Cari Berita

Mengukur “Kerugian yang Nyata” Sebagai Syarat Anonimisasi/Unpublished Putusan

Daffa Ladro Kusworo-Staff Kepaniteraan Hukum PN Jakarta Selatan - Dandapala Contributor 2025-11-19 18:00:57
Dok. Penulis.

Konteks kerugian yang nyata dalam sebagai syarat untuk dilakukannya penghapusan atau pengaburan atas seluruh atau sebagian Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik diluar dari jenis perkara yang dikecualikan dalam SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tidak dijelaskan parameter penentuannya.

Permintaan pihak yang bersangkutan memang bisa saja dapat diproses melalui hasil pengujian konsekuensi antara PPID bersama PPID Pelaksana yang dituangkan dalam Keputusan tentang daftar informasi publik tertentu yang berpotensi dikecualikan.

Sayangnya dalam mengamini aturan tersebut secara tekstual, beberapa mekanisme dan frasa masih belum diatur jelas, misalnya Pengujian Konsekuensi dapat dilaksanakan hanya terhadap daftar informasi publik yang sifatnya berpotensi dikecualikan, tetapi potensialnya hanya atas dasar dan pertimbangan untuk dikecualikan dalam SK tersebut condong pada kepentingan umum, padahal sifat permintaan anonimisasi/unpublished dikarenakan kerugian yang dialami pihak secara pribadi.

Baca Juga: Implementasi Pasal 14 c KUHP dalam Putusan Mahkamah Agung

Pembahasan

Dalam UU Kekuasaan Kehakiman, ketentuan mengenai publikasi putusan pengadilan terdapat dalam Pasal 52 ayat (1) yaitu Pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan biaya perkara dalam proses persidangan.

Selanjutnya berlaku pula ketentuan di dalam Perma 1/2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik dan perubahannya yaitu Perma 7/2022. Berdasarkan Pasal 26 ayat (7) Perma 7/2022, pada hari yang sama dengan pengucapan putusan, pengadilan memublikasikan putusan/penetapan untuk umum pada SIP. SIP sendiri merupakan Sistem Informasi Pengadilan yaitu seluruh sistem informasi yang disediakan oleh MA untuk memberi pelayanan terhadap pencari keadilan yang meliputi administrasi, pelayanan perkara, dan persidangan secara elektronik.

Sebagaimana Bab VIII. Poin H-I, hlm. 44-45 SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 berbunyi:

H. Permohonan penghapusan atau pengaburan atas seluruh atau sebagian Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik dari SIP atau sistem informasi lain yang digunakan oleh Pengadilan yang menurut keputusan ini tidak termasuk informasi yang harus dikaburkan, tidak dapat dilakukan, kecuali:

1.          permintaan dilakukan oleh pihak yang bersangkutan ke pada Atasan PPID; dan

2.          permintaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib disertai bukti yang menunjukkan kerugian yang nyata bagi pihak yang bersangkutan.

I. Penghapusan atau pengaburan sebagaimana dimaksud pada huruf H, dilakukan dengan cara:

1.          mengaburkan sebagian Informasi Elektronik/Dokumen Elektronik dimaksud; dan

2.          tidak mempublikasikan Informasi Elektronik/Dokumen Elektronik dimaksud di dalam SIP atau sistem informasi lain yang digunakan oleh Pengadilan.

Akan tetapi dilematisnya, satu-satunya cara untuk menentukan parameter hanyalah berdasarkan hasil daripada pengujian konsekuensi antara PPID bersama PPID Pelaksana yang dituangkan dalam Keputusan terkait klasifikasi informasi tertentu yang dikecualikan. PPID dalam hal ini berwenang untuk mengubah daftar informasi publik menjadi dikecualikan diluar dari SK tersebut. Ketentuan tersebut tertuang dalam bab X. A, hlm. 49 SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 yang berbunyi:

“PPID mengkoordinasikan pengujian konsekuensi terhadap Informasi tertentu yang dinilai berpotensi sebagai Informasi yang dikecualikan dengan PPID Pelaksana.”

Apabila diinterpretasikan secara tekstual dan dikaitkan dengan ketentuan syarat pengkaburan, maka terdapat kontradiksi bahwa informasi yang dapat dikecualikan sejatinya adalah segala sesuatu yang sifatnya potensial terhadap hal-hal tertentu.

Potensi sebagaimana dimaksud apabila dihubungkan dengan frasa “kerugian yang nyata” yang diinterpretasikan secara ekstensif adalah dialami para pihak, dengan anggapan yang digunakan didasari klasifikasi dalam Huruf I hlm. 17. Klasifikasi tersebut ternyata juga tidak menjawab persoalan rill, frasa “kerugian yang nyata” secara tekstual sifatnya adalah kerugian telah dialami dan telah dirasakan untuk dihitung-hitung/ ditakar secara nominal atau bentuk lain sebagai paradigma kerugian materiil. Sederhanya tidak bersifat dalam bayang-bayang/prakira, melainkan telah terjadi dan dirasakan kerugiannya secara konsekuensial/ langsung oleh pihak.

Selain itu juga klasifikasi dasar pengecualian condong bersifat pada kepentingan umum saja, padahal permintaan anonimisasi/unpublished putusan didasari atas kerugian pihak terkait dalam putusan, sederhananya anggapan tersebut tidak dapat digunakan khusus untuk permintaan diluar dari jenis informasi yang dikecualikan. Tidak dilakukannya anonimisasi/ unpublished sejatinya tidak menimbulkan kerugian bagi kepentingan umum namun menimbulkan kerugian bagi pribadi masing-masing pihak yang terkait dalam suatu kasus.

Ketiadaan secara definitif kerugian secara nyata hanya bisa dibayangi secara konstruktif pada aturan lain, sebagai pijakan misal dalam KUHPerdata dalam unsur Pasal 1246 KUHPerdata (Wanprestasi), maka ganti-kerugian tersebut terdiri dari 3 unsur yaitu;

  1. Biaya, yaitu biaya-biaya pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata/tegas telah dikeluarkan oleh Pihak.
  2. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan/kehilangan barang dan/atau harta kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh kelalaian pihak lainnya.
  3. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh/diharapkan oleh salah satu pihak apabila pihak yang lain tidak lalai dalam melaksanakannya.

Sedangkan dalam konteks PMH Pasal 1365 KUHPerdata tidak ada pengaturan yang jelas mengenai kerugian, hanya disebutkan eksplisit pada Pasal 1371 ayat (2) KUHPerdata tersirat pedoman yang berbunyi

Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan”.

Konteks kerugian yang nyata tidak dapat ditemukan dalam penjelasan hukum manapun, sehingga dasar satu-satunya mengukur dilakukannya anonimisasi/ unpublished tersebut adalah dengan menganalisa melalui pertimbangan subjektif PPID dengan PPID Pelaksana dalam agenda pengujian konsekuensi.

Akan tetapi, tafsir kerugian yang nyata tentu tidak akan terfragmentasi secara utuh untuk dipedomani setiap pengadilan. Secara jelas terdapat parameter yang berbeda-beda menentukan kerugian yang nyata sebagai syarat putusan anonimisasi/ unpublished untuk seluruh maupun sebagian.

Kebingungan ini bisa dilihat dari perbedaan antara Perusahaan A dan B mengalami Penurunan harga saham (stock drop), dimana Investor cenderung menjual saham karena menilai perusahaan berisiko/ memiliki reputasi buruk, atau volatilitas pasar meningkat dimana saham menjadi lebih fluktuatif karena spekulasi pasar yang rendah. Maka untuk menilai kerugian yang nyata keduanya tidak lain adalah kerugian nominal, sayangnya dalam SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tidak menyebut minimal nominal kerugian, dan akan melahirkan ketidakseragaman antar pengadilan karena minimum kerugian yang nyata hanya atas dasar pengujian konsekuensi yang berbeda-beda di setiap pengadilan.

Kesimpulan

Belum jelasnya parameter kerugian yang nyata sebagai dasar untuk anonimisasi/ unpublished diluar dari jenis perkara yang dikecualikan dapat diilhami pembentuk kebijakan untuk segera merumuskan dan parameter yang jelas agar meminimalisir terjadinya ketidakseragaman penentuan pertimbangan dari analisa pengujian konsekuensi di tiap-tiap pengadilan. Selain itu, pemisahan kategori dasar informasi yang dikecualikan perlu dibedakan antara cakupan publik dan pribadi secara konstruktif, guna mewujudkan keadilan bagi para pihak tidak hanya dalam proses persidangan, melainkan juga pasca publikasi putusan. (ldr)

Referensi

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Baca Juga: Sikap Batin Pelaku dalam KUHP Nasional, Mengukur Sesuatu Tak Terlihat oleh Hakim

SK KMA Nomor 2-144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik di Pengadilan

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…