Cari Berita

Meneropong Intervensi dalam Praktik

Andri Falahandika (Hakim PN Tangerang) - Dandapala Contributor 2025-06-04 08:15:44
Dok. Istimewa

Intervensi diartikan secara umum dalam praktik adalah masuknya pihak ketiga baik oleh karena inisiatif sendiri maupun karena ditarik oleh pihak asal ke dalam sebuah perkara yang sedang disidangkan. Masuknya pihak ketiga ini karena memiliki kepentingan dengan sengketa yang sedang diperiksa di persidangan

Dasar hukum masuknya pihak ketiga ke dalam sebuah perkara sampai dengan saat ini masih merujuk kepada Bagian Ke-17 Penggabungan dan Penengahan mulai Pasal 279 sampai dengan Pasal 282 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering  atau Rv):

  • Pasal 279 Rv mengatur : “Barangsiapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan antara pihak-pihak lain dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan”;
  • Pasal 280 Rv mengatur : “Tindakan-tindakan ini dilakukan dengan surat permohonan pada hari sidang yang telah ditetapkan sebelum atau pada waktu kesimpulan terakhir diambil dalam perkara yang sedang berjalan. Dalam perkara yang diperiksa berdasarkan surat-surat, tindakan itu dilakukan dengan pemberitahuan kepada para pihak disertai pemanggilan mereka untuk menghadap di sidang pengadilan”;
  • Pasal 281 mengatur : Surat permohonan, yang sekaligus berisi pengangkatan seorang pengacara, memuat nama kecil, nama dan tempat tinggal yang mengajukan permohonan serta dasar alasan permohonan iiu diajukan, semua dengan ancaman batal. Ia dianggap telah memilih tempat tinggal pada pengacaranya, kecuali jika dalam surat permohonannya ia menyatakan memilih tempat tinggal lain”;
  • Pasal 282 mengatur : “Jika hakim yang memutus permohonan itu memerintahkan para pihak untuk melanjutkan perkaranya, maka dalam putusan yang sama itu ditentukan pula kepada mereka harus menghadap di muka persidangan untuk melanjutkan perkaranya itu”

Intervensi, dalam praktik dikenal terdapat 3 jenis berdasarkan kepentingan dan tujuan mereka dalam perkara tersebut, yakni:

  1. Tussenkomst, adalah pihak ketiga yang masuk ke dalam sebuah perkara untuk membela kepentingannya dengan cara menggugat pihak-pihak asal dalam perkara tersebut baik Penggugat maupun Tergugat;
  2. Voeging, adalah pihak ketiga yang masuk ke dalam sebuah perkara untuk membela kepentingannya dengan cara bergabung dengan salah satu pihak dalam perkara asal baik bergabung dengan Penggugat maupun Tergugat;
  3. Vrijwaring, adalah pihak ketiga yang masuk ke dalam sebuah perkara untuk membela kepentingannya dengan cara ditarik oleh salah satu pihak dalam perkara asal baik oleh Penggugat maupun Tergugat.

Intervensi sebagai pihak yang diakui keberadaannya oleh hukum acara perdata kita, namun aturan-aturan hukum belum ada yang merinci bagaimana persidangan memperlakukan seorang Intervenient mulai protokol ketika masuk di persidangan hingga penghitungan biaya perkara yang harus dikeluarkan seorang intervenient.

Pembahasan mengenai intervensi ini akan Penulis kupas sesuai urut-urutan persidangan sebagai berikut:

Baca Juga: Intervensi dan Permasalahannya di Pengadilan

     Waktu masuknya intervenient

Berdasarkan ketentuan Pasal 280 Rv, seorang calon Intervenient dapat masuk ke dalam perkara pokok pada saat sebelum atau pada saat KESIMPULAN ;

Dengan kata lain apabila terdapat sebuah persidangan yang memasuki tahap penyampaian Kesimpulan, lalu ada pihak Intervenient yang masuk, maka berdasarkan ketentuan Pasal 280 Rv, Penulis berpendapat: kita dapat menerima Kesimpulan para pihak dalam perkara pokok terlebih dahulu, lalu menerima permohonan intervensi dari Intervenient

     Cara masuk intervenient

Mengenai cara masuknya seorang calon Intervenient, oleh karena belum ada aturan yang mengatur hal ini, terdapat 2 cara yang berkembang yakni:

  1. Calon Intervenient membayar panjar biaya perkara terlebih dahulu di Kepaniteraan Perdata, kemudian hadir di persidangan dan mengajukan permohonan intervensi kepada Majelis Hakim pada saat persidangan.
  2. Calon Intervenient menghadiri persidangan, lalu menginterupsi persidangan dan mengajukan permohonan intervensi kepada Majelis Hakim pada saat persidangan hari tersebut hendak ditutup oleh Majelis Hakim.

Kemudian pertanyaan selanjutnya, apakah terkait permohonan intervensi tersebut, kepada para pihak asal diberikan kesempatan untuk menanggapi?

Kembali lagi oleh karena belum ada aturan mengenai Intervensi secara rinci, terkait hal ini ada 2 pendapat yang berkembang juga yakni:

  1. Memberikan kesempatan kepada para pihak dalam perkara asal untuk menanggapi;
  2. Untuk permohonan yang mendefinisikan dirinya sebagai Tussenkomst (menggugat), tidak diperlukan tanggapan dari para pihak asal, namun apabila permohonannya mendefinisikan diri sebagai Voeging (bergabung) dan atau sebagai Vrijwaring (ditarik), Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada para pihak dalam perkara asal untuk menanggapi.

Setelah ada permohonan dari calon Intervenient tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 282 Rv, maka Majelis Hakim harus memutusnya dalam sebuah Putusan, oleh karena Putusan dalam sebuah perkara hanya ada 1 yakni pada Putusan Akhir, maka putusan mengenai dapat masuknya atau tidak Calon Intervenient ke dalam perkara pokok harus dituangkan ke dalam sebuah putusan sela.

Mengenai point cara masuknya Intervenient ini, Penulis berpendapat sebagai berikut:

  1. Berdasarkan ketentuan Pasal 280 Rv, dimana surat yang diajukan oleh Calon Intervenient adalah berupa Surat Permohonan dan belum berbentuk surat Gugatan (apabila ia sebagai Tussenkomst) yang diajukan di dalam sebuah persidangan, sehingga Penulis lebih condong memilih kepada pendapat mengenai cara Calon Intervenient masuk adalah dengan menginterupsi persidangan dan belum mendaftarkan diri dengan cara membayar panjar biaya perkara di Kepaniteraan. Setelah Majelis Hakim memutuskan calon intervenient dapat masuk ke dalam perkara asal, maka setelah itu berdasarkan penafsiran Pasal 282 Rv, baru diperintahkan untuk mengikuti persidangan dimana untuk dapat mengikuti persidangan salah satu syaratnya adalah dengan cara membayar panjar biaya perkara.
  2. Dalam Amar Putusan Sela Majelis Hakim, Penulis mengusulkan penyebutan pihak Intervensi tussenkomst sebagai PENGGUGAT INTERVENSI. Voeging sebagai PENGGUGAT II/TERGUGAT II ( Tergantung Jumlah Pihak dalam perkara tersebut, dimana pihak Intervenient sebagai pihak yang terakhir dalam posisi dimana ia bergabung). Vrijwaring sebagai PENGGUGAT II/TERGUGAT II (Tergantung Jumlah Pihak dalam perkara tersebut, dimana pihak Intervenient sebagai pihak yang terakhir dalam posisi dimana ia ditarik.
  3. Mengenai kesempatan para pihak asal menanggapi permohonan calon intervenient, Penulis berpendapat, apabila permohonan masuk sebagai Tussenkomst, maka menjadi hak prerogatif Majelis Hakim untuk menilai, tetapi apabila permohonan masuk sebagai Voeging atau Vrijwaring maka diperlukan pendapat dari para pihak dalam perkara asal.

     Ketika masuk

Ketika permohonan intervensi diajukan oleh Calon Intervenient, maka perkara pokok harus dihentikan terlebih dahulu, misal tahapan dalam perkara pokok sudah sampai pada Pemeriksaan Saksi dari Tergugat, maka acara untuk selanjutnya harus di pending, menunggu perkara intervensi sampai pada tahapan pemeriksaan Saksi juga.

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf a point c, Peraturan MA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, terhadap adanya Intervensi tidak diperlukan Mediasi. 

Pada saat setelah Pihak Intervensi Tussenkomst masuk ke dalam Persidangan, ia harus menyusun Surat Gugatan dan membacakannya di persidangan karena surat yang diajukan pada saat hendak masuk masih berupa permohonan, untuk kemudian Gugatan Intervensi tersebut harus dijawab oleh para Tergugat Dalam Intervensi.

Yang menjadi pertanyaan bagaimana apabila Intervensi yang diajukan sebagai Voeging atau Vrijwaring?

Menurut pendapat Penulis, untuk intervensi yang bersifat Voeging dan Vrijwaring apabila ia bergabung atau ditarik sebagai pihak Penggugat, maka ia tetap wajib membuat surat Gugatan, lain halnya apabila ia bergabung atau ditarik sebagai pihak Tergugat, maka tidak ada surat gugatan yang harus disusun

     Putusan

Pendapat Penulis sebagai berikut:

Dalam Putusan terkait Intervensi Tussenkomst, kita harus membagi Putusan menjadi 2 bagian, yakni dalam perkara asal dan dalam intervensi karena apabila sebagai Tussenkomst kedudukan Penggugat dan Tergugat adalah sebagai pihak yang digugat oleh Pihak Penggugat Intervensi

Mengenai biaya perkara khususnya Tussenkomst oleh karena ia harus membiayai perkara yang diajukan, maka kepadanya wajib untuk membayar biaya perkara, terkait Voeging atau Vrijwaring sebagaimana hal sebelumnya, apabila ia berkedudukan sebagai Penggugat, maka kepadanya juga harus diperlakukan sebagai Penggugat pada umumnya termasuk mengenai kewajiban untuk membayar biaya perkara, sedangkan apabila berkedudukan sebagai Tergugat, maka ia juga harus diperlakukan sebagai Tergugat pada umumnya.

KESIMPULAN:

Apa yang Penulis sampaikan ini adalah apa yang pernah Penulis praktikkan selama bertugas sebagai Hakim, kemungkinan perbedaan pendapat baik antar Hakim maupun antar Pengadilan akan sangat mungkin terjadi, hal ini dikarenakan belum adanya aturan yang mengatur secara rinci mengenai Intervensi. Selama ini mengenai penerapan dalam praktik persidangan diserahkan kepada kebijaksanaan Majelis yang bersidang.

SARAN:

Baca Juga: Menyoal Praktik Amicus Curiae dan Kebijakan Mahkamah Agung

Mendorong kiranya Mahkamah Agung segera menyusun Peraturan Mahkamah Agung yang mengatur mengenai Hukum Acara Intervensi guna mengisi kekosongan hukum. (asn/fac)

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI