Cari Berita

Kasus Korupsi Antam Rp 1,8 Triliun, PT Jakarta Vonis Herman di Atas Tuntutan

article | Sidang | 2025-07-28 09:30:34

Jakarta- Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menghukum mantan Vice President Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM), Herman selama 10 tahun penjara. Hukuman itu di atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengajukan tuntutan selama 9 tahun penjara.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan denda sebesar Rp750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan,” demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dikutip DANDAPALA, Senin (28/7/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Budi Susilo dengan anggota Tahsin dan Margareta Yulie Bartin. Alasan memperberat yaitu perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, telah mengakibatkan kerugian atas keuangan negara dan telah memperkaya orang lain. Dalam memutus, majelis mempertimbangkan juga Perma 1/2020.“Menimbang bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan penjatuhan pidana/lamanya pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama selama 8 (delapan) tahun pidana penjara terhadap Terdakwa Herman mengingat kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sangatlah besar yaitu sebesar Rp 1.811.054.337.110,- (satu triliun delapan ratus sebelas miliar lima puluh empat juta tiga ratus tiga puluh tujuh ribu seratus sepuluh rupiah) sehingga disamping mengusik rasa keadilan di dalam masyarakat dan tidak menimbulkan efek jera, perbuatan Terdakwa Herman menurunkan kepercayaan publik terhadap investasi emas terutama bagi investor ritel yang mengutamakan keamanan dan kepastian hukum serta menggerus pasar resmi PT Antam yang menyebabkan kerugian besar bagi Perusahaan dan negara,” demikian bunyi pertimbangan majelis.

PN Jakpus Siarkan Sidang Putusan Hasto Live di YouTube dan Fasilitasi TV Pool

article | Berita | 2025-07-24 07:20:47

Jakarta- Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Dr Husnul Khotimah menyatakan pihaknya akan menyiarkan sidang putusan Hasto Kristiyanto secara live di YouTube chanel PN Jakpus. Selain itu, PN Jakpus juga memfasilitasi tv pool dan sinergi dengan media massa.“Berdasarkan hasil evaluasi sidang-sidang sebelumnya, kami rasa perlu dilakukan media breafing untuk kita bisa saling bersinergi antara pengadilan dengan media dalam peliputan perkara yang menarik perhatian publik,” kata Dr Husnul Khotimah.Hal itu disampaikan dalam media breafing yang digelar di lantai 7 Gedung PN Jakpus, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakpus, Rabu (23/7) kemarin. Hadir dalam acara itu 42 wartawan dari perwakilan berbagai media nasional, baik media online, televisi, cetak, radio serta pewarta foto.“"Karena ini evaluasi dari sidang sebelumnya bahwa terjadi yang cukup crowded. Dari pengadilan melakukan evaluasi, kemudian apa sih yang kurang. Dan yang penting, ini tidak hanya untuk hari Jumat besok, tetapi ke depan, karena akan ada persidangan-persidangan yang cukup menarik perhatian publik juga," jelasnya Husnul Khotimah.Berikut sebagian kesepakatan antara pihak PN Jakpus dengan media: 1.         TV Pool akan dihandel tim KOMPAS TV.2.         Kapasitas ruang sidang 70 orang yang akan diisi:a.         30 pengunjungb.        40 media yang terdiri dari  15 orang pewarta foto, 20 wartawan dan 5 kru tv pool.3.         Bagi media yang tidak bisa masuk ke ruang sidang, bisa menunggu di lobi.4.         Sidang akan disiarkan di chanel YouTube PN Jakpus.5.         Disediakan space doorstop di lobi.6.         Diharapkan selama sidang pembacaan putusan, tidak ada yang keluar masuk ruangan."Jadi diharapkan nanti pada saat pembacaan, hanya 70 orang yang ada dalam persidangan. Apabila masih ada yang datang, itu masih bisa ada di lobi area pengadilan," ucap jubir PN Jakpus, Andi Saputra di tempat yang sama. "Dan selebihnya untuk para simpatisan yang akan melakukan aksi, nanti di jalan sambil melihat YouTube, menyaksikan langsung jalannya persidangan. Sehingga saya harap, dengan banyaknya saluran atau channel melihat menonton jalannya persidangan, masyarakat bisa menyaksikan dengan tertib di tempat masing-masing," sambung Andi.

PT Palangkaraya Perberat Vonis Terdakwa Korupsi 18 Bulan Penjara Jadi 7 Tahun Bui

article | Sidang | 2025-07-02 12:05:25

Palangkaraya- Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kaltengah) memperberat hukuman Zulhaidir dari 18 bulan penjara jadi 7 tahun penjara. Terdakwa kini sedang mengajukan kasasi. Apa alasan majelis banding?Kasus bermula saat Kepala Dinas Perindustrain dan Perdagangan (Kadisperindag) Kotawaringin Timur (Kotim) itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2019. Yaitu terkait proyek Pembangunan Gedung Expo di Jalan Tjilik Riwut Sampit. Dalam pekerjaan itu, terjadi kebocoran anggaran mencapai Rp 3 miliar lebih.  Akhirnya, Zulhadir dkk diadili.Oleh Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya, Zulhaidir dihukum 18 bulan penjara. Atas hal itu, jaksa banding dan dikabulkan.“Menyatakan Terdakwa  Dr. H. Zulhaidir Bin H Japri Indil (alm) tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan tindak korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer,” demikian bunyi amar putusan PT Palangkaraya yang dikutip DANDAPALA, Rabu (2/7/2025).Duduk sebagai ketua majelis Muhammad Damis dengan anggota Agung Iswanto dan Rahmat. Adapun Panitera Pengganti yaitu Leon.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda sejumlah Rp 350 juga dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan,”  ujarnya.Pertimbangan majelis hakim memperberat hukuman tersebut adalah mendasarkan pada Perma 1/2020. Yaitu:Memperhatikan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan membandingkannya dengan kesalahan, kerugian negara, dampak, dan keuntungan terdakwa, yakni:1). Kategori kerugian Negara berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan kerugian keuangan daerah dalam perkara adalah sejumlah Rp3.276.572.459,99 (tiga miliar dua ratus tujuh puluh enam juta lima ratus tujuh puluh dua ribu empat ratus lima puluh sembilan, sembilanpuluh sembilan sen), dengan demikian dari kategori kerugian keuangan negara adalah sedang (Pasal 6 ayat (1) huruf c);2). Aspek Kesalahan, jika dilihat aspek kesalah, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dalam perkara a quo posisi Terdakwa adalah sebagai Pengguna Anggaran, yang memegang peranan yang signifikan dalam proses pencairan anggaran karena tanpa Terdakwa selaku Pengguna Anggaran mengajukan permintaan pencaiaran, maka anggaran tidak akan dicairkan, dengan demikian dari aspek kesalahan, kesalahan Terdakwa dapat dikualifisir tinggi (Pasal 8 huruf a angka 1).3). Aspek Dampak, jika ditinjau dari aspek dampak, maka dalam perkara a quo ruang lingkup dampaknya adalah kabupaten, sehingga dikualifikasi rendah (Pasal 10 huruf b angka 2).4). Aspek Keuntungan dalam perkara a quo tidak terungkap fakta di persidangan bahwa Terdakwa memperoleh keuntungan sehingga dari perspektif keuntuk kategorinya adalah rendah (Pasal 10 huruf c). 5) Perbuatan Terdakwa berdasarkan Lampiran Tahap III (Pasal 12) masuk dalam matrik rentang penjatuhan pidana pada kolom [IV] yaitu penjara antara 6 (enam) sampai dengan 8 (delapan) Tahun dan denda sejumlah antara Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 400 juta.Berikut keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa di mata hakim:Keadaan yang memberatkan:- Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana Korupsi.- Perbuatan Terdakwa dapat menghilangkan kepercayaan Masyarakat terhadap pemerintah,- Terdakwa merupakan aparat Aparatur Sipil Negara (ASN);- Tindak pidana sejenis yang dilakukan oleh Terdakwa in casu tindak tinggiKeadaan yang meringankan:- Terdakwa belum pernah dihukum pidana korupsi di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Palangkaraya relatif- Terdakwa kooperatif dalam menjalani proses peradilan- Terdakwa belum menikmati hasilnya- Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga

Pakai Perma 1/2020, Hakim Vonis 18 Bulan Bui Kadis yang Nikmati Korupsi Rp 0

article | Sidang | 2025-07-01 14:45:37

Palangkaraya  - Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara kepada Marinus Apau (54). Sebab saat menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lamandau (2019-2021) ia terbukti korupsi. Berapa uang yang dinikmati Marinus dari hasil korupsi itu?Kasus bermula saat dilaksanakan protek fasilitas sarana air bersih (SAB) non standar perpipaan di satuan permukiman transmigrasi Kahingai, Belantikan Raya, Lamandau sebesar Rp 1,08 miliar pada 2020. Dalam pelaksanannya, terjadi kebocoran anggaran sehingga sejumlah nama dimintai pertanggungjawaban pidana.Salah satunya Marinus Apau yang saat itu adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lamandau. Setelah melalui proses persidangan, Marinus Apau dinyatakan bersalah dan dihukum. Marinus Apau dinyatakan bersalah karena tidak melakukan pengawasan jalannya proyek dan hanya mempercayakan pelaksanaan proyek ke anak buah.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) dan 6 (enam) bulan dan 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan,” demikian bunyi putusan PN Palangkaraya yang dikutip DANDAPALA, Selasa (1/7/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Ricky Ferdinand dengan anggota Muji Kartika Rahayu dan Iryana Margahayu. Adapun panitera pengganti Ika Melinda Meliala. Untuk diketahui, Muji dan Iryana adalah dua srikandi hakim ad hoc tipikor.“Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,” ucap majelis.Alasan majelis menghukum terdakwa 18 bulan penjara merujuk ke Perma Nomor 1 Tahun 2020. Yaitu:Menimbang, bahwa selanjutnya untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, yaitu kategori kerugian keuangan negara, tingkat kesalahan, dampak dan keuntungan;Menimbang bahwa kerugian keuangan negara dalam perkara ini adalah dari total objek perkara atau 100%. Berdasarkan pasal 6 ayat (2) huruf c Perma 1/2020, kerugian tersebut masuk kategori sedang;Menimbang bahwa Terdakwa memiliki peran yang signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama.Berdasarkan pasal 9 huruf a angka 1 kesalahan tersebut masuk kategori sedang.Menimbang bahwa perbuatan Terdakwa mengakibatkan dampak atau kerugian dalam skala desa. Pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan karena ada kesalahan pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.Berdasarkan Pasal 10 huruf b Perma Nomor 1 Tahun 2020, dampak tersebut masuk kategori rendah;Menimbang bahwa Terdakwa menerima harta benda dari tindak pidana korupsi senilai Rp 0,00 (nol rupiah). Nilai pengembalian adalah 0. Berdasarkan Pasal 10 huruf c Perma Nomor 1 Tahun 2020, nilai tersebut masuk kategori rendah;“Berdasarkan kategori-kategori tersebut, Majelis Hakim berkesimpulan kriteria perbuatan Terdakwa berada pada tingkat rendah,” ungkap majelis dengan suara bulat. (asp/asp)     

Korupsi dan Kekuasaan

article | Opini | 2025-06-26 09:05:58

SEJAWARAN Inggris, Lord Acton pada abad ke-19 melontarkan pernyataan masyhur yang dicatat hingga sekarang yaitu ‘kekuasaan cenderung korup’ atau lengkapnya ‘power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely’. Di mana pada era itu, Inggris berada dalam zaman kegelapan korupsi. Untuk mencegahnya, maka kekuasaan itu kemudian dibatasi. Seperti lewat election, birokrasi, hukum administrasi, hingga delik pidana. Irisan antara korupsi dan kekuasaan seperti keping uang logam, yaitu kekuasaan adalah uang logam tersebut. Satu muka keping adalah keping kemanfaatan, dan satu muka lainnya adalah keping korupsi. Keping kekuasaan itu tidak hanya menyimpan sisi terang, juga sisi suram nan gelap. Sekali keping kekuasaan itu disalahgunakan, maka yang terlihat adalah sisi korupsi. Tapi bila keping kekuasaan itu bersih, maka yang muncul adalah muka keping kemanfaatan bagi masyarakat. Kegelisahan akan kekuasaan yang cenderung melahirkan korupsi sudah muncul jauh sebelum Lord Acton menyatakan hal tersebut di atas. Pada era Yunani dan Romawi kuno, korupsi didefinisikan tidak hanya untuk tindakan suap belaka. Tapi juga sudah didefinisikan sebagai perbuatan pejabat publik yang hidup foya-foya, kolusi, hingga kemerosotan moral. Yunani kuno yang menginisiasi demokrasi perwakilan juga terjangkit korupsi elektoral akut. Akhirnya korupsi merusak sendi-sendi negara dan peradaban Yunani - Romawi kuno runtuh.Belakangan, Max Webar mengerucutkan definisi korupsi yaitu dari kemerosotan moral menjadi korupsi adalah penyelewengan mandat. Dan mandat yang dimaksud adalah mandat rakyat yang diserahkan kepada negara.Di era modern, kekuasaan itu bisa terjelma dalam lembaga publik atau lembaga privat yang berasal dari hak publik. Lembaga publik secara sederhana tersalurkan dalam lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Sedangkan kekuasaan lembaga privat yang berasal dari hak publik terjelma dalam BUMN.Seiring waktu, kekuasaan itu melahirkan modus dan tindakan korupsi yang semakin rapi. Locus delicti juga lintas negara. Korupsi ‘beli putus’ kini menjadi modus yang kuno. Korupsi kini dirancang sedemikian rupa oleh agen-agen kekuasaan dengan melibatkan berbagai institusi kelembagaan yang melahirkan korupsi kekuasaan: kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif hingga kekuasaan yudikatif. Dari hulu ke hilir, dari perencanaan hingga eksekusi. Hukum pidana yang membatasi diri pada ‘unsur delik’ akhirnya harus berkejar-kejaran dengan korupsi yang dibalut kekuasaan. Artdijo Alkostar menyebut dalam berbagai putusannnya sebagai kejahatan 'korupsi politik', yaitu perbuatan yang dilakukan pejabat publik yang memegang kekuasaan politik tetapi kekuasaan politik itu digunakan sebagai alat kejahatan.Kekuasaan publik di sektor ekonomi juga diakali dengan dibalut kedok keperdataan. Bermodal secarik kertas perjanjian/kontrak, kekayaan alam Indonesia ramai-ramai dirampok oleh korporasi yang berkelindan dengan pejabat publik.  Padahal, Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jangan sampai negara hanya menjadi penonton saat rumahnya digarong.Oleh sebab itu, lahirlah berbagai peraturan pemberantasan korupsi yang sengaja dilahirkan untuk membunuh nafsu kekuasaan yang korup. Bahkan, ketika delik kekuasaan korup itu belum sempurna pun, yaitu baru bermufakat jahat saja, sudah bisa dikenakan delik korupsi.Maka sudah tepat dengan 7 jenis tindak pidana korupsi saat ini yang berlaku dalam UU Tipikor. Yaitu penyalahgunaan wewenang, suap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Bila diperas lagi menjadi dua pohon besar korupsi yaitu penyahgunaanwewenang dan bribery. Serta sejumlah perbuatan lain yang disamakan dengan korupsi. Pemberantasan korupsi itu pada akhirnya berujung di Pengadilan Tipikor berupa putusan hakim yang berkepastian hukum, berkeadilan hukum dan berkemanfaatan hukum dengan bertujuan guna mengontrol jalannya kekuasaan agar tidak korup, baik di lavel nasional atau pun di daerah. Oleh sebab itu, sudah selayaknya hakim/hakim ad hoc dan aparatur Pengadilan Tipikor mendapatkan hak-hak yang sepadan dalam menjalankan tugasnya yang sangat berat tersebut.Apalagi, palu hakim/hakim adhoc tipikor lah yang menentukan pengembalian kerugian keuangan negara ribuan triliun Rupiah hasil korupsi kekuasaan tersebut. Selain itu, penentu akhir silang pendapat antar lembaga audit soal kerugian negara kini di tangan hakim. Yaitu sesuai Perma Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016. Tertulis yaitu:“Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara”.Oleh sebab itu, selain membuat efek jera dengan memberikan hukuman pidana badan secara maksimal, mengembalikan kerugian keuangan/perekonomian negara dengan maksimal juga merupakan salah satu cara agar kekuasaan yang dikorup kembali ke jalan yang benar yaitu mandat rakyat. Sebagai penutup, menarik menyitir kembali tulisan sastrawan Prancis, Voltaire dalam novelnya, Candide (1759):"Di negeri ini lebih baik membunuh seorang laksamana dari waktu ke waktu untuk memotivasi laksamana-laksamana lain (dans ce pays-ci, il est nom de tuer de temps en temps un amiral pour encourager les autres) ," (asp)

PN Yogya Vonis Eks Lurah 2 Tahun Penjara Gegara Korupsi Alih Fungsi Lahan

article | Berita | 2025-03-25 04:10:24

Sleman- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada mantan Lurah Maguwoharjo, Sleman, Kasidi. Ia dinyatakan terbukti mengalihfungsikan lahan desa."Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kasidi dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 50 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," demikian bunyi putusan yang dikutip DANDAPALA dari SIPP PN Yogyakarta, Senin (24/3/2025).Sebab, Kasidi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam Dakwaan Kedua melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu Kasidi juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 99.373.000.“Dengan ketentuan jika dalam waktu sebulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti,” ujar putusan yang diketuai Vonny Trisaningsih dalam sidang pada Senin (24/3) kemarin.“Dan jika harta benda yang disita tidak cukup untuk membayar uang pengganti maka terdakwa menjalani pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti selama 1 tahun penjara,” sambung majelis yang beranggotakan Gabriel Siallagan dan Elias Hamonangan.Kasus KeduaVonis 2 tahun penjara itu merupakan kasus kedua yang menjerat Kasidi. Dalam perkara kedua ini, ia didakwa melakukan penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) di Maguwoharjo yang dibangun sekolah sepakbola dan fasilitas pendukungnya. Antara lain mess (penginapan), lahan parkir, ruang meeting, dan restoran. Penggunaan TKD itu tanpa mengantongi izin Gubernur DIY.Sebelumnya, Kasidi juga telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 300 Juta subsider 3 bulan penjara dalam perkara pembiaran pembangunan perumahan di TKD di wilayahnya. Sidang putusannya dilangsungkan pada Senin (10/6/2024) lalu. Putusan itu dikuatkan di tingkat banding dan sedang dalam proses kasasi. (asp/asp)

Terseret Kasus Korupsi, Mantan Ketua Bawaslu OKU Timur Dipenjara 2 Tahun

article | Berita | 2025-03-19 15:50:49

Palembang- Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang , Sumatera Selatan (Sumsel) menjatuhkan hukuman kepada Abdul Ghufron. Mantan Ketua Bawaslu Ogan Komering Ulu (OKU) Timur itu dinyatakan terbukti korupsi dana hibah.Kasus bermula saat Bawaslu OKU Timur mengajukan penambahan anggaran dana hibah ke pemda setempat sebesar Rp 28 miliar lebih pada 2019. Tujuannya untuk pilkada serentak.Lalu yang disetujui sebesar Rp 16,6 miliar. Ternyata anggaran ini mengalami kebocoran di sana-sini. Abdul Ghufron pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut di muka hukum.Setelah melalui persidangan, majelis hakim menilai Abdul Ghufron bersalah dan harus dihukum.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda sejumlah Rp 100 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” demikian bunyi putusan PN Palembang yang dikutip DANDAPALA dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu (19/3/2025).Putusan itu diketok ketua majelis hakim Kristanto Sahat Sianipat dengan anggota Ardian Angga dan Waslam Wakhsid. Di mana Waslam adalah hakim ad hoc tipikor. Putusan itu diketok pada Senin (17/3) kemarin.“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 200 juta,” ujar majelis.Uang itu diperhitungkan dari penyitaan uang di Penuntut Umum sejumlah Rp 716.000.000 juta dari saksi Mulkan sejumlah Rp 1.035.865.000 dari Akhmad Widodo Bin Jemingun dan Rp 725.188.312 yang diserahkan dari Para Komisioner BAWASLU Kab. OKU Timur termasuk Terdakwa dengan total berjumlah Rp 2.477.053.312 diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian keuangan negara oleh Terdakwa yang dirampas untuk negara dan disetorkan ke Kas Pemerintah Kabupaten OKU Timur.“Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” putus majelis hakim.Sebelum memutuskan hukuman itu, majelis mempertimbangkan keadaan yang memberatkan yaitu perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Selain itu, Terdakwa tidak berterus terang dan tidak mengakui perbuatannya dan telah menikmati hasil tindak pidana.“Terdakwa merupakan pimpinan Bawaslu Kab OKU Timur selaku Ketua yang seharusnya memberikan contoh dan menjadi panutan bagi staf atau bawahannya,” ucap majelis hakim.

PN Bengkulu Vonis Eks Kadis Koperasi 28 Bulan Bui di Kasus Korupsi Pasar

article | Berita | 2025-02-25 11:10:36

Bengkulu- Pengadian Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu menjatuhkan hukuman kepada 6 orang terdakwa korupsi pembangunan pasar inpres. Satu di antaranya adalah Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kaur, Agusman Efendi (50) selama 2 tahun dan 4 bulan penjara.Kasus bermula saat Pemda Kaur berencana membangun pasar pada 2021. Ternyata proyek itu mengalami kebocoran anggaran di sana sini. Alhasil, Agusman dkk diadil dalam perkara tersebut.“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Agusman Effendi Bin Abdul Latif dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 4 bulan dan pidana denda sejumlah Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” demikian bunyi putusan yang dikutip dari Salinan Putusan PN Bengkulu sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (25/2/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Aguz Hamzah dengan anggota Muhammad Fauzi dan Ramayani Darwis. Kedua hakim anggota itu adalah hakim ad hoc.“Menyatakan pidana yang dijatuhkan dikurangkan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa Agusman Effendi Bin Abdul Latif. Menetapkan Terdakwa Agusman Effendi Bin Abdul Latif untuk tetap berada dalam tahanan,” ujar majelis hakim dalam sidang pada Senin (24/2) kemarin.Majelis tersebut juga menjatuhkan pidana tambahan berupa Uang Pengganti sejumlah Rp 181 juta. Namun Terdakwa telah menitipkan uang pada Kejaksaan Negeri Kaur sejumlah Rp 181 juta yang akan disita untuk Negara dan diperhitugkan sebagai uang pengganti.“Sehingga Majelis Hakim menetapkan Terdakwa tidak dibebankan lagi untuk membayar uang pengganti,” ujar majelis.Selain Agusman, berikut nama terdakwa lain di kasus itu:Direktur CV SYB, Meldan Efendi dijatuhi hukuman 2 tahun 4 bulan penjara, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 80.400.000.Peminjam perusahaan VC SYB, Saudarmadi Agus dijatuhi hukuman 2 tahun 4 bulan penjara, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan, dan Uang Pengganti Rp 487 juta.Anggota Polda UKPBJ Kaur, Thavib Setiawan, dijatuhi hukuman 2 tahun 4 bulan penjara, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan dan Uang Pengganti Rp 40 juta.Peminjam CV TJK, Indrayoto dijatuhi hukuman 2 tahun 4 bulan penjara, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan dan Uang Pengganti Rp 138.481.847.Wakil Direktur CV TP, Rustam Effendi, dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan dan Uang Pengganti Rp 147.730.000.