindung yang bersinggungan dengan jalan umum. (zm/fac)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI