Lebong- Pengadilan Negeri (PN) Tubei, Lebong, Bengkulu menghukum pelaku penganiayaan denan menggunakan pendekatan keadilan restorative. Sebab, keadilan bukan hanya soal penghukuman melainkan juga guna mewujudkan pemulihan dan keharmonisan hubungan antar masyarakat.
“Majelis Hakim dalam perkara Nomor 17/Pid.B/2025/PN Tub yang diketuai langsung oleh Ketua PN Tubei yaitu Relson Mulyadi Nababan, S.H. dan beranggotakan Maria Minerva Kainama, S.H. dan Adella Sera Girsang, S.H., M.H. melakukan mekanisme keadilan restoratif dalam perkara tersebut,” demikian keterangan pers PN Tubei yang diterima DANDAPALA, Jumat (9/5/2025).
Dalam perkara tersebut, Terdakwa diduga telah melakukan perbuatan pidana penganiayaan terhadap Korbannya dan kemudian akibat penganiayaan berupa pemukulan tersebut, sesuai Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Lebong di Muning Agung - Kabupaten Lebong, Bengkulu, Korban mengalami luka memar pada pipi dan mata akibat trauma benda tumpul.
Baca Juga: Penerapan Keadilan Restoratif Bagi Pelaku Dewasa Melalui Mekanisme Diversi
Akibatnya, Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal menggunakan Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan. Berdasarkan adanya kesepakatan perdamaian antara Terdakwa dan Korban yang pada pokoknya menyatakan bahwa:
-antara Korban dan Terdakwa sudah saling memaafkan;
-antara Korban dan Terdakwa berharap dapat hidup rukun kembali seperti sebelum terjadinya perbuatan pidana tersebut;
-Terdakwa telah memberikan uang ganti rugi kepada Korban sejumlah Rp450.000 sebagai penggantian biaya pengobatan,
“Selain itu, bahkan pada persidangan, Korban sendiri telah memohon agar Terdakwa diberikan hukuman yang seringan-ringannya, maka berdasarkan ketentuan Pasal 19 Perma Nomor 1/2024, Majelis Hakim menggunakan kesepakatan perdamaian tersebut sebagai alasan yang dapat meringankan hukuman Terdakwasehingga Majelis Hakim dalam perkara tersebut menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan 14 (empat belas) hari sesuai dengan lama penahanan yang telah Terdakwa Jalani,” ungkapnya.
Dengan adanya keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara tersebut, Majelis Hakim telah berupaya untuk menjangkau tiga nilai dasar hukum yang mana nilai kepastian hukum diwujudkan dengan menyatakan Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana dan dihukum, nilai keadilan diwujudkan melalui keadilan restoratif yang menyelaraskan kepentingan pemulihan Korban dan pertanggungjawaban Terdakwa, serta nilai kemanfaatan diwujudkan dengan mendatangkan rasa ketenteraman dalam masyarakat selama Terdakwa menjalani proses persidangan.
“Dan pada akhirnya melalui keadilan restoratif dalam perkara ini Majelis Hakim membuktikan bahwa keadilan bukan hanya soal penghukuman melainkan juga guna mewujudkan pemulihan dan keharmonisan hubungan antar Masyarakat,” bebernya.
Baca Juga: Perma Restorative Justice: Jalan Moderat Di Tengah Kekosongan Hukum
(asp/asp)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp Ganis Badilum MA RI: Ganis Badilum