Cari Berita

Menilisik Ajaran Kausalitas dalam Penerapan Peristiwa Pidana di Pengadilan

Eliyas Eko Setyo-Hakim PN Sampang - Dandapala Contributor 2025-06-23 14:00:28
Dok. Penulis.

 Ingatkah kita dengan ajaran Kausalitas atau Teori Conditio Sine Que Non yang pernah dipelajari di bangku perkuliahan dahulu dan apa pentingnya bagi kita mempelajari ajaran tersebut untuk kita implementasikan dalam penerapan hukum praktis? Sebelum penulis bahas lebih lanjut tentang ajaran kausalitas ini, terlebih dahulu kita perlu mengenal sejarah timbulnya aliran atau teori tersebut.


Teori ini berasal dari seorang ahli hukum Jerman bernama Von Buri, ia pernah menjabat sebagai Presiden reichtsgericht atau Mahkamah dan menulis buku mengenai hukum yaitu Uber Kausalitat und deren verantwortung dan Die Kausalitat und ible strafrechtliche Beziebungen.                                                 

Ajaran kausalitas pertama kali dikenal pada tahun 1873 menyebutkan penyebab adalah semua faktor yang ada dan tidak dapat dihilangkan untuk menimbulkan suatu akibat. Teori ini tidak membedakan mana faktor syarat dan mana faktor penyebab sehingga segala sesuatu yang masih berkaitan dalam suatu peristiwa sehingga melahirkan suatu akibat adalah termasuk penyebabnya. Dalam Ajaran Kausalitas tiap peristiwa pasti ada sebabnya tidak mungkin terjadi begitu saja.

Baca Juga: Saminisme Dalam Semangat Perubahan Satuan Kerja

Teori ini memperluas pertanggungjawaban dalam hukum pidana disebabkan karena orang yang perbuatannya dari sudut objektif hanya sekadar syarat saja dari timbulnya suatu akibat. Kelemahan ajaran ini ialah tidak membedakan antara faktor syarat dengan faktor penyebab yang dapat menimbulkan ketidakadilan.

Pada hukum pidana ajaran kausalitas dikenal ada 4 (empat) yang terdiri:

  1. Teori conditio sine qua non yaitu setiap syarat sama nilainya untuk timbulnya akibat.
  2. Teori mengganalisir dimana musabab adalah syarat yang menurut keadaan normal untuk menimbulkan akibat atau mampu menimbulkan akibat.
  3. Teori mengindividualisir dimana musabab yaitu syarat yang paling banyak membantu timbulnya akibat.
  4. Teori relevansi yaitu interpertasi dari delik sebagaimana maksud pembuat undang- undang.

Apakah KUHP kita menganut kausalitas? Dan ajaran mana yang dianut? Pada umumnya KUHP menganut teori kausalitas,khususnya pandangan teori mengindividualisir bahwa sebab adalah syarat yang paling dekat dan tidak dapat dilepaskan dari akibat. Karena peristiwa pidana dilihat secara in concreto atau post factum. Hal yang khusus diatur menurut pandangan individual, yaitu hanya ada satu syarat sebagai musabab timbulnya akibat. Hal ini dapat disimpulkan dari riwayat pembentukan KUHP sendiri maupun dari pasal-pasal KUHP sebagaimana dalam praktik di negeri Belanda pernah dianut oleh Hoge Raad dalam pertimbangan suatu putusan (8-4-1929) yang menyatakan bahwa “untuk dianggap sebagai sebab daripada suatu akibat, perbuatan itu tidak perlu bersifat umum atau normal”.

Kemudian praktik tersebut diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1918 dari WvS negeri Belanda yang dibuat pada tahun 1881 dan diberlakukan di negara Belanda pada tahun 1886. Kemudian negara kita menerapkan asas konkordansi (penyesuaian) bagi pemberlakuan WvS hingga saat ini.

Berhubungan dengan itu perlu juga ajaran kausalitas ini ditinjau dari sudut yurisprudensi yaitu putusan hakim yang tertinggi yaitu Hoge Raad Arrest Hoge Raad 17 Juni 1911 yang memberi ketentuan bahwa yang harus dianggap sebagai sebab daripada akibat yang timbul  adalah suatu perbuatan dengan melakukannya haruslah sudah dapat akibat yang akan timbul. Dari keputusan ini dapat diambil kesimpulan bahwa H.R. menganut  Ajaran Kausalitas. 

Pengadilan sebagai lembaga penegak hukum dan hakim-hakim yang berada di dalamnya akan mempertimbangkan banyak hal ketika akan membuat suatu keputusan atas suatu perkara yang diajukan kepadanya yang mana membutuhkan nalar dan logika Hakim dalam mengaitkan semua fakta yang dihadirkan. Kegiatan yuridis Hakim tersebut merupakan kegiatan berfikir dalam menentukan hukumnya. Hakim melakukan kegiatan penalaran dalam membuat putusan bagi perkara yang diadili. Penalaran hakim membuahkan putusan yang berupa hukum in concreto.

Contoh pada kasus tindak pidana pembunuhan faktor penyebabnya tidak langsung seketika serta cenderung sulit dan beragam, disinilah Hakim memainkan peran sangat penting dalam pengambilan putusan yaitu sebagai berikut:

  1. Penggunaan logika dan penalaran hukum dalam mengkaitkan semua faka-fakta yang dihadirkan sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil putusan.
  2. Mengkonstatir peristiwa yakni melihat, mengakui, membenarkan telah terjadi suatu tindak pidana pembunuhan tersebut. Untuk sampai pada konstatiring hakim harus mempunyai kepastian terlebih dahulu supaya tidak sekedar dugaan atau kesimpulan yang dangkal. Hakim membutuhkan dan menggunakan sarana untuk membuktikan kepastian dari kebenaran peristiwa yang di konstatirnya.
  3. Mengkualifikasi peristiwanya yakni menilai hubungan hukum peristiwa tersebut. Misalnya peristiwa hukumnya adalah pembunuhan, maka akan dikualifikasi apakah pembunuhan biasa, pembunuhan berencana atau penganiayaan yang menyebabkan kematian. Untuk itu hakim melakukan penerapan hukum terhadap peristiwa ke dalam aturan-aturan hukum positif, sehingga diperoleh aturan hukum yang paling tepat dikenakan terhadap peristiwa konkret tersebut.
  4. Menentukan delik materil adanya hubungan kausal (causal verband) antara perbuatan dan akibat yang dilarang unuk menentukan pertanggungjawaban pidana. Kausalitas dijadikan filter dalam membangun pertanggungjawaban pidana seseorang. Kausalitas akan menyaring apa saja perbuatan faktual yang dilakukan oleh pelaku selanjutnya dicari perbuatan hukumnya, maka akan dapat dimintai pertanggungjawabannya. 

Kesimpulan

Ajaran kausalitas dalam hukum pidana dimaksudkan untuk menentukan hubungan objektif antara perbuatan manusia dengan akibat yang tidak dikehendaki undang-undang guna menentukan pertanggungjawaban pidana. Dalam KUHP kita menganut ajaran kausalitas sebagai contoh dalam Pasal 338 KUHP lama atau Pasal 458 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP baru yang  akan diberlakukan pada tahun 2026.

Perumusan sebab akibat dapat disimpulkan diperlukan dalam rangka telah terjadi atau tidaknya suatu delik. Peran Hakim dalam pengambilan putusan dikaitkan dengan ajaran kausalitas yaitu dengan cara penggunaan logika dan penalaran hukum dalam mengkaitkan rangkaian peristiwa dengan alat bukti dan fakta-fakta yang dihadirkan serta mengkonstatir rangkaian peristiwa yakni melihat, mengakui dan membenarkan telah terjadi suatu tindak pidana. Untuk sampai pada konstatirnya hakim harus mempunyai kepastian terlebih dahulu supaya tidak sekedar dugaan atau kesimpulan yang dangkal.

Sampai mengkualifikasi peristiwa dengan menilai hubungan hukum peristiwa tersebut. Apabila peristiwa hukumnya adalah pembunuhan, maka akan dikualifikasi apakah pembunuhan biasa, pembunuhan berencana atau penganiayaan yang menyebabkan kematian. Menentukan adanya hubungan kausal (causal verband) antara perbuatan dan akibat yang dilarang undang-undang untuk menentukan pertanggungjawaban pidana.

Dengan demikian causal verband (hubungan sebab akibat) dapat menjadi Solusi untuk menentukan apakah seseorang hanya dapat dibebani tanggung jawab pidana bukan hanya dikarenakan dia telah melakukan suatu perbuatan  yang dilarang atau melanggar kewajiban yang dipersyaratkan oleh undang-undang, yang harus dibuktikan oleh penuntut umum di muka persidangan, akan tetapi juga bahwa saat perbuatan itu dilakukan, pelakunya harus memiliki kesalahan sebagaimana telah penulis kutip dari pendapat Prof.Satochid.

Oleh karenanya, menurut hemat penulis dengan berpegang pada pendapat Prof. Satochid tersebut ajaran kuasalitas sangat berguna dalam menemukan pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana materiil untuk Para Hakim.(AAR/LDR)

Referensi:

-       Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Rajawali Pers, Jakarta, 2005.

-       Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, Penafsiran Hukum Pidana Dasar Pemidanaan & Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan Perbarengan & Ajaran Kausalitas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

-       Kartanegara, Satochid. Hukum Pidana Kumpulan Kuliah. Tanpa Tempat : Balai Lektur Mahasiswa, tanpa tahun.

-       Leavens, Arthur. A Causation Approach to Criminal Omissions. Journal, California Law Review, 1988.

-       Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, cetakan ketujuh, 2002.

-       Remmelink, Jan. Hukum Pidana. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Baca Juga: Tiga Lukisan J.J de Nijs, Pengingat Pentingnya Menegakan Keadilan

-       Spier, J (Ed), Unification of Tort Law: Causation. Netherlands: Kluwer Law International, 1996.


Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI