Cari Berita

Negara Hukum: Perlindungan HAM, Peradilan Bebas dan Asas Legalitas

Teguh Suroso (Hakim Ad Hoc Tipikor pada PN Ternate) - Dandapala Contributor 2025-06-30 08:05:19
Teguh Suroso (dok.ist)

NEGARA Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, yang mana setiap pengaturan dalam sistem ketatanegaraan diatur berdasarkan landasan konstitusi, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. 

Dalam rumusan Hasil Simposium Universitas Indonesia, 7 Mei 1966 tentang Indonesia Negara Hukum. Rumusan tersebut sebagai berikut : Negara Republik Indonesia adalah suatu Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia, harus menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksanaannya. Dalam Negara Indonesia, di mana falsafah Pancasila begitu meresap, hingga negara kita dapat dinamakan Negara Pancasila, asas kekeluargaan merupakan titik tolak dari kehidupan kemasyarakatan.

Ciri khusus bagi suatu Negara Hukum adalah : 1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi, yang mengandung persamaan di bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan. 2. Peradilan yang bebas tidak memihak, tidak dipengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun. 3. Legalitas di hahapan hukum dalam segala bentuknya.

Baca Juga: Femisida Dalam Kerangka Hukum Indonesia

Rumusan ini menunjukan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memang benar-benar negara hukum karena sesuai dengan unsur-unsur umum negara hukum yang terdiri dari perlidungan hak asasi manusia, peradilan bebas dan asas legalitas. Namun masyarakat Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dengan dasar negara Pancasila yang digali dari nilai-nilai luhur yang hidup dalam tatanan dan struktur masyarakat Indonesia sehingga dapat disebut Negara Hukum Pancasila, yang membedakan dengan negara hukum dalam konsep barat. Ciri khas yang paling mendasar adalah asas kekeluargaan, musyawarah mufakat, hukum tertulis berdampingan dengan hukum tidak tertulis, sehingga tidak menafikan pluralisme hukum.

Dalam Pasal 20 UUD 1945 Perubahan semakin jelas menegaskan Lembaga Tinggi Negara yang berwenang membentuk undang – undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang mana memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Sedangkan pada Pasal 5 Presiden berhak mengajukan  rancangan  undang­-undang kepada Dewan  Perwakilan Rakyat. Kemudian pada Pasal 24C ayat (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Alasan peraturan perundangan dibentuk adalah untuk melindungi hak-hak dasar warga negara serta untuk membatasi kekuasaan yang tanpa batas. Oleh karena itu pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi, yang mengandung persamaan di bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan merupakan implementasi negara hukum.

 

Menarik disini pemnbahasan terkait peradilan yang bebas tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun. Bahwa pada masa kemerdekaan kita mengenal perjuangan para pejuang bangsa tidak hanya melalui pertempuran di medan perang. Namun adapula jalur diplomasi bahkan juga melalui jalur peradilan. 

Sebagai contoh pada 18 Agustus 1930, Soekarno membacakan pledoi dengan judul “Indonesia Menggugat” di hadapan pengadilan pemerintah kolonial Belanda di Bandung. Pledoi Soekarno atas tuduhan hendak menggulingkan pemerintah Hindia Belanda. Soekarno membacakan pidato pembelaan tersebut di pengadilan, setelah 8 bulan mendekam di penjara Banceuy Bandung yang sempit dan sesak. Soekarno menulis selama di penjara dengan menggunakan kertas beralaskan kaleng tempat buang air. Pledoi Indonesia Menggugat ditulis kembali bersama Cindy Adams dalam otobiografi berjudul "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia". Hal ini memberi penegasan bahwa negara kita dibentuk dengan pengakuan atas peradilan yang bebas tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain apapun. Baik pada masa kemerdekaan hingga saat ini, peradilan Indonesia tetap menjunjung peradilan yang bebas tidak memihak, yang hal ini selaras dengan 7 (tujuh) nilai Mahkamah Agung RI : kemandirian, integritas dan kejujuran, akuntabilitas, responsibilitas, keterbukaan, ketidakberpihakan, perlakuan yang sama di depan hukum.   

Baca Juga: Yang Baru Soal Asas Legalitas Dalam KUHP Baru

Pada 1 Juni 1945, sebelum para pendiri bangsa menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia, telah pula dibahas dan disepakati bersama melalui musyawarah untuk melahirkan Pancasila sebagai dasar negara sekaligus sebagai sumber dari segala sumber hukum, yang mengandung arti bahwa seluruh peraturan perundangan di Indonesia harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Kemudian pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan Republik Indonesia para pendiri bangsa segera menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 demi menjamin berdirinya negara hukum.

Berdirinya Negara Indonesia telah terpenuhi unsur-unsur berdirinya suatu negara diantaranya ada wilayah, penduduk, pemerintahan dan pengakuan (recognition). Bahwa perekat dari unsur berdirinya negara tersebut yakni legitimasi secara hukum. Sebagai contoh untuk mengokohkan kesatuan wilayah, penduduk, pemerintahan pusat dan daerah serta pengakuan akan kemerdekaan bangsa Indonesia, maka Presiden Sukarno menetapkan Piagam Kedudukan pada tanggal 19 Agustus 1945 kepada satuan kerajaan yang hidup di Nusantara diantaranya Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Oleh Maklumat Raja Keraton Surakarta dan Yogyakarta pada September 1945 yang mengakui kemerdekaan Indonesia dan menyatakan berdiri di belakang Pemerintah Indonesia, berita kemerdekaan Negara Indonesia semakin tersebar ke daerah-daerah. Hal ini membuktikan peranan produk hukum sebagai landasan asas legalitas dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI