Cari Berita

Negara Hukum dan 'Kebakaran' Rumah Ketua Majelis Kasus Korupsi Jalan Sumut

Komang Ardika - Dandapala Contributor 2025-11-07 07:35:42
Dok. Ilustrasi. AI.

Kita berulang kali bicara soal kemerdekaan kekuasaan kehakiman, soal hakim sebagai pilar check and balance, soal keadilan. Retorika itu indah. Namun, realitasnya, nasib hakim di lapangan justru terancam, terpinggirkan, bahkan terabaikan. Kasus terbakarnya rumah Hakim Yang Mulia Dr. Khamozaro Waruwu, Ketua Majelis Hakim perkara korupsi di PN Medan, adalah alarm paling keras yang menuntut kita untuk berhenti sejenak dari perdebatan normatif dan masuk ke jantung masalah: Abainya negara dalam menjamin keamanan hakim.

Mengapa Hakim Harus Dilindungi?

Jaminan keamanan bagi hakim bukanlah hak istimewa atau tunjangan mewah. Ia adalah syarat mutlak bagi tegaknya negara hukum. Dalam sistem demokrasi, hakim memiliki fungsi sacral. Menjamin bahwa hukum adalah panglima, bukan kekuasaan atau uang. Hakim adalah benteng terakhir rakyat ketika berhadapan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau kejahatan terorganisir.

Baca Juga: Ditjen Badilum Salurkan Bantuan Donasi ke Ketua Majelis Kasus Korupsi yang Rumahnya Kebakaran

Apabila hakim harus mengadili sambil dibayangi ketakutan akan keselamatan diri dan keluarganya, maka niscaya putusan yang dihasilkan tidak akan murni berlandaskan kebenaran dan keadilan, melainkan kompromi yang dipengaruhi oleh rasa tertekan. Ancaman, sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 angka 7 Perma 5/2020, adalah usaha yang membahayakan keselamatan, dan inilah cara pihak berkepentingan merusak kemerdekaan hakim. Integritas putusan berbanding lurus dengan keamanan fisik hakim. Tanpa jaminan keamanan, kemerdekaan kehakiman yang diamanatkan Undang-Undang hanyalah ilusi yang mahal.

Bagaimana mungkin seorang hakim, yang mengadili kasus yang menyeret nama-nama besar dan melibatkan kepentingan politik-ekonomi, mendapati propertinya dilahap api, hanya berbekal sehelai pakaian yang melekat di badan, sementara ia sedang memimpin persidangan? Apakah ini kebetulan? Tentu kita tidak bisa menyimpulkan, tetapi yang jelas, peristiwa ini adalah titik kulminasi dari kerentanan struktural yang sudah lama kita abaikan.

Regulasi kita sebenarnya sudah cukup jelas, bahkan terbilang ambisius. Pasal 48 UU Nomor 48 Tahun 2009 secara gamblang mewajibkan Negara memberikan jaminan keamanan. Kemudian, PP Nomor 94 Tahun 2012 Pasal 7 merinci jaminan itu, meliputi pengawalan dan perlindungan terhadap keluarga. Ini bukan sekadar fasilitas, ini adalah prasyarat mutlak bagi independensi. Hakim tidak akan bisa merdeka memutus jika jiwanya dibayangi teror dan keluarganya menjadi sandera.

Kapan Seharusnya Pengamanan Diberikan?

Ini pertanyaan kunci. Jawabannya bukan setelah terjadi ledakan atau kebakaran, melainkan sejak hakim ditunjuk untuk menangani perkara tertentu yang berpotensi menimbulkan Ancaman. Pasal 11 Perma Nomor 5 Tahun 2020 sudah menggariskan ini secara tegas, “hakim yang menangani perkara seperti terorisme dan perkara lain yang berpotensi menimbulkan Ancaman wajib mendapatkan perlindungan, pengamanan, dan/atau pengawalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan”. Ini adalah mandat untuk bertindak proaktif.

Pada akhirnya, peristiwa di Medan ini adalah tamparan telak. Negara sudah memberikan jaminan secara normatif, tetapi gagal secara implementatif. Jika hakim terpaksa mengadili dengan rasa cemas, maka yang terancam bukan hanya dirinya, tetapi juga prinsip kemerdekaan peradilan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara hukum kita berisiko runtuh jika benteng keadilannya terus dibiarkan berdiri di atas fondasi rasa takut.

Satu pertanyaan besar yang seharusnya menggelayuti benak kita adalah, ketika rumah Sang Pengadil dapat dilahap api, siapa sesungguhnya pemegang kedaulatan di Republik ini? Apakah ia adalah Hukum dan Keadilan yang diwakili oleh palu Sang Hakim, ataukah Kekuatan Gelap yang begitu vulgar dan leluasa meneror hingga mampu menembus batas privasi, bahkan merenggut ketenangan di kamar tidur sang pengadil? Ini bukan lagi soal retorika. Ini soal eksistensi negara hukum kita. (redpel)

Baca Juga: Tingkatkan Keterlibatan Masyarakat, Pemda OKI Bentuk Masyarakat Peduli Api Cegah Karhutla


Tulisan ini pendapat pribadi penulis yang tidak mewakili pendapat lembaga.

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI

Memuat komentar…