Perkembangan pembangunan ekonomi nasional tidak terlepas dari kebutuhan pendanaan yang besar. Instrumen hukum jaminan memegang peran penting untuk memberikan kepastian bagi kreditur ketika menyalurkan pinjaman. Salah satu bentuk jaminan yang berkembang adalah fidusia, yang dilembagakan melalui Undang-Undang No. 42 Tahun 1999. Fidusia memungkinkan debitur tetap menguasai benda bergerak yang dijaminkan, berbeda dengan gadai yang mengharuskan penyerahan fisik barang (inbezitstelling).
Namun, persoalan hukum muncul ketika benda bergerak yang telah dijaminkan fidusia kemudian disewakan kepada pihak ketiga. Pada titik ini, kepentingan kreditur sebagai pemilik yuridis berbenturan dengan kepentingan penyewa sebagai pihak ketiga beritikad baik. Situasi ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana perlindungan hukum yang seimbang dapat diberikan kepada kreditur dan penyewa?
Perlindungan Hukum bagi Kreditur
Baca Juga: Arsip Pengadilan 1932 : Cikal Bakal Lahirnya Fidusia Di Indonesia
Bagi
kreditur, kepastian hukum dijamin melalui pendaftaran fidusia. Pendaftaran
bukan hanya prosedur administratif, melainkan syarat lahirnya hak kebendaan.
Dengan adanya sertifikat fidusia, kreditur memperoleh hak preferen atas
pelunasan piutang. Jika tidak didaftarkan, kreditur hanya memiliki hak pribadi
yang setara dengan kreditur konkuren.
Hal ini sejalan dengan pendapat Mariam Darus Badrulzaman yang menegaskan bahwa fidusia lahir untuk menutup kelemahan gadai yang mewajibkan penyerahan nyata benda (Badrulzaman, 1991). Munir Fuady juga menekankan bahwa pendaftaran fidusia merupakan asas publisitas yang tak terpisahkan; tanpa itu, fidusia kehilangan kekuatan kebendaan (Fuady, 2003).
UU Jaminan Fidusia menegaskan bahwa eksekusi tetap dapat dilakukan meskipun benda berada di tangan pihak ketiga, berdasarkan asas droit de suite. Eksekusi dapat dilakukan melalui titel eksekutorial, pelelangan umum, atau penjualan di bawah tangan. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menambahkan bahwa sifat droit de suite membuat hak kebendaan kreditur tetap melekat di tangan siapapun benda itu berada (Widjaja & Yani, 2001).
Perlindungan Hukum bagi Penyewa
Pihak ketiga yang menyewa benda fidusia dengan persetujuan tertulis dari kreditur memiliki perlindungan hukum. Persetujuan tersebut mengikat kreditur untuk mengakui hubungan hukum antara debitur dan penyewa. Dengan demikian, hak penyewa yang beritikad baik tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan eksekusi.
Kewajiban
kreditur untuk menghormati hak penyewa sejalan dengan Pasal 1550 KUH Perdata,
yang mewajibkan pemberi sewa menjamin kenikmatan yang tenteram bagi penyewa.
Karena itu, eksekusi atas objek fidusia harus dilaksanakan dengan memperhatikan
prinsip keseimbangan agar penyewa tidak menjadi pihak yang dirugikan.
Dalam hal benda fidusia yang disewakan telah dilelang, penyewa tetap dapat mempertahankan hak sewanya terhadap pembeli lelang dengan merujuk pada Pasal 1576 KUH Perdata. Pasal ini menegaskan bahwa perjanjian sewa tidak hapus meskipun barang dialihkan kepada pihak lain, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi penyewa agar tetap bisa menikmati hak sewanya terhadap pemilik baru (Lambok, 2008).
Analisis Normatif
Dari perspektif normatif, persoalan ini memperlihatkan pertentangan antara hak kebendaan kreditur dan hak kontraktual penyewa. UU Jaminan Fidusia memang cenderung berpihak pada kreditur dengan memberikan hak preferen dan eksekusi cepat. Namun, UUD 1945 Pasal 28D menjamin hak setiap orang atas kepastian hukum yang adil, sehingga penyewa beritikad baik juga patut mendapat perlindungan.
Konflik
tersebut harus dibaca dalam kerangka syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320
KUH Perdata. Perjanjian sewa didasarkan pada asas konsensualisme, yakni lahir
dari kesepakatan para pihak. Namun, asas ini tidak bisa dilepaskan dari asas
keseimbangan, agar distribusi hak dan kewajiban berlangsung proporsional.
Dalam hal ini, Agus Yudha Hernoko menegaskan bahwa asas proporsionalitas tidak dilihat dari keseimbangan matematis, melainkan pada pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara adil (Hernoko, 2010). Peter Mahmud Marzuki menyebut asas ini sebagai equitability contract yang menuntut hubungan kontraktual berjalan wajar, setara, dan tidak berat sebelah (Marzuki, 2003).
Jika debitur tidak jujur mengungkap status objek yang dijaminkan, penyewa berpotensi mengalami cacat kehendak (dwaling error in substantia). Dalam hal ini, penyewa dapat mengajukan pembatalan perjanjian sewa karena beranggapan benda tersebut bebas dari beban hukum, padahal telah menjadi objek fidusia.
Lebih lanjut, Pasal 23 ayat (2) UU Fidusia melarang pengalihan atau penyewaan objek fidusia tanpa persetujuan tertulis dari kreditur. Tanpa persetujuan ini, perjanjian sewa berpotensi tidak sah atau bahkan batal demi hukum. Transparansi mengenai status benda fidusia dengan demikian menjadi syarat penting bagi kepastian hukum.
Dari sisi historis, perbandingan dengan gadai juga penting. Dalam gadai, asas inbezitstelling berlaku sehingga penyerahan nyata cukup mewujudkan asas publisitas. Sedangkan dalam fidusia, karena penyerahan dilakukan dengan constitutum possessorium (barang tetap dikuasai debitur), pendaftaran menjadi syarat mutlak untuk melahirkan hak kebendaan. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan menekankan bahwa perlindungan hukum dalam lembaga jaminan harus mengedepankan keseimbangan antara kepastian hukum dan perlindungan terhadap pihak lemah (Sofwan, 1980).
Isu mengenai persetujuan tertulis kreditur juga sering diperdebatkan. Beberapa doktrin menolak menganggap persetujuan tertulis sebagai bentuk pelepasan hak (rechtsverwerking). Persetujuan itu hanyalah izin penggunaan, sementara hak kebendaan kreditur tetap melekat meskipun benda berada di tangan penyewa.
Kesimpulan
Perlindungan hukum dalam perjanjian sewa-menyewa benda bergerak yang menjadi objek jaminan fidusia pada dasarnya harus ditempatkan secara seimbang antara kepentingan kreditur dan penyewa. Kepastian hukum bagi kreditur dijamin melalui pendaftaran fidusia sebagai perwujudan asas publisitas, yang melahirkan hak kebendaan dan memberikan kedudukan preferen dalam hal eksekusi. Hak eksekusi tersebut tetap dapat dijalankan meskipun objek fidusia berada di tangan pihak ketiga, sepanjang mekanismenya sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Di sisi lain, penyewa yang beritikad baik berhak memperoleh perlindungan hukum, terutama apabila perjanjian sewa dibuat dengan persetujuan tertulis dari kreditur, serta ketika ia menghadapi keadaan cacat kehendak (dwaling error in substantia) akibat tidak terbukanya status objek fidusia. Transparansi debitur dan persetujuan tertulis kreditur menjadi instrumen penting untuk menghindari sengketa serta menjaga keadilan kontraktual.
Dengan demikian,
pendaftaran fidusia tidak hanya membedakan fidusia dari gadai, tetapi juga
menjadi pilar kepastian hukum, sementara persetujuan tertulis kreditur tidak
dapat dimaknai sebagai pelepasan hak kebendaan, melainkan sekadar izin
penggunaan. Pada akhirnya, perlindungan hukum yang seimbang hanya dapat
terwujud melalui penerapan asas konsensualisme, itikad baik, dan
proporsionalitas dalam hubungan hukum antara kreditur, debitur, dan pihak
ketiga penyewa. (al/ldr)
Daftar Pustaka
Hernoko, Agus Yudha, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Kencana.
Marzuki, Peter Mahmud, 2003, ‘Batas-Batas Kebebasan Berkontrak’, Artikel dalam Yuridika Volume 18 Nomor 3, Mei Tahun 2003.
Lambok, Betty Dina, 2008, ‘Akibat Hukum Persetujuan Tertulis Dari Penerima Fidusia Kepada Pemberi Fidusia Untuk Menyewakan Obyek Jaminan Fidusia Kepada Pihak Ketiga’, Artikel dalam Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 26 Nomor 3.
Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok- pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Yogyakarta: Liberty.
Fuady, Munir, 2003, Jaminan Fidusia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2001, Jaminan Fidusia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Baca Juga: Parate Eksekusi Jaminan Fidusia: Dari Eksekusi Mandiri Menuju Penetapan Pengadilan
Badrulzaman, Mariam Darus,
1991, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai, dan Fidusia, Bandung: PT
Citra Aditya Bakti
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI