Cari Berita

Ketua Muda MA Pengawasan: Etika Profesi Hakim/ASN Kunci Reformasi Peradilan

Wiliam Edward - Dandapala Contributor 2025-11-03 11:00:30
Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) bidang Pengawasan, Dwiarso Budi Santiarto (dok.ist)

Jakarta- Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) bidang Pengawasan, Dwiarso Budi Santiarto, menghadiri seminar nasional yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial (KY) terkait etika profesi hakim dan ASN pada Senin (3/11/2025) di Auditorium Lantai 4 Gedung KY.

Dalam paparanya, Dwiarso menegaskan pentingnya harmonisasi antara MA dan KY untuk meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya etika publik dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.

”MA melalui Badan Pengawasan dapat bekerja sama dengan KY untuk mewujudkan etika publik yang berkualitas. Misalnya, dalam seleksi pemilihan calon hakim agung, Badan Pengawasan dapat membantu memberikan informasi mengenai latar belakang dan rekam jejak calon sebagai bahan pertimbangan KY dalam mengusulkan calon terpilih kepada DPR,” tambahnya.

Baca Juga: Etika Profesi Hakim dan Semiotika Ketidak-adilan

Menurutnya, penguatan etika profesi merupakan langkah strategis untuk meneguhkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Kerangka etika yang dibangun bukan hanya menjadi pedoman normatif, tetapi juga panduan operasional dalam setiap tindakan, keputusan, dan sikap profesional hakim serta aparatur sipil negara (ASN).

“Etika harus menjadi napas dalam setiap tugas kehakiman. Ia menuntun bagaimana kita berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan, agar semua berujung pada keadilan dan pelayanan publik yang berintegritas,” ujar Dwiarso.

Kerangka etika tersebut memastikan bahwa perilaku setiap hakim dan ASN selaras dengan prinsip keadilan, profesionalitas, serta tanggung jawab publik. Ia menegaskan bahwa tugas kehakiman tidak hanya soal menegakkan hukum, tetapi juga menjaga moralitas jabatan dan kepercayaan masyarakat.

Dalam paparannya, Dwiarso menjabarkan lima prinsip utama kerangka etika yang menjadi pilar profesionalitas dan integritas hakim serta ASN:

1. Independensi – Kebebasan berpikir dan menilai berdasarkan hukum, nurani, serta tanggung jawab moral, tanpa intervensi dari kekuasaan eksekutif, legislatif, pejabat peradilan, maupun tekanan publik.

2. Integritas – Kesatuan antara hati nurani, pikiran, dan perilaku yang didedikasikan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

3. Imparsialitas – Menegakkan hukum dengan pikiran dan hati yang bebas dari prasangka, kepentingan pribadi, atau pengaruh sosial.

4. Akuntabilitas dan Transparansi – Setiap keputusan dan proses kerja harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik dan lembaga pengawas.

5. Pelayanan Publik yang Berkeadilan – Pelayanan peradilan bukan sekadar menyelesaikan perkara, tetapi melayani manusia dalam mencari kebenaran dan keadilan.

“Pelayanan publik dalam peradilan adalah pelayanan kemanusiaan. Hakim dan ASN harus menghadirkan keadilan dengan empati dan kejujuran, bukan sekadar menjalankan prosedur,” tegasnya.

Baca Juga: Ketua PN Magelang: Kedisiplinan Pondasi Pemerintahan yang Bersih dan Efektif

Melalui penguatan lima prinsip tersebut, Dwiarso menekankan pentingnya membangun sistem etika yang kokoh, bukan hanya menuntun perilaku individu, tetapi juga memperkuat mekanisme kelembagaan yang berintegritas, responsif, dan berorientasi pada pelayanan publik.

”Integritas hakim dan ASN peradilan menjadi sorotan utama masyarakat. Badan Pengawasan sangat sering menerima laporan terkait masalah integritas yang tercantum dalam butir ke-5 Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, maka dari itu sebagai insan peradilan tetap lakukan pelayanan secara baik dengan hati nurani agar dapat meraih kepercayaan masyarakat”, ujar Dwiarso sekaligus menutup paparannya kali ini. (SNR/WI)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…