Cari Berita

Lahirnya Istilah Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Indonesia

Eliyas Eko Setyo - Dandapala Contributor 2025-12-23 08:15:53
Dok. AI.

Sistem peradilan pidana terpadu atau integrated criminal justice system menurut Herbert L. Packer, adalah sistem dari common law dimana masyarakat mengidentifikasi, mendakwa atau menuntut, memeriksa, memutuskan dan mempidana mereka yang melanggar ketentuan pidana dengan pola penyelenggaraan peradilan perkara pidana secara keseluruhan dan kesatuan (administration of criminal justice system) yang terdiri dari beberapa komponen-komponen yaitu penyidikan dilakukan oleh kepolisian,penuntutan oleh kejaksaan, mengadili oleh pengadilan dengan bantuan juri.

Sedangkan Romli Atmasasmita dalam bukunya Juvenile Justice in Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1997, mendefinisikan sistem peradilan pidana sebagai istilah yang menunjukkan mekanisme kerja dalam mengatasi kejahatan dengan menggunakan pendekatan sistem dasar. Sebagai sistem peradilan pidana, terdapat tiga pendekatan, yaitu pendekatan normatif, administratif, dan sosial sebagai lembaga pelaksana hukum dan peraturan yang berlaku, sehingga aparat penegak hukum itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem penegak hukum itu sendiri.

Tahukah sahabat dandafelas Istilah sistem peradilan pidana atau dikenal dengan criminal justice system pada mulanya dikemukakan oleh pakar hukum pidana dan para ahli di Amerika Serikat dikenal “criminal justice science” kemudian seorang pakar hukum Frank Remington yang berasal dari Amerika Serikat pada tahun 1958 , dalam pilot projectnya memperkenalkan konsep rekayasa admimnistrasi peradilan pidana sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mekanisme kerja aparat penegak hukum yang tidak mampu mengatasi kriminalitas yang semakin meningkat pada tahun 1960-an. Hingga Herbert L. Packer, memperkenalkan beberapa model peradilan pidana yakni Crime Control Model, Due Process Model,Family Model dan Integrated Model.

Baca Juga: Saharjo: Dari Hakim, Menteri hingga Ganti Dewi Yustisia dengan Pohon Beringin

Sebelumnya sejarah perkembangan sistem peradilan pidana merupakan proses evolusi yang panjang dan kompleks, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, politik, dan hukum yang berbeda di setiap negara. Pada masa awal peradaban, konsep peradilan pidana belum memiliki bentuk yang terorganisir sebagaimana yang dikenal saat ini. Pada zaman kuno, hukum pidana sering kali bersifat represif dan dijalankan secara pribadi, di mana korban atau keluarga korban diberikan hak untuk membalas dendam secara langsung kepada pelaku tindak kejahatan, seperti yang terlihat dalam sistem hukum "Lex Talionis" atau hukum pembalasan, yang tercermin dalam hukum Hammurabi di Babilonia maupun hukum adat di berbagai komunitas awal. Pada era ini, keadilan cenderung bersifat primitif, dengan penekanan pada balas dendam dan penghukuman tanpa memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hak individu.

Seiring perkembangan peradaban, khususnya di era Yunani dan Romawi Kuno, muncul konsep hukum yang lebih formal dengan diperkenalkannya institusi peradilan. Pada periode ini, sistem hukum mulai dibentuk oleh negara dengan pengadilan dan hakim yang berwenang untuk menengahi perselisihan dan menghukum pelaku tindak pidana berdasarkan aturan hukum yang tertulis. Hukum Romawi, terutama melalui Corpus Juris Civilis yang disusun oleh Kaisar Justinianus, memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan prinsip-prinsip dasar hukum pidana, seperti asas legalitas dan prinsip perlindungan terhadap hak-hak terdakwa, yang kemudian menjadi fondasi bagi banyak sistem hukum modern.

Memasuki abad ke-20, muncul kesadaran yang lebih besar akan pentingnya rehabilitasi dibandingkan penghukuman semata, yang diwujudkan dalam reformasi sistem penjara dan perlakuan terhadap pelaku tindak pidana. Selain itu, pembentukan lembaga-lembaga internasional seperti Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court) yang didirikan pada 17 Juli 1998 semakin memperkuat arah perkembangan sistem peradilan pidana yang berfokus pada keadilan, transparansi, dan perlindungan hak-hak individu di berbagai belahan dunia.

Pada Kongres Hukum Nasional (Tahun 1994 di Hotel HORISON/Ancol), disepakati bahwa aparatur penegak hukum itu dapat dibedakan menjadi : Aparatur penegak hukum pada jajaran administrasi negara. Disini tempatnya penyidik, jaksa penuntut umum, hakim, LAPAS, dan lain-lain yang dikenal dengan nama Panca Wangsa Penegak Hukum agar terhubung secara koheren, koordinatif, dan integrated guna mencari dan menemukan kebenaran materiil. 

Sejak Resmi diberlakukan pada tanggal 31 Desember 1981, kemudian diberlakukannya “karya agung”KUHAP 1981 yang condong pada Crime Control Modelmerupakan produk inovatif untuk zamannya, membawa prinsip-prinsip humanistik yang telah menggantikan HIR dan RBg setelah hampir 134 tahun menjadi hukum acara pidana di Hindia Belanda dan Indonesia.

Sehingga pemberlakuan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Indonesia menggunakan empat komponen penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan.

Sehingga kini dikenal dengan sistem peradilan pidana atau  integrated criminal justice system untuk menciptakan sistem yang lebih adil, akuntabel, dan responsif dan salah satu asas yang paling mendasar adalah asas praduga tidak bersalahPresumption of Innocence”, yang menyatakan bahwa setiap individu dianggap tidak bersalah sampai terbukti sebaliknya melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang merupakan bagian integral dari sistem peradilan pidana yang menjamin bahwa setiap individu diperlakukan dengan adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Referensi:

-        Joko Sriwidodo, Perkembangan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Yogyakarta,Kepel Press,2020,h.119.

-        Marwan Efendy, Sistem Peradilan Pidana ; Tinjauan Terhadap Beberapa Perkembangan Hukum Pidana, Jakarta : Referensi, 2012, Hlm iii.

-        M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan, Jakarta : Sinar Grafika, 2007, Hlm 90.

-        Michael Barama. 2016. Model Sistem Peradilan Pidana dalam Perkembangan. Jurnal Ilmu Hukum. 3(8): , Hlm. 9.

-        Moh. Hatta, Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Dalam Konsepsi dan Implementasi), Yogyakarta : Galang Press, 2008, Hlm 47-48.

Baca Juga: Femisida Dalam Kerangka Hukum Indonesia

-        Marjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Edisi Pertama, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, 1994, Hlm 89.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…