SISTEM hukum di Indonesia pada prinsipnya dipengaruhi oleh hukum adat, hukum Islam, dan hukum perdata barat. Lalu ada jenis sanksi apa saja kala sistem hukum Jawa abad ke-18?
Di masa penjajahan ketika Indonesia masih belum bersatu dan berbentuk kerajaan salah satu sistem hukum yang berlaku adalah Sistem Hukum Jawa pada masyarakat Jawa. Secara periodisasi, salah satu yang menarik adalah bagaimana Sistem Hukum Jawa pada Abad Ke-18 pasca Perjanjian Giyanti yang membagi kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian yaitu Surakarta (Kasunanan) dan Yogyakarta (Kasultanan) pada tanggal 13 Februari 1755 dan Perjanjian Salatiga pada bulan Februari 1757 yang memberikan Mangkunegara I tanah sejumlah 4000 karya dari Paku Buwana III.
Pasca Perjanjian Giyanti struktur pemerintahan di dalam Sistem Hukum Jawa menjadi berbeda. Otoritas tertinggi di dalam struktur pemerintahan adalah Raja Surakarta dan Raja Yogyakarta. Otoritas tertinggi membuat peraturan yang kemudian dilaksanakan oleh Angabei Amongpraja untuk pengadilan di Surakarta dan Angabei Nitipraja untuk pengadilan di Yogyakarta. Selain Angabei, pelaksanaan aturan tertinggi juga dilakukan oleh patih kedua kerajaan yaitu Adipati Sasradiningrat sebagai patih di kerajaan Surakarta dan Adipati Danureja sebagai patih di kerajaan Yogyakarta.
Baca Juga: Diakui di KUHAP, Ternyata Autopsi Sudah Dikenal di Zaman Mesir Kuno
Pada prinsipnya, di dalam Sistem Hukum Jawa apabila terdapat sengketa di masyarakat lebih diselesaikan secara damai tanpa perlu mengajukan gugatan ke pengadilan. Namun, apabila tidak bisa diselesaikan dengan damai bisa diajukan ke pengadilan dengan beberapa syarat yaitu: (1) Dengan surat; (2) Ada capnya; (3) Boleh diwakilkan; (4) Uraian perkara di dalam gugatan tersebut; dan (5) Untuk memperkuat gugatan harus bersumpah terlebih dahulu. Apabila gugatan sudah dimasukan maka pihak yang kalah akan dikenakan sanksi. Namun, yang unik di dalam Sistem Hukum Jawa pejabat hukum yang terkait dengan perkara tersebut dapat juga dikenakan sanksi apabila terbukti memperlambat atau menyalahi batas waktu penyelesaian perkara yang sudah ditentukan oleh otoritas. Berikut jenis-jenis sanksi yang terdapat di dalam Sistem Hukum Jawa:
1. Sanksi Denda Uang
Sanksi ini digunakan terhadap perkara-perkara yang berkaitan dengan masalah perdata.
2. Sanksi Pekerjaan
Sanksi ini masih dalam kaitannya dengan hukum perdata yang mana pihak yang kalah. Dalam hal ini, apabila seluruh harta yang dimiliki oleh pihak yang kalah sudah digunakan untuk membayar denda atau ganti rugi dan masih tidak cukup, maka pihak yang kalah diwajibkan mengabdi (mujang) kepada yang menang sesuai dengan kesepakatan.
3. Sanksi Cambuk
Sanksi ini diberikan kepada pihak yang melakukan kejahatan sampai menghilangkan nyawa manusia. Sama dengan sanksi sebelumya, sanksi ini merupakan pilihan terakhir apabila sanksi denda tidak dibayarkan oleh pihak yang kalah kepada kerajaan.
4. Sanksi Rantai
Sanksi ini diberlakukan tehadap siapapun yang dianggap bersalah baik itu perdata ataupun pidana yang mengakibatkan luka-luka dan kematian orang lain. Apabila perbuatan pelaku mengakibatkan luka-luka pada umumnya dikenakan sanksi diikat rantai selama 4 tahun dan apabila mengakibatkan kematian dapat dikenakan sanksi diikat rantai seumur hidupnya atau dibuang ke seberang lautan.
5. Sanksi Ganti Kerugian
Sanksi ini diberlakukan terhadap siapapun baik itu bangsa kulit putih (Belanda) maupun Cina yang mengalami kerugian karena barang bawaannya telah dirampok atau dicuri di dalam suatu penginapan yang resmi. Namun, apabila ingin mendapatkan perlindungan hukum harus melaporkan terlebih dahulu kepada yang berwajib sehingga barang yang kehilangan tersebut dapat diganti rugi oleh kerajaan dan yang mengalami kehilangan harus bersumpah terlebih dahulu.
6. Sanksi Bersumpah
Sanksi ini dikenakan kepada seseorang yang ingin membersihkan kejahatannya. Dalam hal ini, apabila seseorang merasa tidak bersalah nama baiknya dapat direhabilitasi dengan mengucapkan sumpah bahwa memang dirinya tidak bersalah.
7. Sanksi Copot Jabatan
Sanksi ini hanya berlaku bagi para pejabat hukum ataupun pemerintahan yang dikenakan apabila terbukti menyalahi aturan yang telah ada dalam menyelesaikan suatu perkara. Dalam hal ini, sanksi dikenakan apabila pejabat tersebut terbukti memperlama atau memperlambat penyelesaian perkara peradilan di setiap tingkatan peradilan sehingga waktu penyelesaiannya berlarut-larut.
8. Sanksi Dibuang
Sanksi ini hanya berlaku bagi seseorang yang kesalahan dan dosanya tidak dapat diampuni lagi. Sanksi ini merupakan sanksi yang paling berat dibandingkan dengan jenis sanksi yang lain. Salah satu jenis perbuatan yang dihukum dengan sanksi ini adalah perbuatan pembunuhan yang didahului dengan penganiayaan dan pemerkosaan. Pada umumnya, Sanksi Dibuang didahului oleh Sanksi Cambuk. Sanksi Dibuang terdiri dari hukuman buang jaba rangkah (luar wilayah), jaba nigari (luar kerajaan), ing wana (di hutan), dan tanah sabrang (keluar pulau).
Urutan Kualitas Sanksi
Sebagaimana jenis sanksi yang sudah dijelaskan, sanksi-sanksi tersebut juga mempunyau urutan kualitas sanksi dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Berikut urutan kualitas sanksi dari yang paling ringan ke yang paling berat sebagai berikut:
(1) Bersumpah adalah sanksi yang dapat dianggap sangat ringan karena tidak ada kerugian secara fisik maupun material namun yang lebih ditekankan dalam sanksi ini adalah moral yang dipertaruhkan;
(2) Denda Uang adalah sanksi yang dianggap cukup ringan karena tidak adak kerugian fisik dalam sanksi tersebut;
(3) Ganti Rugi adalah sanksi yang dianggap ringan karena walaupun ganti rugi berupa sanksi yang bersifat material namun penggantian dilakukan apabila pihak yang kalah tidak cukup mengganti barang yang telah ditetapkan oleh pengadilan sehingga sifat dari sanksi Ganti Rugi adalah mengganti kekurangan dari denda yang telah dibayar sebelumnya;
(4) Denda Pekerjaan adalah sanksi yang dapat dianggap cukup berat karena pihak yang kalah harus menjalani kewajiban mengabdi kepada yang menang sesuai dengan kesepakatan. Sanksi ini dapat dikatakan memberikan kerugian secara moral, material, dan fisik;
(5) Pencopotan Jabatan adalah sanksi yang dianggap berat karena target dari sanksi ini adalah pejabat yang melakukan kesalahan dan sanksi ini memberikan kerugian secara moral dan gengsi; (6) Cambuk adalah sanksi yang dianggap berat karena memberikan kerugian secara fisik dan pelaku kejahatan juga harus direhabilitasi moralnya;
(7) Rantai adalah sanksi yang berat karena secara moral pelaku kejahatan tidak dapat diampuni lagi dan juga memberikan kerugian secara fisik bagi pelaku kejahatan; dan terakhir
(8) Dibuang adalah sanksi paling berat karena perbuata pelaku sudah dianggap tidak lagi dapat diampuni secara moral dan juga sudah dianggap tidak layak lagi tinggal di antara masyarakat sehingga pelaku harus dibuang jauh dari masyarakat.
Pada umumnya, sanksi ini diberlakukan setelah pelaku dikenakan Sanksi Cambuk terlebih dahulu. (AAR/YBB)
Referensi:
1. Sistem Hukum Jawa dalam Masyarakat Jawa Abad Ke-18 Tinjauan Sejarah (Prapto Yuwono, Tesis, 2004, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia)
Baca Juga: Menelusuri Penerapan Pidana Peringatan Terhadap Anak
3. Angger Pradata Akir: Peraturan Hukum di Kerajaan Jawa Sesudah Mataram (Ugrasena Pranidhana, Jurnal Makara Sosial Humaniora, Vol.7, No. 2 Desember 2003)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum