Hari Kamis tanggal 12 Juni 2025 merupakan salah satu hari yang bersejarah bagi Mahkamah Agung. Pada hari itu, sebanyak 921 calon hakim peradilan umum dikukuhkan menjadi hakim. Peristiwa ini begitu istimewa karena proses pengukuhan dihadiri langsung oleh Presiden Indonesia, Presiden Prabowo Subianto, setelah proses yang sama di tahun 2020 tidak terlaksana karena adanya kasus COVID-19. Pengukuhan hakim tahun ini bukan hanya mencerminkan penambahan jumlah hakim di Indonesia, tetapi juga memberikan harapan akan perbaikan kualitas hakim, khususnya tentang integritas.
Integritas merupakan hal yang sangat penting bagi hakim dan dunia peradilan. Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., di hadapan para hakim dari seluruh Indonesia saat memberikan pembinaan yang digelar pada Rabu, 19 Februari 2025 menyampaikan “tanpa integritas tidak mungkin ada kepercayaan, dan tanpa kepercayaan berarti tidak ada kepemimpinan.”
Baca Juga: Melibatkan SKPD Pemkab. Tanah Laut, Cara PN Pelaihari Bangun Zona Integritas
Integritas tinggi merupakan salah satu poin yang juga diatur dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009–02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dalam kode etik tersebut disebutkan bahwa integritas bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur, dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakikatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas.
Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik. Namun, dalam praktiknya, masih banyak kasus yang terjadi karena kurangnya integritas dalam diri hakim. Oleh karena itu, hadirnya hakim-hakim baru diharapkan dapat meningkatkan integritas di lingkungan peradilan.
Kolaborasi antara hakim menjadi elemen strategis dalam memperkuat budaya integritas di lingkungan peradilan. Hakim yang telah bekerja membawa pengalaman dan kebijaksanaan, sementara hakim yang baru dikukuhkan membawa semangat dan perspektif baru. Sinergi keduanya tidak hanya memperkaya proses pengambilan keputusan, tetapi juga menciptakan mekanisme saling mengingatkan dan mengawasi yang menjadi fondasi penting dalam membangun integritas bersama.
Kolaborasi ini menjadi penting karena menciptakan ruang pembelajaran dua arah. Hakim senior memiliki pengalaman panjang dalam menjalankan tugas, sedangkan hakim baru diharapkan membawa ide atau inovasi dalam meningkatkan integritas. Integritas bukan hasil kerja individu semata, tetapi tumbuh dalam budaya kolaboratif yang saling mendukung dan mengawasi. Ketika seorang hakim merasa diawasi, didukung, serta ditantang oleh sesama hakim, maka akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk berintegritas.
Kolaborasi ini dapat direalisasikan melalui program mentorship antar generasi, di mana hakim yang telah bekerja membimbing hakim yang baru dikukuhkan tidak hanya secara teknis, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai etika profesi.
Selain itu, perlu diadakan forum rutin seperti “Dialog Integritas Peradilan” atau "Dialog Etik Hakim" di satuan kerja atau forum diskusi daring, di mana para hakim lintas generasi bisa saling bertukar pengalaman dan membahas studi kasus etik secara terbuka. Penulis juga mengusulkan agar Mahkamah Agung membentuk unit kerja khusus yang memfasilitasi kolaborasi lintas angkatan ini dalam bentuk kegiatan pelatihan bersama, proyek peradilan inovatif, dan sistem pelaporan rekan sejawat (peer review) berbasis kepercayaan.
Baca Juga: PN Donggala Kolaborasi BI Sulteng Soal Keasilan Rupiah hingga QRIS
Hakim yang lebih dulu bekerja tidak boleh tertutup, dan hakim baru tidak boleh merasa sungkan. Kolaborasi harus dibangun atas dasar keinginan bersama untuk menjaga martabat peradilan. Dengan kolaborasi yang erat dan kesadaran kolektif akan pentingnya integritas, maka pengadilan Indonesia akan semakin dipercaya oleh masyarakat.
Pengukuhan 921 hakim baru seharusnya menjadi titik awal, bukan akhir dari sebuah gerakan menuju peradilan yang lebih bersih, kuat, dan berwibawa. Dalam perspektif manajemen sumber daya manusia, kolaborasi lintas generasi dapat meningkatkan efektivitas organisasi melalui transfer pengetahuan, sebagaimana ditegaskan Robbins dan Judge (2022) dalam teori organizational behavior.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI