Cari Berita

Strategi Jadi Mediator Perkara Lingkungan Hidup yang Profesional

article | Opini | 2025-04-10 06:30:37

MEDIATOR adalah pihak netral dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Tapi bagaimana bila dalam kasus lingkungan hidup?Merujuk Pasal 1 angka 2 Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi diatur Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Sertifikat Mediator menjadi syarat yang harus dimiliki oleh seseorang apabila bertindak sebagai mediator di pengadilan. Namun syarat ini tidak bersifat kaku karena apabila tidak ada mediator bersertifikat di suatu pengadilan maka ketua pengadilan dapat menunjuk hakim yang tidak bersertifikat untuk menjalankan fungsi mediator.Sertifikat Mediator ini berupa dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau Lembaga Sertifikasi Mediator yang pada pokonya menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi Mediator. Khusus untuk Lembaga Sertifikasi Mediator adalah Lembaga yang telah mendapat akreditasi dari Mahkamah Agung. Dalam pelatihan sertifikasi mediator, seseorang akan dilatih dan didik 4 (empat) kompetensi utama yaitu kompetensi interpersonal, kompetensi proses mediasi, kompetensi pengelolaan mediasi dan kompetensi etis dan pengembangan diri mediasi. Kompetensi interpersonal bertujuan agar melatih seseorang mediator dapat membina hubungan yang saling percaya dengan para pihak dalam mediasi. Selanjutnya kompetensi proses mediasi bertujuan untuk melatih mediator dapat menggunakan keterampilan dan teknik mediasi sesuai kebutuhan guna membantu para pihak mencapai penyelesaian sengketa. Kemudian kompetensi pengelolaan mediasi bertujuan agar mediator dapat menciptakan lingkungan yang membuat para pihak memiliki kesempatan terbaik dalam mencapai penyelesaian. Terakhir adalah kompetensi etis dan pengembangan diri mediasi. Kompetensi ini bertujuan agar seseorang mediator menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik dan norma praktek mediator serta mediator melakukan pengembangan diri baik melalui training, variasi penanganan kasus, seminar, forum diskusi dan media serta sumber pembelajaran lainnya. Kumpulan 4 (empat) kompetensi tersebut disebut dengan Rumah Mediator. Di mana minat dan motivasi sebagai dasar dari Rumah Mediator tersebut.  Dinding berupa 2 (dua) kompetensi yang menjadi tembok yang kukuh yaitu kompetensi interpersonal, kompetensi proses mediasi. Plafon berupa kompetensi pengelolaan mediasi dan atap berupa kompetensi etis dan pengembangan diri mediasi yang menaungi kompetensi-kompetensi lain. Lalu bagaimana dengan kompetensi mediator dalam perkara lingkungan hidup? Sebagai seorang mediator, tugas utama yang dilaksanakan dalam setiap perkara yang dimediasi adalah  mendorong para pihak untuk mencari pilihan-pilihan penyelesaian yang adil dan terbaik bagi para pihak. Selain itu tentunya pilihan penyelesaian itu dapat dilaksanakan oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, kesusilaan dan tidak merugikan pihak ketiga. Selain harus memiliki 4 (empat) kompetensi diatas dalam penanganan perkara lingkungan hidup, selanjutnya, dalam Pasal 41 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup diatur bahwa seorang mediator dalam membantu merumuskan kesepakatan perdamaian wajib memastikan kesepakatan perdamaian tidak merugikan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Oleh karena kesepakatan perdamaian harus dipastikan oleh mediator tidak merugikan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup maka lantas seorang mediator dalam perkara lingkungan hidup harus memahami terlebih dahulu bagaimana aturan main perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.  Sehingga baik tektok maupun perdebatan dalam perumusan kesepakatan perdamaian dapat dibantu oleh mediator dengan menjelaskan pagar-pagar aturan seputar perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Oleh karena itu sangat penting bagi seorang mediator dalam perkara lingkungan hidup memiliki kompetensi dalam memahami aturan-aturan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup baik sesuai jenis kasus lingkungan yang dimediasi maupun asas-asas hukum dalam penanganan perkara lingkungan hidup. Sehingga nantinya komunikasi Mediator dapat nyambung dengan para pihak dalam merumuskan opsi-opsi penyelesaian sengketa dan perkara lingkungan hidup pun dapat diselesaikan dengan perdamaian yang nantinya menjaga dan melindungi lingkungan. Seperti misalnya pemahaman Mediator akan asas kehati-kahatian sebagaimana diatur pasal 1 angka 10 Perma Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Disni Mediator dalam merumuskan kesepakatan perdamaian harus memfasilitasi para pihak akan opsi-opsi kesepakatan perdamaian yang mengutamakan tindakan pencegahan mengingat ketidakpastian pembuktian akan dampak serius yang akan terjadi dari pilihan-pilihan kesepakatan yang diambil oleh para pihak. Pemahaman mediator akan aturan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup tentunya dapat diperoleh baik melalui training baik yang diselenggarakan MA, seperti pelatihan singkat lingkungan hidup maupun pelatihan dari lembaga negara atau organisasi swasta yang menaungi lingkungan hidup. Selain itu selayaknya mediator tetap profesional untuk update pengetahuan dengan belajar dari berbagai media dan sumber seputar lingkungan hidup. Yosep Butar ButarMediator Hakim PN Teluk Kuantan

Kata Ahli Ini, Gambut Yang Terbakar Tidak Mungkin Pulih Seperti Semula

article | Berita | 2025-03-20 10:00:01

Kayuagung - Persidangan perkara kebakaran lahan gambut antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI melawan PT. Dinamika Graha Sarana (PT. DGS) kembali bergulir di PN Kayuagung. Dalam sidang pemeriksaan ahli dari Penggugat, yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, pada Selasa (18/03/2025) ini, KLHK menghadirkan 3 orang ahli di bidangnya masing-masing.Asmadi saad merupakan salah satu dari 3 orang ahli yang dihadirkan tersebut. Akademisi Universitas Jambi yang sekaligus merupakan Ahli Lahan Gambut ini didapuk untuk menjelaskan pendapatnya mengenai dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kebakaran lahan gambut. “Pada saat tim turun ke lapangan, kami menemukan fakta adanya lebih dari 6.000 Hektar lahan gambut di areal perkebunan PT.DGS yang terbakar”, ungkapnya.Dalam keterangannya, Asmadi juga menjelaskan bahwa lahan gambut mempunyai banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi lingkungan karena kandungannya yang menyimpan banyak air. Karena mempunyai banyak manfaat, maka untuk yang ketebalannya kurang dari 3 meter boleh dipergunakan bagi perkebunan termasuk perkebunan tebu dan sawit yang dimiliki oleh Tergugat. “Kami sampai terperosok saat di lokasi, itu menandakan kondisi lahan gambut di area PT. DGS sudah rusak karena terbakar”, lanjut Asmadi menceritakan pengalamannya ketika melakukan verifikasi lapangan. “Sekalipun ada tindakan pemulihan, namun lahan gambut yang terbakar tidak mungkin akan pulih kembali seperti semula”, tuturnya di hadapan Majelis Hakim yang terdiri dari Guntoro Eka Sekti sebagai Ketua Majelis, Anisa Lestari dan Indah Wijayati sebagai Anggota Majelis. Asmadi kemudian menyampaikan jika lahan gambut juga banyak menyimpan kandungan zat yang 50% nya bersifat racun apabila terbakar. “Sangat berbahaya jika asap kebakaran lahan gambut sampai terhirup oleh manusia”, tegas Asmadi.Selain Asmadi Saad, persidangan atas perkara nomor 38/Pdt.Sus-LH/2024/PN Kag tersebut juga menghadirkan Bambang Hero Saharjo yang merupakan Pakar Forensik Kebakaran dan Rakhmat Bowo Suharto yang merupakan Dosen Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang.Adapun gugatan tanggung jawab mutlak (strict liability) yang dilayangkan KLHK terhadap PT. DGS ini mulai terdaftar di PN Kayuagung sejak tanggal 21 Oktober 2024. Dari data yang tercatat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Kayuagung, KLHK mengajukan tuntutan ganti rugi senilai Rp 671 miliar dan tindakan pemulihan dengan biaya pemulihan yang diperkirakan mencapai  Rp 1,7 Triliun terhadap PT. DGS atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan kebakaran lahan gambut di perkebunan tersebut. Selanjutnya persidangan atas perkara ini, akan digelar kembali pada Selasa (15/03/2025) dengan agenda sidang pemeriksaan saksi dan ahli dari Tergugat. (AL)

Ketiadaan Regulasi, Ganti Rugi Lingkungan Hidup Masih Dikelola Kemenkeu

article | Berita | 2025-03-19 12:00:56

Kayuagung - Masih dalam lanjutan sidang pemeriksaan ahli dari Penggugat atas perkara lingkungan hidup antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI melawan PT. Dinamika Graha Sarana (PT. DGS) di PN Kayuagung. Pada persidangan Selasa (18/03/2025) perkara yang terdaftar dengan nomor 38/Pdt.Sus-LH/2024/PN Kag tersebut, KLHK selaku pihak Penggugat menghadirkan 3 orang Ahli untuk didengar keterangannya, yang terdiri dari Bambang Hero Saharjo yang merupakan Pakar Forensik Kebakaran, Rakhmat Bowo Suharto yang merupakan Dosen Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, dan Asmadi Saad yang merupakan Ahli Lahan Gambut.Setelah sebelumnya didengar keterangan Ahli Bambang Hero Saharjo dan Asmadi Saad, sidang yang dipimpin oleh Guntoro Eka Sekti sebagai Ketua Majelis, Anisa Lestari dan Indah Wijayati sebagai Anggota Majelis ini, dilanjutkan dengan mendengar keterangan Ahli Rakhmat Bowo Suharto yang menjelaskan mengenai regulasi terkait lingkungan hidup dan perizinan.Pertanyaan memantik disampaikan oleh Tim Kuasa Hukum Tergugat saat persidangan terkait eksekusi atas ganti kerugian materiil yang dimintakan oleh Penggugat. “Apakah benar ganti rugi dalam petitum tersebut, nantinya belum tentu diperuntukkan bagi lingkungan?”, ujar Tim Kuasa Hukum Tergugat. Merespon pertanyaan tersebut, Rakhmat Bowo Suharto menjelaskan bahwa jika gugatan dikabulkan, ganti rugi nantinya dibayar oleh Tergugat melalui Rekening Kas Negara. “Karena merupakan pendapatan negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), maka akan disetorkan ke Kas Negara yang dikelola oleh Kementerian Keuangan dan nantinya akan disalurkan sesuai dengan rancangan anggaran yang diajukan oleh masing-masing Kementerian”, tuturnya.Lebih lanjut, Rakhmat menyampaikan jika belum ada regulasi yang mengatur mengenai ganti rugi yang diperoleh dari gugatan lingkungan hidup akan langsung dibayarkan kepada KLHK untuk kepentingan lingkungan. “Meskipun belum ada regulasinya, tetapi Kementerian Keuangan pernah menyampaikan komitmennya jika ganti rugi tersebut akan diberikan kepada KLHK untuk pengelolaan lingkungan melalui mekanisme pengajuan permohonan ke Kementerian Keuangan”, tegasnya.Dari data yang dirangkum Tim Dandapala, nilai ganti rugi yang dituntut oleh KLHK kepada PT. DGS atas kerusakan lingkungan yang disebabkan kebakaran lahan gambut tersebut mencapai Rp 671 miliar, yang juga disertai dengan tindakan pemulihan yang biayanya mencapai Rp 1,7 Triliun. Selain ganti rugi, KLHK dalam petitumnya juga menuntut pembayaran bunga denda keterlambatan sebesar 6% per tahun dari total nilai ganti kerugian dan uang paksa sebesar Rp 5 juta. Adapun persidangan berikutnya akan digelar kembali pada Selasa (15/03/2025) dengan agenda sidang pemeriksaan saksi dan ahli dari Tergugat. (AL)