Ribuan kasus
korban kekerasan seksual di Indonesia pada tahun 2025 yang sebagian besarnya
belum mendapat restitusi. Restitusi saat ini masih menjadi skema langka dalam
persidangan pidana di Pengadilan Negeri dikarenakan belum adanya best
practice yang memadahi, namun setidaknya ada beberapa putusan dari
Pengadilan Negeri yang menjatuhkan restitusi kepada Terdakwa yang dimana
perkara tersebut menarik perhatian publik.
Berdasarkan
data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA)
menyebutkan bahwa sejak 1 Januari 2025 telah terjadi 5.950 kasus kekerasan yang
melibatkan perempuan sebagai korban. [1] Meskipun kekerasan seksual tidak hanya
menimpa Perempuan dan Anak data tersebut menunjukan ada ribuan korban kekerasan
seksual di Indonesia.
Restitusi
adalah ganti kerugian yang dibayarkan oleh Terdakwa tindak pidana tertentu atau
Restitution is a form of legal protection form for victims of victim
recovery oriented. [2] Ganti kerugian yang diberikan kepada korban dapat
dibedakan menjadi dua jenis, pertama yang dibayarkan oleh institusi
resmi dari dana negara (disini akan dinamakan kompensasi atau compensation) dan kedua yang
dibayar oleh pelaku (dinamakan restitusi atau restitution).[3]
Baca Juga: Menggali Penerapan Restitusi Pasca PERMA 1/2022
Sedangkan
dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun
2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU
TPKS) yang dimaksud restitusi adalah pembayaran
ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan
penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian
materiel dan/ atau imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya;
Restitusi dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual pertama
kali dikenal pada tahun 2022 sejak UU
TPKS diberlakukan. Mekanisme
pelaksanaannya sendiri dibagi menjadi 2 (dua) mekanisme pertama dilakukan
sebelum putusan dijatuhkan kedua dilakukan dengan mengajukan permohonan setelah
putusan dijatuhkan. [4]
Pelaksanaan dari mekanisme Restitusi dalam praktik mengalami
beberapa kendala, diantaranya sebagai
berikut:
Apa saja yang bisa dimohonkan oleh korban kekerasan
seksual dalam permohonan restitusi;
Permohonan
restitusi yang dapat diajukan oleh korban kepada terdakwa sebagaimana UU TPKS dan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022
tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan
Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana, adalah sebagai berikut;
- ganti kerugian atas kehilangan
kekayaan atau penghasilan;
- ganti kerugian yang
ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat Tindak
Pidana Kekerasan Seksual;
- penggantian biaya perawatan
medis dan/ atau psikologis; dan/ atau
- ganti kerugian atas kerugian
lain yang diderita Korban sebagai akibat Tindak Pidana Kekerasan Seksual, termasuk
biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan
dengan proses hukum.
Apakah restitusi mengurangi hukuman Terdakwa;
Seiring berkembangnya konsep restoratif justice masyarakat dan beberapa praktisi hukum
mengaitkan konsep restitusi dengan Restoratif Justice dimana keduanya
merupakan konsep yang berbeda dari hulu ke hilir, yang mana Restoratif
Justice bertujuan mengembalikan keadaan seperti sedia kala dengan
diwajibkan perdamaian kedua belah pihak dan Terdakwa diminimalkan hukuman yang
dijatuhkan, sedangkan dalam konsep restitusi Terdakwa tidak diwajibkan untuk
berdamai dengan korban namun diberi kewajiban untuk membayar ganti kerugian.
Bagaimana bila Terdakwa tidak memiliki harta yang cukup
untuk membayar restitusi
Dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak jarang
pelakunya tidak mau membayarkan restitusi atau tidak memiliki harta yang cukup
untuk membayarkan restitusi. Dalam hal demikian telah diatur dalam UU TPKS bahwa untuk dilakukan eksekusi berupa pelelangan harta dari Terdakwa,
namun apabila masih belum cukup maka Terdakwa akan menjalani pidana tambahan
berupa penjara.
Tidak berhenti
disana Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 29
tahun 2025 tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dimana
kekurangan pembayaran restitusi pada korban akan ditanggung oleh negara sampai
dengan dapat ditambahkan berupa dana pemulihan pada korban;
Dalam skema eksekusi pembayaran restitusi. Bilamana
restitusi tersebut tidak terbayarkan oleh Terdakwa sebagaimana adagium qui
non potest solvere in aere, luat in corpore, maka Terdakwa akan melunasi
dan menjalaninya dengan pidana badan, dan dilakukan lelang sita jaminan
terhadap harta benda milik Terdakwa/Terpidana. [5]
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan Negara berupaya
hadir untuk melindungi dan memulihkan Korban kekerasan Seksual dengan skema
restitusi tersebut, demi mewujudkan adagium poenae ut poenae, poenae ut
medicine dimana pidana tidak hanya dipandang sebagai hukuman semata namun
juga sebagai obat.
Baca Juga: Victim Impact Statement? Menelisik Peranannya dalam UU TPKS dan PERMA 1 Tahun 2022
Pada akhirnya Penulis berpendapat secara instrumen
yuridis peraturan sistem restitusi telah cukup komprehensif, tahapan selanjutnya Aparat Penegak Hukum khususnya
Hakim di Pengadilan dalam praktek persidangan dapat mengupayakan semaksimal
mungkin penerapan restitusi kepada korban tindak pidana kekerasan seksual
sehingga pada muaranya korban kekerasan seksual mendapat perlindungan dan
pemulihan dalam sistem hukum di Indonesia. (ldr,
ypy)
Daftar Pustaka
- Riza
Asyari Yamin & Sali Susiana, Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Dalam
Konteks Relasi Kuasa 2025, https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/info_singkat/Info%20Singkat-XVII-8-II-P3DI-April-2025-2490.pdf
diakses pada 9 Oktober 2025 pukul 16.00 WIB;
- Budi Suhariyanto
Quo Vadis Perlindungan Hukum Terhadap Korban Melalui Restitusi (Perspektif
Filsafat, Teori, Norma Dan Praktek Penerapannya), Jurnal Hukum dan Peradilan
Vol. 2 No. 1 Tahun 2013.
- Mardjono
Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Kumpulan Karangan Buku
Kedua, Jakarta, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, 2007.
- Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian
Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.
- Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2025 tentang Dana
Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
- Zainal Arifin Mochtar dan Eddy O.S Hiariej, Dasar- Dasar Ilmu Hukum. 2021.
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI