Bandung – Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis terhadap Dokter Inisial PAP, dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf c jo. Pasal 15 ayat (1) huruf b, huruf e, dan huruf j jo. Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada Rabu (05/10).
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 11 (sebelas) tahun dan denda sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan,” ujar Ketua Majelis Lingga Setiawan saat pembacaan putusan Nomor: 669/Pid.Sus/2025/PN Bdg.
Kasus ini menjadi salah satu peristiwa kekerasan seksual di lingkungan pendidikan kedokteran dan fasilitas kesehatan yang paling menyita perhatian publik sepanjang tahun 2025. Publik digemparkan setelah muncul laporan mengenai dugaan tindakan pemerkosaan yang dilakukan oleh terdakwa, yang saat itu merupakan dokter peserta PPDS di RSHS Bandung.
Baca Juga: Menggali Penerapan Restitusi Pasca PERMA 1/2022
Peristiwa tersebut bermula ketika seorang perempuan berusia 21 tahun yang tengah mendampingi keluarganya sebagai pasien di RSHS diminta oleh terdakwa untuk mengikuti prosedur pemeriksaan medis di ruang lantai tujuh Gedung MCHC. Dalam proses itu, korban disuntik cairan yang diduga mengandung obat bius atau penenang hingga kehilangan kesadaran.
Ketika sadar, korban mendapati adanya rasa sakit di bagian organ vitalnya dan ditemukan sisa cairan yang kemudian dikonfirmasi sebagai sperma. Kasus ini segera menyebar luas di media sosial. Publik mengecam keras tindakan tersebut, terutama karena dilakukan oleh seorang tenaga medis di lingkungan rumah sakit pendidikan.
Selain menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa, majelis hakim yang beranggotakan Sri Senaningsih & Zulfikar Siregar juga mempertimbangkan laporan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) atas permohonan restitusi yang diajukan oleh korban dalam perkara ini.
Baca Juga: Restitusi dan Restitusi Kurang Bayar pada Tindak Pidana Kekerasan Seksual
“Membebankan terhadap Terdakwa untuk membayar restitusi berdasarkan Laporan Penilaian Restitusi dari LPSK kepada para korban seluruhnya sebesar Rp137.827.000,00 (seratus tiga puluh tujuh juta delapan ratus dua puluh tujuh ribu rupiah)”, demikian dikutip dalam salah satu amar putusannya.
Putusan majelis hakim yang memerintahkan pembayaran restitusi melalui mekanisme LPSK menjadi penegasan penting bahwa pemulihan korban adalah bagian integral dari keadilan dalam perkara kekerasan seksual. Dalam konteks penegakan Undang-Undang TPKS, perkara ini menjadi salah satu preseden yang menunjukkan penerapan pasal mengenai penyalahgunaan kedudukan oleh tenaga kesehatan, sekaligus penegasan tanggung jawab hukum pelaku untuk menanggung akibat materil dan psikologis terhadap para korban. (SNR/LDR)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI