Cari Berita

Kolaborasi Hakim, Kunci Meningkatkan Integritas Peradilan

article | Opini | 2025-06-20 13:00:57

Hari Kamis tanggal 12 Juni 2025 merupakan salah satu hari yang bersejarah bagi Mahkamah Agung. Pada hari itu, sebanyak 921 calon hakim peradilan umum dikukuhkan menjadi hakim. Peristiwa ini begitu istimewa karena proses pengukuhan dihadiri langsung oleh Presiden Indonesia, Presiden Prabowo Subianto, setelah proses yang sama di tahun 2020 tidak terlaksana karena adanya kasus COVID-19. Pengukuhan hakim tahun ini bukan hanya mencerminkan penambahan jumlah hakim di Indonesia, tetapi juga memberikan harapan akan perbaikan kualitas hakim, khususnya tentang integritas. Integritas merupakan hal yang sangat penting bagi hakim dan dunia peradilan. Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., di hadapan para hakim dari seluruh Indonesia saat memberikan pembinaan yang digelar pada Rabu, 19 Februari 2025 menyampaikan “tanpa integritas tidak mungkin ada kepercayaan, dan tanpa kepercayaan berarti tidak ada kepemimpinan.” Integritas tinggi merupakan salah satu poin yang juga diatur dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009–02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dalam kode etik tersebut disebutkan bahwa integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur, dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakikatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik. Namun, dalam praktiknya, masih banyak kasus yang terjadi karena kurangnya integritas dalam diri hakim. Oleh karena itu, hadirnya hakim-hakim baru diharapkan dapat meningkatkan integritas di lingkungan peradilan. Kolaborasi antara hakim menjadi elemen strategis dalam memperkuat budaya integritas di lingkungan peradilan. Hakim yang telah bekerja membawa pengalaman dan kebijaksanaan, sementara hakim yang baru dikukuhkan membawa semangat dan perspektif baru. Sinergi keduanya tidak hanya memperkaya proses pengambilan keputusan, tetapi juga menciptakan mekanisme saling mengingatkan dan mengawasi yang menjadi fondasi penting dalam membangun integritas bersama. Kolaborasi ini menjadi penting karena menciptakan ruang pembelajaran dua arah. Hakim senior memiliki pengalaman panjang dalam menjalankan tugas, sedangkan hakim baru diharapkan membawa ide atau inovasi dalam meningkatkan integritas. Integritas bukan hasil kerja individu semata, tetapi tumbuh dalam budaya kolaboratif yang saling mendukung dan mengawasi. Ketika seorang hakim merasa diawasi, didukung, serta ditantang oleh sesama hakim, maka akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk berintegritas. Kolaborasi ini dapat direalisasikan melalui program mentorship antar generasi, di mana hakim yang telah bekerja membimbing hakim yang baru dikukuhkan tidak hanya secara teknis, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai etika profesi. Selain itu, perlu diadakan forum rutin seperti “Dialog Integritas Peradilan” atau "Dialog Etik Hakim" di satuan kerja atau forum diskusi daring, di mana para hakim lintas generasi bisa saling bertukar pengalaman dan membahas studi kasus etik secara terbuka. Penulis juga mengusulkan agar Mahkamah Agung membentuk unit kerja khusus yang memfasilitasi kolaborasi lintas angkatan ini dalam bentuk kegiatan pelatihan bersama, proyek peradilan inovatif, dan sistem pelaporan rekan sejawat (peer review) berbasis kepercayaan. Hakim yang lebih dulu bekerja tidak boleh tertutup, dan hakim baru tidak boleh merasa sungkan. Kolaborasi harus dibangun atas dasar keinginan bersama untuk menjaga martabat peradilan. Dengan kolaborasi yang erat dan kesadaran kolektif akan pentingnya integritas, maka pengadilan Indonesia akan semakin dipercaya oleh masyarakat. Pengukuhan 921 hakim baru seharusnya menjadi titik awal, bukan akhir dari sebuah gerakan menuju peradilan yang lebih bersih, kuat, dan berwibawa. Dalam perspektif manajemen sumber daya manusia, kolaborasi lintas generasi dapat meningkatkan efektivitas organisasi melalui transfer pengetahuan, sebagaimana ditegaskan Robbins dan Judge (2022) dalam teori organizational behavior. Secara realistis untuk gagasan ini masih terbentang banyak hambatan untuk direalisasikan, seperti perbedaan gagasan dan pola pikir antar hakim serta kesediaan para hakim untuk meluangkan waktu dalam berpartisipasi dalam forum diskusi. Namun, hal tersebut bukan sebagai penghalang untuk menciptakan peradilan yang berintegritas. Salah satu solusi yang bisa diupayakan adalah menjadwalkan forum tersebut secara berkala dan informal, agar tidak terasa sebagai beban tambahan. Budaya apresiatif juga perlu dikembangkan agar setiap generasi merasa dihargai dalam proses kolaboratif tersebut. (AL/LDR)

Seminar di PN Purwokerto, KY dan Prof Riris Bicara Pentingnya Integritas

article | Berita | 2025-05-16 20:55:32

Banyumas- Integritas sebagai napas, itulah yang menjadi ruh dalam acara hari ini. Dalam rangka memperkuat integritas, PN Purwokerto berinisiatif menggelar acara sosialisasi bertajuk 'Penguatan Integritas bagi Hakim dan Aparatur Pengadilan' dengan menghadirkan Komisi Yudisial (KY) sebagai narasumber dan pembicara pada sosialisasi tersebut. Selain Komisi Yudisial, PN Purwokerto juga menghadirkan Guru Besar dari Universitas Jenderal Soedirman sebagai salah satu pembicara. Acara ini dihadiri oleh para pimpinan pengadilan se-eks Karesidenan Banyumas baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, Advokat, Mahasiswa, Media dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Acara ini dibuka secara resmi dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Hymne Mahkamah Agung RI dan pembacaan doa.Dalam sambutannya, Eddy Daulatta Sembiring, selaku Ketua PN Purwokerto menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak M. Taufiq HZ selaku narasumber dari KY serta  Prof Riris Ardhanariswari  selaku narasumber dari Universitas Jenderal Soedirman dan juga tamu undangan yang telah meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk dapat hadir pada acara hari ini. Lebih lanjut Eddy menyebutkan KY memiliki peran penting dan sangat strategis untuk lembaga peradilan khususnya bagi Hakim yaitu dalam hal penguatan integritas Hakim, sebagai penjaga kehormatan dan keluhuran martabat pengadilan. Pada prinsipnya KY dan Mahkamah Agung (MA) memiliki tujuan yang sama, yaitu berupaya memastikan integritas sebagai napas bagi Hakim sebagai seorang pengadil. Selain itu, alasan mengapa unsur akademisi dilibatkan dalam forum ini karena Akademisi juga memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman komprehensif tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim serta berperan penting dalam menyumbang pemikiran dan kontribusi dalam pengembangan sistem peradilan. Harapannya, melalui sosialisasi ini diperoleh insight baru dalam penguatan dan penegakkan integritas bagi seluruh aparatur peradilan.Dalam acara sosialisasi tersebut, M. Taufiq HZ yang juga anggota KY menyampaikan bahwa integritas Hakim merupakan modal utama seorang Hakim, namun integritas itu sendiri justru menjadi isu krusial dewasa ini. Sumber godaan integritas bisa datang dari mana saja tidak melulu dari Hakim yang bersangkutan. Lingkungan kerja dan pengaruh negatif dapat menggoyahkan idealisme para hakim. Taufiq mengungkapkan bahwa Hakim sebenarnya memiliki potensi dan niat baik, namun godaan dan pengaruh lingkungan, baik dari rekan sesama Hakim, advokat, bahkan aparat penegak hukum lain, bisa menyeret mereka ke dalam perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu diperlukan strategi dalam rangka penguatan integritas antara lain peningkatan kapasitas dan kompetensi, peningkatan kesadaran etika kerja, penguatan pengawasan, serta penguatan kelembagaan. Lebih lanjut, Taufiq mengingatkan bahwa tugas Hakim tidak mungkin menyenangkan semua pihak. Pihak yang kalah akan menganggap Hakim curang atau menerima suap, sementara pihak yang menang memandang Hakim adil. Namun, seorang Hakim tidak boleh berkecil hati karena hal tersebut adalah risiko profesi, yang terpenting yaitu menjatuhkan putusan sesuai dengan hukum acara dan ketentuan yang berlaku.  Taufiq menegaskan pentingnya membentengi diri dari godaan duniawi dan tidak silau dengan gaya hidup orang lain."Ujian kepada Hakim itu memang banyak sekali, tidak hanya terhadap kita secara langsung tetapi bisa melalui keluarga kita, namun bagaimana kita menghadapi hal tersebut dan meyakinkan keluarga kita untuk tidak terpengaruh dengan hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan yang dilarang," kata Taufiq.Tak hanya seputar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Riris Ardhanariswari menyoroti pentingnya membangun integritas bagi Hakim dan Aparatur Sipil Negara berdasarkan Pancasila. Integritas ini menjadi hal yang penting dan menjadi pondasi utama seorang Hakim dalam kaitannya pada lembaga peradilan, tetapi permasalahan integritas masih terjadi sampai dengan hari ini."Penyimpangan integritas adalah masalah mendasar yang menjadi keprihatinan kita bersama. Untuk itu integritas harus selalu diingatkan dan dibangun, seperti halnya menyebut Pancasila itu mudah, tetapi menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara itu sulit. Apabila Hakim dan ASN menjiwai nilai-nilai dan Pancasila maka tidak akan ada praktik KKN karena di dalamnya terkandung nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan di dalamnya. Pancasila harus dimaknai tidak hanya sekedar lip service tetapi harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam penyelenggaraan peradilan," ucap Prof Riris.Partisipasi aktif audiens tercermin dari banyaknya pertanyaan dan masukan yang disampaikan selama sesi diskusi. Antusiasme tersebut muncul karena kehadiran Komisi Yudisial di pengadilan merupakan momen langka, sehingga audiens memanfaatkannya untuk berdialog langsung dengan lembaga tersebut bersama para hakim dan aparatur pengadilan.Dalam closing statement nya, Taufiq menyampaikan bahwa apapun upaya MA  dalam rangka penguatan integritas, KYl selalu mendukung termasuk yang sedang diperjuangkan dewasa ini berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan Hakim. Begitu pula Prof Riris menyampaikan bahwa penguatan integritas harus tetap dilakukan terutama dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila guna memastikan nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan hadir dalam setiap putusan Hakim.