Cari Berita

PN Pekanbaru Kabulkan Praperadilan Eks Sekwan DPRD Riau, Penyitaan Aset Tidak Sah

Fadillah Usman - Dandapala Contributor 2025-09-24 14:00:04
Dok. Ilustrasi

Pekanbaru – Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Riau, melalui hakim tunggal Dedy membacakan putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan Muflihun, mantan Sekretaris DPRD Provinsi Riau sekaligus Calon Wali Kota Pekanbaru 2024. Sidang pembacaan putusan berlangsung di Ruang Sidang Kusuma Admadja, pada Rabu (17/9/2025).

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan penyitaan terhadap aset milik Muflihun berupa satu unit rumah di Pekanbaru dan satu unit apartemen di Batam tidak sah dan batal demi hukum.

Putusan ini diambil setelah hakim tunggal mempertimbangkan rangkaian bukti, keterangan saksi, serta adanya audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru yang menyebut tidak ada kerugian negara dalam perkara dugaan perjalanan dinas fiktif (SPPD fiktif) di DPRD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2020–2021.

Baca Juga: Tertutupnya Pintu Upaya Hukum Putusan Praperadilan: Suatu Tinjauan Filosofi

Kasus berawal dari penyelidikan oleh Termohon Polda Riau terkait dugaan SPPD fiktif yang menyeret nama Muflihun selaku pengguna anggaran saat dirinya menjabat Sekwan DPRD Provinsi Riau.

“Berdasarkan adanya hasil audit BPK, BPKP, serta keterangan Kejaksaan menyebutkan tidak ditemukan adanya kerugian negara yang nyata dan pasti. Bahkan, kelebihan anggaran perjalanan dinas telah dikembalikan ke kas daerah”, dikutip dalam pertimbangan putusan yang diakses melalui Direktori Putusan Mahkamah Agung RI.

Meski demikian, penyidik tetap melakukan penyitaan terhadap rumah di Perumahan Al-Mutmainah, Pekanbaru, dan apartemen di Batam, yang kemudian digugat Muflihun melalui jalur praperadilan.

Hakim tunggal Dedy menegaskan bahwa tindakan penyitaan tidak didasarkan pada bukti hukum yang sah dan dilakukan secara tergesa-gesa serta kurangnya prinsip kehati-hatian.“Penyitaan terhadap satu unit rumah dan satu unit apartemen milik Pemohon adalah tidak sah, tidak berdasar hukum, dan batal demi hukum karena terkesan dilakukan secara tergesa-gesa”, ucapnya.

Dalam pertimbangannya, Hakim menilai aset yang disita bukan merupakan hasil tindak pidana korupsi, melainkan harta sah yang sudah dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sejak tahun 2020. Rumah tersebut diketahui sebagai tempat tinggal orang tua Pemohon yang dibeli bersama ayah kandungnya, sedangkan apartemen di Batam diperoleh dari penghasilan resmi.

“Meskipun penyidik telah memperoleh izin penyitaan dari PN Pekanbaru dan PN Batam, hakim menilai bukti yang diajukan tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya keterkaitan aset tersebut dengan dugaan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, penyitaan dinilai cacat hukum dan tidak sah”, tambahnya.

Melalui putusan praperadilan ini memberikan perlindungan hukum bagi Muflihun sekaligus menegaskan pentingnya kehati-hatian aparat penegak hukum dalam melaksanakan kewenangannya. (al/fac)

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Dengan Praperadilan Dalam RUU KUHAP

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI