Tebo - Penerapan pedoman keadilan restoratif kembali ditegaskan dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Tebo atas perkara pencurian buah sawit yang dilakukan oleh warga Suku Anak Dalam (SAD). Selain mempertimbangkan aspek hukum formil dan adanya permaafan dari korban, majelis hakim juga mengakui adanya peran sanksi adat yang hidup di masyarakat adat Suku Anak Dalam berupa pembayaran denda 100 lembar kain sebagai salah satu bagian dari penyelesaian yang berkeadilan dan sesuai dengan nilai lokal.
“Paradigma pemidanaan saat ini tidak hanya bertumpu pada pembalasan, tetapi pada pemulihan hak-hak korban maupun pelaku, sebagaimana amanat PERMA Nomor 1 Tahun 2024, ujar ketua majelis dalam sidang, Rabu (10/9/2025).
Kasus bermula ketika Terdakwa Sulaiman bersama rekannya, Fauzan mengambil tandan buah segar sawit milik PT Satya Kisma Usaha (SKU) di Desa Sungai Keruh, Kecamatan Tebo Tengah sebanyak 55 (lima puluh lima) janjang sawit dengan berat 1.190 kilogram, namun belum sempat dijual karena terdakwa lebih dahulu ditangkap petugas keamanan kebun.
Baca Juga: Mengenal Jenis Sanksi Hukum di Jawa Abad ke-18, dari Cambuk hingga Dibuang
Dalam persidangan, terungkap bahwa terdakwa merupakan bagian dari masyarakat Suku Anak Dalam. Sementara atas upaya majelis hakim PT. Satya Kisma Usaha (SKU) selaku korban akhirnya telah memberikan maaf, dan tokoh adat juga telah menjatuhkan sanksi denda kepada terdakwa berupa pembayaran 100 lembar kain sebagai bentuk tanggung jawab adat.
“Majelis mempertimbangkan adanya perdamaian serta sanksi adat yang sudah dijatuhkan oleh masyarakat Suku Anak Dalam kepada terdakwa,” tambah Ketua Majelis saat pembacaan pertimbangan putusan.
Majelis menilai perkara ini memenuhi syarat untuk diterapkan restorative justice sebagaimana ketentuan dalam PERMA 1 Tahun 2024, apalagi ditambah adanya perdamaian antara terdakwa dengan PT. SKU dan denda adat.
Meski mengakui adanya hukum adat, majelis menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dengan asas persamaan di hadapan hukum. Oleh sebab itu, terdakwa tetap diproses secara hukum negara, dengan mempertimbangkan sanksi adat dan perdamaian sebagai faktor yang meringankan.
Baca Juga: Nilai Keadilan Restoratif dalam Hukum Adat Minangkabau
“Indonesia menjunjung equality before the law, dan dalam hal ini terdakwa adalah Warga Negara Indonesia yang tetap harus menjalani proses hukum negara yang berlaku sebagaimana warga negara pada umumnya yang menjalani proses hukum”, ujar Hakim Ketua.
Putusan ini menjadi contoh penerapan nyata keadilan restoratif di PN Tebo, yang tidak hanya menegakkan hukum formal tetapi juga menghargai hukum adat yang berlaku di masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi hukum nasional. (al/ldr)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI