Cari Berita

Perilaku Altruistik: Pilar Layanan Pengadilan Non Transaksional dan Berintegritas

Isdaryanto-Wakil Ketua PN Kotabaru - Dandapala Contributor 2025-10-12 14:20:49
Dok. Penulis.

Integritas aparatur peradilan merupakan fondasi utama Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam membangun kembali kepercayaan publik. Pimpinan Mahkamah Agung menegaskan bahwa setiap layanan peradilan harus bersifat non-transaksional, artinya tidak didasarkan pada hubungan timbal balik yang meminta imbalan dari pihak yang dilayani.

Secara etimologis, integritas berasal dari kata Latin integer yang berarti utuh dan lengkap. Orang berintegritas memiliki karakter moral yang kuat, konsisten antara ucapan dan perbuatan, serta menjunjung tinggi kejujuran. Buku Saku Integritas (Setjen DPR RI, 2018) menegaskan bahwa integritas adalah konsistensi antara nilai yang diyakini dan tindakan nyata yang menumbuhkan kepercayaan publik.

Dalam konteks aparatur sipil negara, PermenPAN-RB Nomor 38 Tahun 2017 menempatkan integritas sebagai kompetensi utama ASN, yakni bertindak sesuai nilai organisasi serta menjunjung kejujuran dan tanggung jawab.

Baca Juga: Integrasi Reward & Punishment dengan Strategi Kindness: Jalan Etis Menuju Peradilan Agung

Dalam teori organisasi, transaksional menggambarkan hubungan kerja berbasis pertukaran kepentingan: setiap kontribusi diimbangi imbalan atau sanksi (Nawawi, 2012). Pola ini mungkin relevan untuk pengelolaan kinerja internal, tetapi tidak boleh diterapkan dalam layanan publik peradilan.

Hakim dan aparatur telah menerima gaji dan tunjangan resmi; karena itu, pelayanan kepada pencari keadilan tidak boleh dihubungkan dengan imbalan tambahan atau keuntungan pribadi.

Untuk menjaga layanan tetap non-transaksional, yang dibutuhkan adalah sikap ikhlas dan perilaku altruistik. Aparatur peradilan perlu menumbuhkan dorongan batin untuk membantu tanpa pamrih, menempatkan kebutuhan masyarakat di atas kepentingan pribadi, serta menolak segala bentuk pertukaran yang mereduksi integritas pelayanan. Dengan cara ini, pengadilan dapat menjaga wibawa dan memperkuat kepercayaan publik.

Pengertian Perilaku Altruistik dan Teori Altruisme

Perilaku altruistik adalah salah satu bentuk perilaku prososial. Istilah prososial merujuk pada segala bentuk tindakan sukarela yang dilakukan untuk membantu atau memberi manfaat bagi orang lain maupun masyarakat, tanpa merugikan pihak lain (Sears, dkk., 1994). Dengan kata lain, perilaku prososial adalah segala perilaku menolong, baik karena dorongan empati, tanggung jawab, maupun norma sosial.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1987), perilaku altruistik adalah perilaku yang mengutamakan kepentingan orang lain dalam setiap tindakannya. Raven dan Rubin (dalam Farit, 2001) menjelaskan bahwa perilaku altruistik memang bagian dari perilaku prososial, tetapi memiliki ciri khusus: dilakukan tanpa mengharapkan keuntungan pribadi atau imbalan jasa.

Gaily (dalam Baron & Byrne, 1991) menambahkan bahwa altruisme sering dilakukan dengan keberanian, bahkan bisa melibatkan risiko bagi si penolong, dan dilakukan secara spontan tanpa berharap reward atau balasan.

Dari berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku altruistik adalah tindakan menolong yang lahir dari keikhlasan, dilakukan sukarela, dan tidak mencari keuntungan pribadi.

Dalam psikologi sosial, ada beberapa teori yang menjelaskan mengapa orang melakukan perilaku altruistik (Myers, 1999):

1.      Teori Pertukaran Sosial

Menolong didorong oleh keinginan meminimalkan kerugian dan memaksimalkan manfaat. Manfaat ini bisa berasal dari dalam diri (internal), seperti empati dan kepuasan batin, atau dari luar (eksternal), misalnya pujian dan ucapan terima kasih (Piliavin dalam Myers, 1999). Batson (dalam Brehm & Kassin, 1990) menekankan bahwa altruisme sejati lahir dari empati yang tulus untuk menyejahterakan orang lain.

2.      Teori Norma Sosial

Perilaku menolong dianggap baik dan bermanfaat bagi masyarakat, sehingga menjadi norma sosial yang dipelajari setiap individu (Sears, dkk., 1994). Tiga norma penting adalah:

  • Norma Tanggung Jawab Sosial: kita seharusnya membantu orang yang bergantung pada kita.
  • Norma Timbal Balik: kita terdorong membantu orang yang pernah menolong kita (Greenberg & Frisch dalam Sears, dkk., 1994).
  • Norma Keadilan Sosial: orang yang memberi andil yang sama seharusnya menerima perlakuan yang setara (Sears, dkk., 1994).

3.    Teori Evolusioner

Menolong juga dipahami sebagai upaya mempertahankan kelangsungan hidup kelompok dan memperkuat ikatan sosial.

Meskipun motif menolong bisa berbeda-beda, altruisme sejati ditandai oleh niat tulus membantu tanpa pamrih. Pemahaman ini penting bagi aparatur pengadilan agar dapat memberikan pelayanan publik yang ramah, sabar, dan non-transaksional, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap peradilan dapat terus diperkuat.

Perilaku Altruistik dalam Layanan Pengadilan

Core business pengadilan adalah memberikan pelayanan peradilan kepada masyarakat pencari keadilan. Dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010–2035, Mahkamah Agung menegaskan bahwa fungsi inti pengadilan adalah menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan guna menegakkan hukum dan keadilan (Mahkamah Agung RI, 2010).

Hal ini menunjukkan bahwa pengadilan merupakan pilar utama dalam menjamin kepastian hukum (rechtszekerheid), kemanfaatan (doelmatigheid), dan keadilan (gerechtigheid).

Namun, fungsi pengadilan tidak berhenti pada kewenangan yudisial semata. Soeroso menekankan bahwa pengadilan modern juga dituntut untuk memberikan pelayanan administratif yang sederhana, cepat, dan biaya ringan, sesuai dengan prinsip access to justice (Soeroso, 2016).

Dengan demikian, core business pengadilan bersifat ganda: di satu sisi sebagai lembaga yudisial yang memutus perkara, di sisi lain sebagai penyedia layanan publik yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.

Core business pengadilan tidak dapat dipahami semata-mata sebagai proses menerima, memeriksa, dan memutus perkara secara yudisial. Di balik kewenangan memeriksa dan menyelesaikan sengketa, terdapat dimensi pelayanan publik yang sangat kuat.

Layanan administratif pengadilan mulai dari pendaftaran perkara, pemberian salinan putusan, layanan informasi publik, hingga bantuan hukum bagi masyarakat miskin adalah wajah pertama yang ditemui pencari keadilan. Pada titik inilah perilaku altruistik memiliki arti strategis.

Perilaku altruistik aparatur pengadilan menjadi roh yang menghidupkan prinsip access to justice. Ketika petugas meja informasi membantu pencari keadilan dengan sabar tanpa mengharap imbalan; ketika panitera memberi penjelasan proses berperkara secara jelas kepada pihak yang awam hukum; atau ketika petugas PTSP tetap ramah melayani meskipun menghadapi pengguna layanan yang emosional semua itu merupakan wujud konkret penerjemahan core business pengadilan ke dalam pengalaman layanan yang non-transaksional.

Tanpa sikap altruistik, layanan publik di pengadilan mudah bergeser menjadi sekadar formalitas kaku, bahkan rawan praktik “transaksi”. Padahal visi Mahkamah Agung menekankan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan, dan berintegritas.

Dengan menumbuhkan perilaku altruistik yaitu menolong tanpa pamrih, menempatkan kepentingan pencari keadilan di atas keuntungan pribadi, dan menolak hubungan berbasis imbalan, pengadilan dapat menutup celah pungutan liar, memperkuat kepercayaan publik, dan menghadirkan keadilan substantif yang melampaui sekadar putusan perkara.

Kesimpulan

Integritas aparatur peradilan adalah syarat utama untuk mewujudkan pengadilan yang dipercaya publik. Integritas tidak cukup ditegakkan melalui regulasi dan pengawasan struktural, tetapi harus dibangun dari kesadaran moral untuk menolak segala bentuk layanan berbasis imbalan.

Pelayanan peradilan yang non-transaksional menuntut aparatur menyadari bahwa hak masyarakat atas layanan sudah dijamin oleh gaji dan tunjangan resmi, sehingga tidak boleh dihubungkan dengan pertukaran kepentingan.

Dalam kerangka ini, perilaku altruistik menjadi pilar kultural yang menghidupkan layanan pengadilan. Keikhlasan menolong tanpa pamrih, sikap empatik, serta kesediaan menempatkan kebutuhan pencari keadilan di atas kepentingan pribadi memungkinkan pengadilan memberikan layanan yang sederhana, cepat, biaya ringan, dan berintegritas. Sikap altruistik juga menutup peluang pungutan liar dan memperkuat kepercayaan publik.

Dengan demikian, perilaku altruistik tidak hanya memperindah etika kerja, tetapi menjadi fondasi penting bagi terwujudnya layanan peradilan yang non-transaksional dan lembaga peradilan yang bersih serta berwibawa. (ldr)

Daftar Pustaka

Baron, B.A. and Byrne, D. 1991. Social Psichology Understanding Human Interaction, Boston : Allyn and Bacon.

Brehm, S.S and Kassin, S.M.1990, Social Psychology. Boston: Houghton Miflin Company.

Farit, F. 2001. Kecenderungan Berperilaku Altruistik Mahasiswa UII Ditinjau dari Orientasi Keagamaan dan Program Studi. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

Hildawati, I. 2004. Hubungan antara Religiusitas dengan Perilaku Altruistik pada Perawat di RSUD Serang. Skripsi (tidak diterbitkan) Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mahkamah Agung RI. (2010). Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010–2035. Jakarta: Mahkamah Agung RI.

Myers, D. 1999. Social Psychology, Sixth Edition, Singapore : McGraw Hill Inc.

Nawawi, H. (2012). Manajemen sumber daya manusia untuk bisnis yang kompetitif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poerwadarminta, W.J.S. 1987. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sears, D.O, Freedman, J.l. dan Peplau, I.A. 1994. Psikologi Sosial Jilid II (terjemahan Michael Adryanto) Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sekretariat Jenderal DPR RI. (2018). Buku Saku Integritas: Area Manajemen Perubahan. Jakarta: Setjen DPR RI.

Soeroso, R. (2016). Pengantar ilmu hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Winardi. (2010). Teori organisasi dan pengorganisasian. Bandung: Raja Grafindo Persada.

Baca Juga: Sebuah Harapan kepada Ketua PN Jakpus yang Baru

Permenpan RB. (2017). Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara. Jakarta: Kementerian PAN-RB.

https://www.alodokter.com/altruisme-sikap-kepedulian-tinggi-terhadap-orang-lain, diperbaharui 12 November 2024

Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI