Cari Berita

Urgensi Penggunaan Ikhtisar Musyawarah Sebelum Menjatuhkan Putusan

Antoni Febriansyah- Hakim PN Singkil, Aceh - Dandapala Contributor 2025-05-14 10:00:40
Dok. Antoni Febriansyah

Era modernisasi saat ini, kemajuan teknologi dan informasi dunia berpengaruh juga terhadap kemajuan sistem Teknologi Informasi/TI di Indonesia khususnya Instansi/Lembaga Negara yakni Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Badan Peradilan dibawahnya.

Berdasarkan hal tersebut, saat ini keterbukaan  informasi publik khususnya dalam penanganan perkara peradilan, segala sesuatunya dapat dikerjakan dan diakses melalui sistem teknologi dan informasi secara transparan dan akuntabel, seperti Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Monitoring Implementasi SIPP (MIS), Evaluasi Implementasi SIPP (EIS), e-Court maupun e-Litigasi serta aplikasi-aplikasi lainnya yang dimiliki oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Badan Peradilan dibawahnya.

Baca Juga: Melihat Ewali Orahua, Situs Musyawarah Adat Masyarakat Nias Selatan

Meskipun begitu, tetapi ada hal-hal yang bersifat rahasia dan tidak boleh diakses oleh orang lain yaitu musyawarah hakim sebelum menjatuhkan putusan. Walaupun bersifat rahasia, namun musyawarah hakim ini harus dipertanggungjawabkan oleh tiap-tiap hakim dalam memberikan pendapat dan pertimbangan hukum dalam menyusun putusan.

Saat ini aplikasi (SIPP) yang dimiliki MA dapat dikatakan sudah sempurna karena proses pendaftaran perkara hingga pengucapan putusan, penyelesaian perkara (minutasi perkara) dan upaya hukum dapat diakses dan terdokumentasi secara elektronik pada (SIPP) tersebut.

Berkaitan dengan hal-hal diatas, Penulis mempunyai ide atau gagasan yang dapat ditambahkan dalam aplikasi SIPP tersebut yaitu kolom untuk yang menyajikan format atau template ikhtisar musyawarah yang dapat diunduh sebelum menjatuhkan putusan karena ikhtisar musyawarah Majelis Hakim ini merupakan dokumen yang penting dalam menangani suatu perkara baik pidana maupun perdata.

Oleh karena itu, tentunya dalam melaksanakan musyawarah majelis hakim sebelum pengambilan keputusan perlu dibuat bukti tertulis berupa ihktisar musyawarah yang berisi pendapat masing-masing hakim dan waktu pelaksanaan musyawarah tersebut yang nantinya akan dituangkan ke dalam putusan agar setiap pendapat hakim dapat dipertanggungjawabkan dan mempermudah membuat konsep putusan.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, melalui tulisan ini, penulis akan  menyampaikan ide atau gagasan dengan membahas tentang pentingnya  Penggunaan Ikhtisar Musyawarah Sebelum Menjatuhkan Putusan.

1.  Tata cara pelaksanaan musyawarah majelis hakim yang efektif.

Dalam ketentuan Pasal 14 Undang-Undang RI Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan kehakiman) disebutkan bahwa:

1)   Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.

2)   Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

3)   Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.

4)   Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.

Musyawarah majelis hakim dilakukan di ruangan rapat khusus/tertentu dan tidak boleh diketahui pihak lain, karena sifatnya tertutup dan rahasia. Dalam perkara perdata, tidak mengatur secara khusus tentang tata cara pengajuan pendapat dan pertimbangan tentang siapa yang lebih dahulu mengajukan pendapat dan pertimbangan dalam sebuah musyawarah majelis hakim. Namun, berbeda dengan perkara pidana yang telah mengaturnya sebagaiamana terdapat dalam ketentuan Pasal 182 ayat (5) KUHAP yang menyatakan Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya”.

Dalam penanganan perkara perdata, tujuan utama mengadili adalah memberi kepastian hukum dan keadilan dalam sengketa para pihak, maka argumentasi Hakim dalam musyawarah hendaknya difokuskan pada:

-     Menghubungkan alat bukti yang satu dengan yang lain sehingga menunjukkan deskripsi suatu peristiwa hukum (konstatir).

-     Menunjukkan adanya hubungan kausalitas (kualifisir) serta menunjukkan akibat yang timbul dan menegaskan konsekuensi yuridisnya (konstituir).

-     Menunjukkan secara jelas, logis, nalar/alur pikir yang dibangun oleh hakim agar pihak lain dapat mengerti.

-     Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga tidak dapat diartikan lain selain yang dimaksud dalam putusan.

Berdasarkan Materi Diklat II PPC Terpadu Angkatan III/ Calon Hakim Angkatan VIII (delapan) Gelombang 2 menerangkan bahwa dalam perkara pidana, tujuan utama mengadili adalah menentukan ada atau tidak kesalahan Terdakwa berdasarkan dakwaan Penuntut Umum, maka argumen Hakim dalam musyawarah  hendaknya difokuskan pada:

-     Apakah semua unsur pasal dakwaan berhasil dibuktikan dan membuat kesimpulan apakah unsur tersebut terpenuhi atau tidak.

-     Memberikan argumentasi hukum yang relevan maupun ilmiah pada setiap unsur yang dibuktikan atau dipertimbangkan.

-     Memberikan definisi operasional terhadap setiap unsur yang dipertimbangkan.

-     Membuat kesimpulan terhadap seluruh unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, apakah terbukti atau tidak.

-     Setiap analisis harus diuji atau diverifikasi dengan alat bukti di persidangan.

-     Pendapat/analisis hukum harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.

-     Jika tidak diatur dalam peraturan perundangan, dapat menggunakan Asas hukum atau teori hukum yang terkait dengan konteks kasus.

-     Gunakan juga Yurisprudensi sebagai rujukan, kalau perkara tersebut sudah ada Yurisprudensi tetapnya.

Argumen yang dikemukakan masing-masing hakim dalam musyawarah harus didasari alasan dan dasar hukum yang tepat. Sebab, hasil musyawarah itulah yang dijadikan substansi putusan. Pada akhirnya, substansi putusan itu harus dipertanggungjawabkan kepada pencari keadilan dan Tuhan Yang Maha Esa.

2.  Pentingnya ikhtisar musyawarah sebagai dokumentasi hasil musyawarah majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 51 UU Kekuasaan kehakiman disebutkan bahwa Penetapan, ikhtisar rapat permusyawaratan dan berita acara pemeriksaan sdang ditandatangani oleh ketua majelis hakim dan panitera sidang”. Kemudian dalam Pasal 182 Ayat (6) KUHAP disebutkan bahwa “pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:

a.  Putusan diambil dengan suara terbanyak;

b.  Jika ketentuan tersebut dalam huruf (a) tidak juga dapat diperoleh, putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa”.

Dalam penjelasan Pasal 182 ayat (6) KUHAP disebutkan bahwa apabila tidak terdapat mufakat bulat, pendapat lain dari salah seorang hakim majelis dicatat dalam berita acara sidang majelis yang sifatnya rahasia”. Mengacu pada ketentuan penjelasan tersebut, Penulis berpendapat bahwa dalam penjatuhan putusan penting untuk dibuat berita acara musyawarah majelis dalam bentuk tertulis berupa ikhtisar musyawarah.

Musyawarah sebelum menjatuhkan putusan tidak boleh dianggap sepele, karena untuk menentukan seseorang bersalah atau tidak dalam perkara pidana, kemudian begitu juga dalam perkara perdata untuk menentukan pihak mana yang berhak dimenangkan atau dikalahkan, maka pendapat hakim dalam musyawarah harus benar-benar disampaikan secara tertulis melalui ikhtisar musyawarah untuk memudahkan ketika membuat putusan, karena selain alat bukti tentunya keyakinan hakim dalam memutus perkara juga sangat penting disampaikan dalam musyawarah majelis hakim.

Meskipun dalam praktik majelis hakim akan bergiliran membuat konsep putusan, namun dengan adanya ikhtisar musyawarah ini akan lebih mempermudah bagi hakim yang ditunjuk untuk membuat konsep putusan dan apabila ada pemeriksaan terhadap perkara yang telah diputus tersebut karena kesalahan ataupun kurang kehati-hatian majelis hakim dalam memutus perkara, maka majelis hakim tersebut dapat mempertanggungjawabkan masing-masing pendapatnya dan bukan bertumpu kepada siapa yang membuat konsep putusan, apalagi dalam musyawarah tersebut tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) yang menyebabkan musyawarah tidak tercapai suara/pendapat secara bulat.

Format baku ikhtisar musyawarah belum diatur oleh MA, namun dalam praktiknya, ada juga majelis hakim yang menggantikan ikhtisar itu dengan semacam formulir lembaran musyawarah yang telah dipersiapkan sebelumnya. Lembaran musyawarah itu berisi data identitas para pihak, nama majelis hakim dan nama panitera pengganti serta kolom pendapat masing-masing hakim berikut tanda tangannya. Semua harus mengisi lembaran musyawarah tersebut kemudian menandatanganinya.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas melalui tulisan ini, Penulis mengusulkan agar penggunaan Ikhtisar Musyawarah ini diatur prosedur dan teknik serta apa saja yang harus dimuat dalam ikhtisar musyawarah hakim ketika melakukan musyawarah hakim kedalam sebuah regulasi internal sebagaimana diamanahkan dalam ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman. Regulasi tersebut juga dapat dilengkapi dengan format atau template contoh ikhtisar musyawarah yang sama halnya seperti template putusan yang telah diberlakukan saat ini, agar ada keseragaman dan juga sebagai pedoman bagi Para Hakim dalam membuat ikhtisar musyawarah      sebelum menjatuhkan putusan.

Baca Juga: Potensi Pelanggaran Etik Hakim di Penggunaan AI dalam Bikin Putusan

Penutup

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas melalui tulisan ini, Penulis mengusulkan agar diterbitkan kebijakan penggunaan Ikhtisar Musyawarah pada saat Majelis Hakim melaksanakan musyawarah. Kebijakan itu juga diharapkan mengatur tentang prosedur dan hal apa saja yang harus dimuat dalam ikhtisar musyawarah hakim sebagaimana diamanahkan dalam ketentuan Pasal 14 ayat (4) UU Kekuasaan Kehakiman. Regulasi tersebut juga diharapkan dilengkapi dengan format atau template contoh ikhtisar musyawarah sama halnya seperti template putusan yang telah ditetapkan agar ada keseragaman dan juga sebagai pedoman bagi Para Hakim dalam membuat ikhtisar musyawarah sebelum menjatuhkan putusan. Selain itu, untuk memudahkan para Hakim menggunakan ikhtisar musyawarah, maka dalam SIPP kedepannya tersedia menu akses/unduh dokumen ikhtisar musyawarah hakim yang dapat diunduh. (LDR)

Terlampir contoh format ikhtisar musyawarah:
https://docs.google.com/document/d/1aFNwj6BSV9PoZfjPb6bPYlv9aqpbuXh1/edit?usp=sharing&ouid=117167644861340385175&rtpof=true&sd=true

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI