Money Laundering atau
Pencucian Uang bermula dari kehidupan Al Capone seorang penjahat besar pada
masanya dengan dibantu oleh Meyer Lansky yang merupakan seorang akuntan di
Amerika pada tahun 1930. Dalam melakukan pencuciannya mereka membersihkan uangnya melalui
usaha binatu saat itu. Kemudian sejak itulah istilah pencucian uang atau money
laundering mulai dikenal.
Dalam perkembangannya sejak itu tindak pidana pencucian uang semakin kompleks,
melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin beragam
dengan memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke
berbagai sektor.
Menurut Sarah N. Welling, dalam
bukunya Adrian Sutedi, 2008, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, dan Kepailitan. Kejahatan
money laundering dimulai dengan adanya “uang haram” atau “uang kotor”(dirty
money).
Baca Juga: Judicial Challenges in Dealing with Cryptocurrency
Pencucian uang sederhananya adalah
terhadap uang atau harta itu agar pihak lain tidak mengetahui bahwa uang
tersebut sebenarnya berasal dari hasil kejahatan atau tindak pidana yang pada
intinya semua uang yang telah dicampur itu berasal dari
hasil seolah-olah aktifitas bisnis yang rill dan legal sehingga menjadi uang yang normal,
biasanya sering melalui bank karena memang menjadi tempat menyimpan uang. Namun
seiring dengan kemajuan teknologi informasi banyak modus operandi yang
digunakan saat ini dengan menggunakan cara-cara seperti melalui pembelian
barang dan jasa, contoh: lelang barang antik, atau kolektor lukisan mahal atau
melalui jasa pengiriman uang yang belum terlacak atau diluar sistem perbankan.
Pencucian uang dalam transaksi atau sistem pembayaran diluar perbankan juga
sebenarnya berpeluang tinggi.
Praktek pencucian uang berpotensial
mengganggu perekonomian baik nasional maupun internasional karena membahayakan
operasi yang efektif dari perekonomian dan menimbulkan kebijakan ekonomi yang
buruk, terutama pada negara-negara tertentu. Dan Money laundering sering
pula dikaitkan dengan “kejahatan kerah putih” (white collar crime) yang
bertujuan untuk menyembunyikan asal usul uangnya yang diduga berasal dari
tindak kejahatan.
Saat ini
kejahatan pencucian uang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2002, serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang (UUTPPU). Selanjutnya UUTPPU dicabut dan diganti dengan Undang-Undang
Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.
Referensi:
-
Adrian
Sutedi, 2008, Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, dan
Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta.
-
A.S.
Mamoedin, 1997, Analis kejahatan Perbankan, Cetakan Pertama, Rafflesia,
Jakarta.
Baca Juga: Integrasi Reward & Punishment dengan Strategi Kindness: Jalan Etis Menuju Peradilan Agung
-
Bismar Nasution, 2008, Rejim
AntiMoney Laundering di Indonesia, Books Terrace & Library, Bandung
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI