Cari Berita

Tingkatkan Kualitas Layanan, PN Kayuagung Gandeng Bank BRI Lakukan Pelatihan

photo | Berita | 2025-06-19 10:25:49

Kayuagung. PN Kayuagung terus tingkatkan kualitas layanan. Setelah melakukan perbaikan fisik kantor dengan menerapkan pemisahan area kerja dan area publik, kualitas sumber daya manusia kembali mendapat sentuhan. Mengandeng Bank BRI, aparatur PN Kayuagung mendapat pelatihan pelayanan prima pada Rabu (18/06/2025).“Kualitas layanan terhadap pengguna pengadilan adalah keniscayaan,” ujar Guntoro E. Sekti, Ketua PN Kayuagung ketika membuka acara. Kegiatan sendiri berlangsung di ruang tunggu sidang, gedung kantor yang terletak di Jalan Letnan Mukthar Saleh 119, Kayuagung.“Penghormatan bagi kami dapat berbagi ilmu dan pengalaman terkait pelayanan,” ucap Devi Masyati, Supervisor Operasional Layanan Bank BRI Kayuagung ketika memberikan sambutan. Pelatihan sendiri berlangsung interaktif, karena selain paparan teori, simulasi dan praktek langsung menjadikan waktu dua jam tidak terasa.Hadirnya custumer service dan security dari Bank BRI yang memberikan contoh layanan menjadikan teori dan praktek layanan implementatif. “Selain standar layanan, dalam hal tertentu seringkali terjadi situasi sulit yang butuh penanganan khusus,” jelas Devi Masyati lebih lanjut.Setelah melalui sesi tanya jawab terkait beberapa hal terkait karakteristik layanan di pengadilan, pada akhirnya ilmu dan pengalaman yang diperoleh haruslah dapat diterapkan. “Peningkatan kualitas layanan harus berkesinambungan,” jelas Abu Nawas, Panitera dan Syaifullah, Sekretaris PN Kayuagung kompak menunjukkan komitmennya. (seg)

Solidaritas, Kunci Keberhasilan Eksekusi PN Kayuagung

photo | Berita | 2025-05-29 08:00:18

Kayuagung - Kembali lagi Tim Eksekusi Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel, menunjukkan kepiawaiannya dalam melaksanakan eksekusi. Tercatat pada Rabu (28/05/2025), Tim Eksekusi yang dipimpin oleh Panitera PN Kayuagung, Abunawas, berhasil melaksanakan eksekusi pengosongan atas perkara Nomor 3/Pdt.Eks/2024/PN Kag.Dalam eksekusi tersebut, Abunawas dan Timnya mengosongkan objek eksekusi berupa sebidang lahan yang terletak di daerah Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel.“Perjalanan yang harus ditempuh sekitar 2 jam dari kantor dan adanya beberapa masalah yang berpotensi memicu kericuhan menjadi tantangan yang harus kami hadapi dalam pelaksanaan eksekusi kali ini”, ungkap Abunawas saat ditemui DANDAPALA. Lebih lanjut, pria yang menjabat sebagai Panitera PN Kayuagung sejak tahun 2022 ini membuka rahasia keberhasilannya dalam melaksanakan eksekusi. “Solidaritas tim kuncinya. Sesulit apapun eksekusi yang dilakukan tetapi berkat solidaritas tim yang kuat dan dukungan dari tim pengamanan, eksekusi tetap dapat dilaksanakan”, pungkasnya.Dari pengamatan DANDAPALA, Pelaksanaan Eksekusi berjalan dengan tertib dan lancar. Kemudian pelaksanaan diakhiri dengan pembacaan dan penyerahan Berita Acara Eksekusi dari Tim Eksekusi PN Kayuagung kepada Pemohon Eksekusi. (AL)

Video Ketua MA Melayat ke Rumah Duka Hakim Agung Abdul Manaf

video | Berita | 2025-05-21 16:40:39

Depok- Hakim agung Dr Abdul Manaf wafat di usia 67 tahun subuh ini. Untuk menghormati kepergiannya, Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Sunarto melayat ke rumah duka.Berdasarkan informasi yang dihimpun DANDAPALA, Rabu (21/5/2025), Prof Sunarto datang ke rumah duka sekitar pukul 08.00 WIB. Rumah duka itu berada di Jalan Saal, Bojongsari, Depok, Jawa Barat.Telah melayat juga di rumah duka Ketua Kamar Agama MA, Ketua Kamar TUN dan Dirjen Badilag. Serta sejumlah hakim agung lainnya. Ketua MA dan para pejabat MA tampak mendoakan kepergian Dr Abdul Manaf dari dekat dan memberikan penghormatan terakhir. (asp)

Tok! Penanam Ganja di Lereng Semeru Dihukum 20 Tahun Penjara

article | Sidang | 2025-04-29 17:05:07

Lumajang- Pengadilan Negeri (PN) Lumajang, Jawa Timur, menjatuhkan Pidana Penjara Maksimal selama 20 (dua puluh) tahun Penjara dan denda 1 miliar rupiah kepada 3 (tiga) Terdakwa Penanam ganja pada Taman Nasional Tengger Bromo Semeru (TNBTS) yakni : 1. Tomo bin (Alm) Sutamar, 2. Tono Bin Mistam, dan 3. Bambang bin Narto, dalam berkas perkara pidana masing-masing Nomor 19/Pid.Sus/2025/PN Lmj, Nomor 20/Pid.Sus/2025/PN Lmj, dan Nomor 28/Pid.Sus/2025/PN Lmj, terhadap kasus yang sempat viral di Media Sosial, dan menjadi atensi masyarakat luas. Pidana Penjara Maksimal tersebut dijatuhkan sebab masing-masing Terdakwa terbukti tanpa hak dan melawan hukum menanam Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang melebihi 5 (lima) batang pohon.Putusan tersebut lebih tinggi dari tuntutan Penuntut Umum yang menuntut Terdakwa Tomo Bin (Alm) Sutamar hanya selama 12 (dua belas) tahun dan denda 1 miliar, Terdakwa Tono Bin Mistam  hanya selama 7 (tujuh) tahun dan denda 1 miliar, serta Terdakwa Bambang bin Narto hanya selama 11 (sebelas) tahun dan 1 miliar;Vonis yang lebih berat dijatuhkan dengan pertimbangan bahwa perbuatan Terdakwa merupakan kejahatan yang masuk dalam kategori jenis kejahatan luar biasa (extraordinary crime), dan berdasarkan fakta persidangan Terdakwa memiliki peran masing-masing sebagai penanam, yang dimana bibit dan pupuk telah disiapkan oleh Saudara Edi (buron) sesuai dengan pengakuan Terdakwa, dan ada pula yang berperan sebagai pengepul yang mana hal tersebut berdasarkan keterangan Terdakwa lainnya, serta yang menyatakan ada pula penanam lainnya, sehingga menurut Majelis Hakim tindakan tersebut sudah terorganisir dan terkualifikasi dalam sindikat peredaran gelap narkotika, ucap Redite Ika Septina dalam pertimbangannya.Selain itu Majelis Hakim menilai bahwa perbuatan Terdakwa yang menanam ganja di lokasi lahan TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) adalah rusaknya ekosistem tanaman alami yang hidup pada lokasi tersebut karena tanaman yang berada di tanaman nasional itu adalah tanaman endemik, sehingga apabila ditanami tanaman ganja maka hutan pasti rusak dan karena hal tersebut perlu adanya perbaikan dan pengembalian ekosistem dari Balai Besar TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru). Untuk melindungi masyarakat, terutama generasi yang masih muda (social defense) dan juga untuk memberikan efek jera umum bagi orang-orang yang menjadi pelaku penyalahguna termasuk orang yang menanam narkotika baik saat ini maupun di masa yang akan datang yang juga merupakan bagian dari pelaksanaan Konvensi Internasional “United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988”, sehingga harus diberantas dengan cara yang luar biasa dimana salah satunya Undang-Undang Narkotika mengatur tentang penjatuhan pidana mati maupun seumur hidup bagi pelaku tindak pidana Narkotika tertentu, tegas I Gede Adhi Ganda Wijaya.Meskipun sangat menarik atensi masyarakat di Indonesia, persidangan pengucapan putusan berjalan dengan tertib dan lancar. Selama persidangan berlangsung masing-masing Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum terlihat secara seksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim.Atas putusan itu, baik masing-masing Terdakwa menyatakan akan mempelajari terlebih dahulu terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Majelis Hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Lumajang Redite Ika Septina sebagai Hakim Ketua, I Gede Adhi Ganda Wijaya, dan Faisal Ahsan, yang masing-masing sebagai Hakim Anggota. (AGW/IKAW)

Terus Berinovasi: PN Pelaihari Hadirkan Pilanduk Langkar Masuk Desa

photo | Berita | 2025-04-26 08:30:16

Pelaihari. Pengadilan Negeri (PN) Pelaihari telah meluncurkan program inovatif bertajuk “Pilanduk Langkar Masuk Desa” di Desa Durian Bungkuk, Kecamatan Batu Ampar, Kamis 24/4. Inovasi ini lahir dalam rangka memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat desa akan kemudahan layanan administrasi hukum tanpa harus menempuh jarak yang jauh untuk datang ke kantor pengadilan yang berada jauh di pusat kota. Pilanduk Langkar Masuk Desa sendiri merupakan scaling up/pengembangan dari kolaborasi inovasi Pilanduk Langkar yang telah berjalan sejak tahun 2024 lalu. Peluncuran Pilanduk Langkar Masuk Desa ini dilaunching secara Resmi oleh Andi Astara yang merupakan Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Ali Sobirin Ketua PN Pelaihari, Rahmat Trianto sebagai Bupati Kabupaten Tanah Laut serta pejabat lainnya. Acara tersebut juga ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepakatan dan Perjanjian Kerjasama antara PN Pelaihari dengan Pemkab Tanah Laut.

Kritisi Fenomena Penegakan Hukum Narkotika, Hakim Sigit Tuangkan ke Buku

article | Berita | 2025-04-09 20:15:07

Kaur- Hakim yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Bintuhan, Kaur, Bengkulu, Sigit Subagiyo meluncurkan buku karya tulis terbarunya. Buku tersebut disarikan dari pengalamannya sebagai hakim melihat fenomena penegakan hukum dalam tindak pidana narkotika yang telah keluar dari konsep pencapaian tujuan hukum.Buku yang berisi kumpulan teori, norma, dan pedoman penegakan hukum dalam tindak pidana narkotika tersebut bertajuk ‘TINDAK PIDANA NARKOTIKA-PEDOMAN PENEGAKAN HUKUM DALAM MENCAPAI TUJUAN HUKUM KEADILAN, KEPASTIAN HUKUM DAN KEMANFAATAN’. Peluncuran buku tersebut dirangkaikan dengan Silaturahmi dalam rangka Hari Ulang Tahun IKATAN HAKIM INDONESIA (IKAHI) ke-72 yang digelar di Kantor Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu, pada Selasa (8/4) kemarin. Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Prof Herlambang, Ketua PT Bengkulu Prof Lilik Mulyadi, Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Bengkulu Dr Riky Musriza, Perwakilan BNNP Bengkulu Kombes Alexander S. Soeki, serta para hakim dan aparatur peradilan se-wilayah hukum PT Bengkulu.Dalam kesempatan tersebut, Sigit Subagiyo menjelaskan mengenai latar belakang munculnya ide penulisan buku tersebut. Menurutnya, buku tersebut disarikan dari pengalamannya sebagai Hakim selama kurang lebih 15 tahun dan melihat fenomena penegakan hukum dalam tindak pidana narkotika yang telah keluar dari konsep pencapaian tujuan hukum. “Hal ini yang kemudian menyebabkan tujuan undang-undang untuk memberantas tindak pidana Narkotika dan menjaga ketahanan negara (SDM dan Ekonomi) dari penyalahgunaan Narkotika menjadi tidak tercapai,” kata Sigit.Ia menambahkan bahwa dalam praktek penegakan hukum tindak pidana narkotika telah terjadi banyak permasalahan hukum yang harus diselesaikan di masa mendatang. “Sejumlah permasalahan hukum kerap terjadi. Misalnya, pengertian tindak pidana dalam UU tidak jelas, sering terjadi ketidakadilan dimana terhadap peristiwa hukum yang sama diterapkan ketentuan hukum pidana berbeda, ketentuan proses penegakan hukum tidak sinkron dengan tujuan UU, penjatuhan pidana tidak sesuai dan tidak mencapai tujuan hukum dengan adanya ketentuan batas minimal pidana dalam UU, serta berujung pada penegakan hukum tindak pidana narkotika selama ini tidak memberi hasil untuk memberantas peredaran gelap narkotika dan penyalahgunaan narkotika,” tutur Sigit.Buku setebal 378 halaman ini juga menyoroti beberapa hal yang menjadi kendala di lapangan. Misalnya saja tentang kewajiban tes urin serta tes assesmen yang tidak dituangkan dalam UU. Menurut Sigit, tidak adanya kewajiban tes urin dan tes assesmen bagi pelaku tindak pidana narkotika menjadikan tujuan hukum tidak tercapai. “Pemulihan SDM tidak tercapai. Tanpa assemen, tidak dapat diketahui apakah Tersangka/Terdakwa menggunakan Narkotika dan apakah mengalami ketergantungan narkotika. Akibatnya, penegak hukum tidak dapat memerintahkan Rehabilitasi,” lanjutnya.Prof Herlambang menyampaikan apresiasinya terhadap penulisan buku karya Sigit Subagiyo. Ia menyebutkan bahwa hakim sebagai praktisi hukum sangat dinantikan pikirannya dalam memperkaya khazanah dan keilmuan hukum di tanah air. “Buah karya Pak Sigit ini layak diapresiasi. Buku ini sangat bermanfaat dan penting bagi seluruh aparat penegak hukum (penyidik, jaksa dan hakim) agar ada keseragaman penerapan hukum UU Narkotika. Dan khusus bagi para Hakim, agar juga berani mengambil putusan dan melahirkan hukum baru melalui putusannya agar tercapainya keadilan dan tujuan hukum lain, meski harus dengan putusan berbeda,” tutur Prof Herlambang. Senada dengan Prof Herlambang, Ketua PT Bengkulu, Prof Lilik Mulyadi menyebutkan bahwa buku karya Sigit Subagiyo adalah bukti bahwa para hakim juga mampu melahirkan karya-karya yang tak lekang oleh zaman. “Apresiasi untuk Pak Sigit. Intinya, pembuktian harus lebih terang dari cahaya, sehingga putusan yang diambil berdasarkan kebenaran materiil,” tutur Prof Lilik. Sedangkan Dr Riky Musriza juga memberikan apresiasinya. “Kita mengapresiasi adanya buku ini. Sebagai salah satu aparat penegak hukum, kami juga menemukan permasalahan yang sama seperti yang dipaparkan oleh Pak Sigit di lapangan. Ke depannya, kita akan sedang melakukan perbaikan dalam sistem dan penerapan hukum UU Narkotika,” terang Dr Riky.Saat ditanya mengenai tujuan penulisan buku, Sigit berharap agar buku ini dapat menjadi salah satu referensi bagi seluruh Aparat Penegak Hukum dalam memaknai penegakan hukum dalam tindak pidana narkotika dan tentu saja agar dapat bermanfaat bagi kalangan akademisi, praktisi, dan masyarakat umum. “Semoga dengan hadirnya buku ini akan terjadi keseragaman pemahaman dan penerapan UU Tindak Pidana Narkotika diantara penegak hukum (penyidik, penuntut umum dan hakim), sehingga tercipta kepastian hukum dan keadilan. Dan yang paling penting, agar penegak hukum dalam menangani tindak pidana narkotika memperhatikan dan memastikan bahwa tujuan hukum dan hak-hak hukum pelaku tindak pidana maupun korban terpenuhi,” tutur Sigit saat berbincang dengan DANDAPALA.Profil Sigit SubagiyoSigit Subagiyo, lahir pada tanggal 7 Maret 1982, mengawali karier sebagai Hakim di PN Ranai sejak tahun 2010 dan dimutasi sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Tais di tahun 2014. Kemudian, 6 tahun berselang, tepatnya pada tahun 2020, Sigit dipromosikan sebagai Hakim pada PN Bantul. Kariernya sebagai hakim terus berkembang seiring dengan dilantiknya ia sebagai Wakil Ketua PN Bintuhan sejak tanggal 9 Agustus 2024 hingga sekarang. (AAR, CAS, YBB)

Memahami Esensi Pidana Narkotika Dalam Kacamata Teleologis

article | Opini | 2025-03-27 15:15:56

HAKIM memiliki kewajiban untuk menjamin terselenggaranya kepastian hukum. Namun dalam beberapa hal undang-undang tidak menyebutkan secara jelas dan rinci mengenai perkara yang ditanganinya. Di dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) menyebutkan bahwa “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.  Kemudian di dalam Pasal 5 UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam Masyarakat”. Untuk itulah kedua ketentuan di atas dapat dipahami bahwa hakim wajib memeriksa suatu perkara meskipun hukumnya tidak jelas baik salah satunya melalui penafsiran guna menangani perkara yang ditanganinya tersebut. Salah satu jenis penafsiran yang dibahas dalam tulisan ini adalah “Penafsiran Teleologis”. Menurut Prof. Soedikno Mertokusumo, penafsiran teleologis, atau dikenal juga sebagai penafsiran sosiologis, merupakan metode interpretasi hukum yang berorientasi pada maksud dan tujuan pembentukan suatu undang-undang. Penafsiran ini diperlukan ketika terjadi perubahan sosial yang tidak diikuti dengan perubahan norma hukum tertulis, sehingga makna dari suatu ketentuan hukum harus disesuaikan dengan kondisi sosial yang berkembang. Dalam konteks hukum pidana positif, apabila suatu rumusan delik dianggap kurang jelas, hakim dapat melakukan penafsiran teleologis dengan mempertimbangkan tujuan utama pembentukan undang-undang tersebut. Hakim dapat melihat dari sisi tujuan undang-undang tersebut dibentuk. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), Tujuan dibentuknya UU tersebut telah diatur dalam Pasal 4, dimana Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan; a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi; b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.Keberlakuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) adalah sebagai bagian dari strategi besar pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkotika (vide Pasal 4 huruf c), dengan sasaran keberlakuannya adalah mengarah pada subjek hukum “pengedar” dan “jaringan pengedar” narkotika dalam lingkup pemberantasan peredaran gelap narkotika, serta pada subjek hukum “penyalah guna”, “korban penyalahgunaan” dan “pecandu” narkotika dalam lingkup pemberantasan penyalahgunaan narkotika di mana pada UU Narkotika tersebut telah memilah dengan tegas pengaturan di antara keduanya, yakni dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pemberantasan peredaran narkotika dan prekursor narkotika di satu sisi, dan pasal-pasal  yang mengatur tentang penyalah guna narkotika dan pecandu  narkotika di sisi lainnya (vide Pasal 4 huruf d). Pola diferensiasi tersebut sudah jelas ditujukan dalam esensi pemahaman agar terdapat pola penanganan yang tepat terhadap masing-masing subjek hukum  tersebut, tidak terkecuali penanganan dalam lingkup penegakan hukumnya, karena alih-alih memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika, kesalahan dalam fase memilah dan mengidentifikasi makna “perbuatan” dan masing-masing dari subjek hukum yang di maksud, justru akan berakibat pada penanganan dan penegakan hukum yang tidak tepat, yang pada akhirnya malah akan memicu peningkatan intensitas peredaran dan penyalahgunaan narkotika, karena seorang pengedar atau seseorang dalam jaringan peredaran narkotika yan ditangani sebagai “penyalahguna” jelas tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi Upaya pemberantasan peredaran narkotika, Dimana selain dapat mencampakkan rasa keadilan, juga tidak akan menimbulkan dampak pembelajaran serta efek jera yang maksimal, baik bagi si pelaku tindak pidana maupun bagi Masyarakat luas pada umumnya. Demikian juga dengan seorang penyalahguna atau korban penyalahguna atau pecandu narkotika yang ditangani sebagai “pengedar” atau “bagian dari mata rantai peredaran narkotika”, jelas hal tersebut hanya akan menempatkan si pelaku dalam probabilitas yang tinggi untuk semakin menjadi “tidak baik” dan bukan tidak mungkin malah akan menyeret si pelaku dalam pusaran tindak pidana peredaran narkotika, sehingga pada akhirnya esensi pemberantasan tindak peredaran dan penyalahgunaan narkotika itu sendiri menjadi bias dan absurd.Pola diferensiasi pengaturan pelaku tindak pidana narkotika khususnya di dalam Pasal 114 dan Pasal 112 UU Narkotika  yang kedua pasal tersebut merupakan pasal-pasal yang ditujukan bagi mereka sebagai pelaku tindak pidana narkotika yang terkualifisir sebagai pelaku tindak pidana dalam lingkup peredaran gelap narkotika, sehingga perbuatan pelaku tersebut harus dibatasi sebagaimana dimaksud dalam kedua ketentuan pasal diatas sebagai “perbuatan dalam mata rantai peredaran narkotika”, “perbuatan dalam lingkup sebagai anggota suatu organisasi kejahatan narkotika”, atau “perbuatan yang bersifat mengorganisasikan suatu tindak pidana narkotika”. Apabila perbuatan-perbuatan yang terbukti di dalam persidangan tidak sebagaimana termasuk dalam batasan di atas, serta narkotika tersebut ditujukan hanya untuk dipergunakan sendiri oleh si pelaku, maka perbuatan tersebut tidak boleh dikualifisir sebagai perbuatan dalam tindak pidana yang dimaksud dalam pasal-pasal (112 dan 114) tersebut, melainkan harus dikualifisir sebagai perbuatan penyalahgunaan narkotika untuk tujuan digunakan bagi dirinya sendiri sebagaimana rumusan ketentuan Pasal 127 UU Narkotika.Definisi penyalahguna yang diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 yaitu “orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum” Dimana frasa “menggunakan” dalam pola pendefinisian tersebut sama sekali tidak boleh dimaknai secara sempit sebagai “memakai atau mengkonsumsi” narkotika semata, karena pemahaman sempit seperti itu dapat mengaburkan esensi atau hakikat dari UU narkotika itu sendiri. Seorang penyalahguna narkotika baru dapat “menggunakan” dalam arti sempit “memakai/mengkonsumsi” narkotika, tentunya setelah terlebih dahulu ia harus melakukan perbuatan-perbuatan lain sebagai cara bagaimana ia mendapatkan narkotika tersebut, perbuatan-perbuatan lain yang dimaksud seperti “membeli”, “menerima”, “menyimpan”, “menguasai”, “membawa”, atau “memiliki”, karena jelas tidak mungkin seseorang dapat mengkonsumsi narkotika tanpa terlebih dahulu melakukan rangkaian perbuatan di atas. Kemudian yang patut dipertanyakan adalah apakah saat ia (penyalah guna) baru dalam tahapan melakukan perbuatan-perbuatan dalam lingkup sebagai “cara mendapatkan” narkotika  tersebut dan kemudian tertangkap tangan sebelum sama sekali mengkonsumsi narkotika dimaksud, lalu serta merta secara serampangan ia harus dipersalahkan bukan sebagai penyalahguna,  melainkan sebagai pelaku tindak peredaran gelap narkotika? Maka jawabannya adalah tidak, sehingga oleh karenanya frasa “menggunakan” dalam definisi tentang penyalah guna dalam keberlakuan Pasal 127 UU Narkotika adalah harus dimaknai secara luas, tidak hanya menggunakan dalam arti “memakai” atau “mengkonsumsi” melainkan juga segenap perbuatan lain sebagai cara bagaimana narkotika yang akan dipakai / dikonsumsi tersebut sampai kepada si penyalah guna, namun dengan syarat limitatif bahwasanya perbuatan-perbuatan dimaksud adalah murni ditujukan untuk penggunaan narkotika bagi dirinya sendiri;Di dalam bab sanksi (pidana), terdapat diferensiasi dalam hal pengaturan maksimum khusus dan minimum khusus maupun diaturnya sanksi berupa tindakan. Berdasarkan ketentuan Pasal 103 KUHP, ketentuan dalam Bab I-VIII Buku I KUHP berlaku pula terhadap UU Narkotika. Dalam hal UU Narkotika menentukan suatu ketentuan yang sifatnya berlainan dengan ketentuan Bab I-VIII Buku I KUHP, maka ketentuan UU Narkotika yang akan dipergunakan dalam aturan yang khusus. Dalam hal ini, stelsel pidana dalam UU Narkotika mengikuti KUHP. UU Narkotika memberikan ancaman pidana atau Jenis pidana (strafsroot) berupa pidana mati, penjara, kurungan, seumur hidup dan denda. Dari keseluruhan tindak pidana yang diformulasikan dalam UU Tipikor, dapat kita lihat ada pola ancaman pidana dengan model perumusan yang berbeda. Ada pasal yang sanksinya diancam secara alternatif, kumulatif, dan gabungan/campuran. Perumusan pidana dalam UU Narkotika menganut ancaman minimal khusus. Hal ini berarti ketentuan umum pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam KUHP tidak berlaku. Di dalam UU Tipikor ada ancaman pidana minimal khusus dan maksimum khusus di dalam perumusan deliknya. Ancaman pidana minimum dan maksimum khusus ini diterapkan pada pidana penjara dan pidana denda. Dimana masing-masing Pasal memiliki batas pidana minimum khusus dan maksimum khusus yang berbeda-beda. Dalam rumusan delik pada tindak pidana narkotika di dalam Pasal 112 dan 114 terdapat minimum khusus, yang mengandung arti bahwa tindak pidana dari kedua pasal yang termasuk dalam tindak pidana peredaran gelap narkotika tersebut memiliki dampak destruksi yang besar sehingga perumusan sanksi pidananya berat dengan adanya ancaman minimum khusus. Sedangkan terjadi perbedaan terhadap tindak pidana yang termasuk dalam golongan penyalahguna narkotika dan pecandu narkotika. Rumusan sanksi pidana dari pelaku penyalahguna dan pecandu narkotika selain diatur ancaman pidana maksimum khusus juga diatur sanksi di luar pidana yakni sanksi Tindakan berupa Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (vide Pasal 127). Dilihat dari segi sanksi terdapat diferensiasi yang besar antara rumusan terhadap perbuatan yang termasuk peredaran gelap narkotika yang dirumuskan dengan adanya minimum khusus maupun terhadap perbuatan yang termasuk penyalahguna atau pecandu narkotika yang dirumuskan dengan ancaman pidana maksimum khusus maupun adanya rumusan mengenai Tindakan (rehabilitasi), sehingga penegak hukum khususnya Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana narkotika tidak hanya melihat dari segi gramatikal (rumusan kata pasal per pasal) semata, melainkan dapat menggunakan kacamata sosiologis / teleologis agar dapat mewujudkan penanganan (penegakan hukum) yang tepat terhadap pelaku tindak pidana narkotika.

Jual Paket Sabu Rp 50 Ribuan, Pria di Teluk Kuantan Dibui 5 Tahun

article | Berita | 2025-03-19 09:05:53

Kota Teluk Kuantan- Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Riau menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun kepada Yondri (43). Terdakwa terbukti menjual narkotika jenis sabu seharga Rp 50 ribu per paket. “Menyatakan Terdakwa Yondri Als Boyak Bin Salim (Alm)telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menjual narkotika Golongan I sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu Penuntut Umum," ucap Ketua Majelis Yosep Butar Butar dengan didampingi oleh Hakim Anggota Agung Rifqi Pratama danFaiq Irfan Rofii di ruang sidang PN Teluk Kuantan, Rabu (12/03/2025). Kasus bermula saat Terdakwa menghubungi penjual narkotika pada Rabu (11/09/2024) sekira pukul 08.30 untuk membeli 1 paket narkotika jenis shabu seharga Rp 250 ribu. Kemudian pukul 17.30 Terdakwa membagi 1 (satu) paket narkotika jenis sabu tersebut menjadi 4 (empat) paket narkotika jenis shabu.Selanjutnya Terdakwa menjual kepada pembeli sebanyak 1 paket narkotika jenis shabu seharga Rp 50 ribu dan selanjutnya Terdakwa memakai pula 1 paket narkotika jenis shabu tersebut. Dalam persidangan Terdakwa mengakui perbuatan yang dilakukannya dan Terdakwa pun belum sempat menikmati keuntungan hasil penjualannya karena keburu ditangkap oleh polisi. Selain itu Terdakwa juga menunjukkan penyesalan atas perbuatan yang dilakukannya. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mendasarkan penjatuhan berat dan ringannya Terdakwa pada aspek status kepemilikan narkotika, peran Terdakwa dalam kepemilikan narkotika dan sejauhmana tingkat kesalahan Terdakwa dalam kepemilikan narkotika. Atas putusan itu, Terdakwa dan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.

PN Kayuagung Hukum Supriyanto 7 Tahun Penjara Gegara Terima Titipan Sabu

article | Berita | 2025-03-12 14:45:39

Kayuagung – Lantaran menerima titipan sabu dari temannya, Supriyanto dijatuhi pidana penjara selama 7 tahun. Pidana tersebut dikenakan terhadap Supriyanto, sebab pria berusia 54 Tahun tersebut terbukti menjadi perantara atas sabu yang ditemukan pihak kepolisian padanya.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I,” ucap majelis hakim yang diketuai Agung Nugroho Suryo Sulistio dengan Hakim Anggota Yuri Alpha Fawnia dan Anisa Lestari dalam persidangan yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), Rabu (12/03/2025).“Menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sejumlah Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan,” sambungnya.Kasus dimulai pada Kamis (1/8/2024), Terdakwa didatangi oleh saudara Kuncoro yang menawari Terdakwa untuk menjual sabu. Ajakan tersebut kemudian Terdakwa tolak dengan alasan sebelumnya Terdakwa sudah pernah mencoba menjual narkotika jenis sabu milik saudara Yudi tetapi tidak laku terjual. Malam harinya, saudara Kuncoro menghubungi Terdakwa, di mana keduanya lalu berjanji untuk bertemu di sebuah warung kosong. Sesampainya di tempat yang dijanjikan, Terdakwa melihat sudah ada saudara Kuncoro beserta 1 orang temannya yang tidak Terdakwa kenal. Di warung tersebut saudara Kuncoro kembali menawarkan kepada Terdakwa Narkotika jenis sabu, namun Terdakwa kembali menolaknya karena tidak memiliki uang.“Selanjutnya saudara Kuncoro meminta tolong kepada Terdakwa untuk menjualkan Narkotika jenis sabu miliknya, sehingga saudara Kuncoro akhirnya memasukkan sabu ke dalam saku celana sebelah kiri Terdakwa. Pada saat itu Terdakwa menerima saja sabu yang dimasukkan oleh saudara Kuncoro ke dalam celana yang Terdakwa pakai, namun Terdakwa berencana akan menghubungi saudara Mugiharno yang biasa Terdakwa minta untuk menjualkan Narkotika jenis sabu”, ungkap majelis hakim.Beberapa saat kemudian pihak kepolisian mendatangi warung tempat Terdakwa dan saudara Kuncoro bertemu. Terdakwa, saudara Kuncoro, dan 1 satu orang lainnya pun langsung melarikan diri. Namun Terdakwa yang tersudut di dinding berhasil diamankan oleh pihak kepolisian.“Pada saat pihak kepolisian hendak memeriksa saku celana sebelah kiri Terdakwa, tangan Terdakwa sempat menepis tangan anggota kepolisian yang memeriksanya sehingga membuat anggota kepolisian tersebut merasa curiga. Kemudian anggota kepolisian tersebut tetap berusaha memeriksa saku celana sebelah kiri Terdakwa dan berhasil menemukan gumpalan tisu yang di dalamnya berisi 2 (dua) bungkus plastik bening berisi Narkotika jenis sabu seberat 4 gram,” lanjut majelis hakim.Dalam putusan tersebut, majelis hakim sekaligus mempertimbangan pembelaan yang diajukan oleh Penasihat Hukum Terdakwa, yang sebelumnya dalam nota pembelaannya menyatakan perbuatan Terdakwa tersebut justru memenuhi unsur-unsur Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika. Adapun pembelaan tersebut dinilai tidak berdasar oleh Majelis Hakim dikarenakan penguasaan sabu yang ditemukan pada Terdakwa tersebut dianggap bukan hanya dimaksudkan untuk disimpan, tetapi ditujukan untuk dijual kembali dengan cara Terdakwa menyuruh saudara Mugiharno untuk menjualnya.Terkait ancaman pidana yang akan dijatuhkan terhadap Terdakwa, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyampaikan alasan yang memperberat perbuatan Terdakwa karena perbuatan tersebut bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran/penyalahgunaan narkotika. Sedangkan untuk alasan yang meringankan, Majelis Hakim berpendapat Terdakwa telah menyesali perbuatannya dan belum pernah dihukum.Selama persidangan berlangsung, Terdakwa dengan didampingi penasihat hukumnya, Andi Wijaya terlihat kooperatif mengikuti jalannya persidangan pembacaan putusan, yang dihadiri pula oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir. Atas putusan itu, baik Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL)

Konsumsi Sabu, Polisi Di Kota Banjar Dibui 1 Tahun

article | Berita | 2025-03-12 13:00:50

Kota Banjar- Pengadilan Negeri (PN) Banjar, Jawa Barat (Jabar) menjatuhkan pidana penjara 1 tahun kepada Rajan (44). Terdakwa terbukti menyalagunakan narkotika golongan I jenis sabu. Diketahui, Rajan merupakan polisi aktif yang sempat bertugas sebagai Kanit Narkoba Polres Banjar.“Menyatakan Terdakwa Rajan Haryanto bin Lambin Marsono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I bagi diri sendiri sebagaimana dalam dakwaan tunggal”, ucap ketua majelis Kornelius B. Sianturi dengan didampingi hakim anggota Zaimi Multazim dan Hanifa Feri Kurnia di ruang sidang PN Banjar, Selasa (11/3/2025).Kasus bermula saat Terdakwa hendak mengembalikan mobil kepada kedua temannya pada Selasa (06/03/2024) sekitar jam 18.00 WIB. Tiba di rumah temannya, kedua teman Terdakwa yang sedang asyik menikmati sabu kemudian mengajak Terdakwa untuk menggunakan sabu secara bersama-sama. Atas ajakan temannya tersebut, Terdakwa tidak menolak. Lalu Terdakwa menggunakan sabu tersebut bersama-sama secara bergiliran menggunakan bong yang terbuat dari botol bekas C1000. Dalam persidangan Terdakwa sempat membantah penggunaan sabu ini. Namun Majelis dengan mendasarkan pada alat bukti lainnya yaitu keterangan Para Saksi dan hasil test urin, sehingga Majelis meyakini Terdakwa telah bersalah menyalahgunakan sabu sesuai dakwaan tunggal Penuntut Umum. Dalam pertimbangannya, Majelis mempertimbangkan keadaan memberatkan Terdakwa yakni perbuatan Terdakwa bertentangan dengan prinsip Tribrata Polri. Selain itu, keadaan memberatkan bagi Terdakwa yaitu Terdakwa merupakan aparat penegak hukum. “Sedangkan keadaan yang meringankan bagi Terdakwa Nihil”, tambah ketua Majelis.Atas putusan itu, Terdakwa menolak putusan dengan mengajukan upaya hukum banding dan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (ZM FAC)

Jual Sabu, PN Kayuagung Vonis Residivis Narkotika 6 Tahun Penjara

article | Berita | 2025-03-09 11:30:20

Kayuagung – PN Kayuagung menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sejumlah 1 Miliar Rupiah terhadap Hendri KA Agung. Pidana tersebut dijatuhkan sebab pria yang dikenal dengan nama Gulu Seket tersebut terbukti melakukan penjualan Narkotika jenis sabu.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum menjual Narkotika Golongan I, menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan denda sejumlah 1 Miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan”, ucap Majelis Hakim yang diketuai Guntoro Eka Sekti tersebut dalam sidang terbuka untuk umum yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Selasa (04/03/2025).Kasus bermula pada tanggal 13 September 2024, Terdakwa didatangi oleh saudara Ismail yang menawari untuk membelikan sabu. Terdakwa yang menyetujui tawaran tersebut kemudian menyerahkan uang sejumlah 350 Ribu Rupiah kepada saudara Ismail untuk dibelikan sabu seberat 1 jie. “Setelah menerima sabu dari orang suruhan saudara Ismail, Terdakwa kemudian membagi 1 bungkus plastik sedang berisi sabu tersebut menjadi 4 bungkus plastik bening kecil dengan menggunakan sedotan plastik berbentuk sendok, yang nantinya akan Terdakwa jual sebesar 50 Ribu Rupiah per paketnya”, ungkap Majelis Hakim yang beranggotakan Yuri Alpha Fawnia dan Anisa Lestari.Tidak berselang lama, datang saudara Ibrahim yang hendak membeli sabu sebanyak 35 Ribu Rupiah kepada Terdakwa. Terdakwa kemudian mengambil sisa sabu yang ada dari 1 bungkus plastik sedang berisi sabu yang diperolehnya dari saudara Ismail.Selanjutnya sabu tersebut dimasukan ke dalam plastik dengan jumlah sesuai permintaan saudara Ibrahim tersebut. Selesai melayani pembeli, Terdakwa menyimpan 5 bungkus sabu yang telah dibaginya di atas balok kayu yang terdapat di samping rumah. Beberapa saat setelahnya, pihak kepolisian melakukan penggerebekan di rumah Terdakwa dan menemukan uang hasil penjualan sabu sejumlah 35 Ribu Rupiah dan 5 bungkus sabu yang sebelumnya Terdakwa simpan.“Dari proses pemeriksaan, diketahui jika Terdakwa merupakan residivis perkara Narkotika sehingga hal ini menjadi pertimbangan yang akan memberatkan perbuatan Terdakwa. Namun Majelis Hakim juga mempertimbangkan jumlah sabu yang ditemukan tergolong relatif kecil dan penyesalan yang ditunjukan Terdakwa selama persidangan sebagai alasan-alasan yang akan meringankan pemidanaan terhadap Terdakwa”, tutur Majelis Hakim.Selama persidangan berlangsung, Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya, Andi Wijaya terlihat kooperatif mengikuti jalannya persidangan pembacaan putusan, yang dihadiri pula oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir.Atas putusan itu, baik Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL)

PN Teluk Kuantan Vonis Pria 6 Tahun Bui di Kasus Sabu, Draf Putusan Disusun AI

article | Berita | 2025-03-06 14:05:38

Teluk Kuantan- Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Kuantan Singingi, Riau, menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Maralis als Buyit (30),  atas kepemilikan narkotika jenis sabu. Dalam menyusun draft putusan itu, majelis hakim dibantu kecerdasan buatan/Artificial intelligence (AI).“PN Teluk Kuantan menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) kepada Maralis,” kata ketua majelis saat membacakan putusan dalam sidang, Kamis (6/3/2025).Sebagai informasi, putusan ini menandai sejarah baru sebagai putusan pertama di PN Teluk Kuantan yang hampir sepenuhnya disusun dengan bantuan Grok. Grok adalah kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan oleh xAI, dirancang untuk memberikan jawaban yang akurat dan kontekstual berdasarkan data yang diberikan, sering kali dengan pendekatan analitis dan objektif. Dalam kasus ini, Grok digunakan untuk menyusun draf putusan berdasarkan fakta hukum, keterangan saksi, dan bukti, dengan Majelis Hakim berperan sebagai tim quality assurance. Mereka memverifikasi, menyempurnakan, dan memastikan kualitas dokumen putusan tersebut, serta memberikan perubahan yang penting, terutama di bagian pertimbangan unsur pasal yang digunakan.Kembali kepada kasus Maralis, Kasus ini bermula pada 26 Agustus 2024, sekitar pukul 16.30 WIB, ketika Tim Reskrim Polsek Kuantan Hilir menangkap Maralis di sebuah pondok terpencil di Desa Kampung Medan, Kecamatan Kuantan Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi. Penangkapan dilakukan berdasarkan laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas peredaran narkoba di lokasi tersebut. Saat ditangkap, Maralis bersama seorang pria bernama Depri Helmizah als Idep, yang berhasil melarikan diri.“Dalam penggeledahan, polisi menemukan lima paket sabu seberat 0,46 gram, timbangan digital, bong, dan dua unit telepon genggam,” ujar Jaksa Penuntut Umum Riva Cahya Limba saat membacakan dakwaan dalam perkara ini. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa pondok tempat Maralis ditangkap tersebut telah lama digunakan sebagai tempat peredaran narkoba yang sulit terdeteksi oleh aparat. Hasil uji laboratorium mengonfirmasi bahwa barang bukti yang ditemukan mengandung metamfetamina, yang tergolong narkotika golongan I.Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai bahwa meskipun Maralis tidak terbukti menjual atau menawarkan narkotika karena tidak ada bukti konkret yang menunjukkan ia terlibat peredaran, ia tetap setidak-tidaknya menguasai barang ilegal tersebut. Dengan demikian, Maralis terbukti melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, selaras dengan tuntutan Jaksa Pentuntut Umum yang bersidang. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa karena mempertimbangkan dampak negatif perbuatannya terhadap upaya pemberantasan narkoba di daerah terpencil.Selain menjatuhkan hukuman kepada Maralis, Majelis Hakim memerintahkan pemusnahan barang bukti berupa sabu dan alat konsumsi narkoba, sementara telepon genggam yang disita dirampas untuk negara. Kasus ini juga membuka pertanyaan tentang jaringan yang lebih luas, termasuk keterlibatan Depri Helmizah yang masih buron, serta dugaan peran Rio Contus sebagai pemasok.Putusan ini menyoroti tantangan besar dalam pemberantasan narkoba di pedesaan, di mana pondok-pondok terpencil terkadang menjadi tempat peredaran gelap yang sulit terdeteksi. Kasus Maralis juga menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat serta sinergi antara aparat dan masyarakat dalam memerangi peredaran narkotika.Untuk diketahui, putusan itu diketok oleh ketua majelis Timothee Kencono Malye dengan anggota Samuel Pebriyanto Marpaung dan Nurul Hasanah.

PN Kayuagung Hukum Ibu Rumah Tangga Penjual Sabu 7 Tahun Penjara

article | Berita | 2025-03-04 13:25:20

Kayuagung – PN Kayuagung menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda 1 Miliar Rupiah kepada seorang Ibu Rumah Tangga pelaku penjual Narkotika jenis sabu. Hukuman tersebut dikenakan karena Terdakwa telah terbukti menjual sabu seberat 3,170 gram pada penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.Dalam putusan yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan digelar di Gedung Pengadilan Negeri Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Selasa (04/03/2025), Majelis Hakim yang diketuai oleh Guntoro Eka Sekti tersebut membacakan amar putusan yang pada pokoknya “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum menjual Narkotika Golongan I, menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sejumlah 1 Miliar Rupiah”.Kasus bermula pada bulan Agustus tahun 2024, Terdakwa yang juga berprofesi sebagai Pegawai Rumah Makan menelepon saudara Endang untuk meminta diantarkan sabu dengan harga 850 ribu Rupiah. Selanjutnya Terdakwa menerima sabu pesanannya tersebut dari orang suruhan saudara Endang. Setelah mendapatkan pesanannya, 1 (satu) paket Narkotika jenis sabu tersebut, Terdakwa bagi menjadi 12 (dua belas) bungkus yang kemudian disimpan di dalam tas dan bola lampu.“Selanjutnya Terdakwa sempat menjual sabu tersebut dengan cara pembeli datang langsung menemui Terdakwa di kontrakannya. Beberapa hari kemudian Terdakwa kembali memesan sabu kepada saudara Endang dengan harga yang sama. Di mana saat itu sabu tersebut belum sempat Terdakwa bagi dan langsung disimpan di dalam bola lampu,” Ucap Majelis Hakim yang beranggotakan Anisa Lestari dan Yuri Alpha Fawnia.Malam harinya ketika Terdakwa sedang berada di rumah, pihak kepolisian melakukan penggrebekan dan menemukan 12 (dua belas) bungkus plastik bening berisi sabu yang sebelumnya Terdakwa simpan di dalam tas dan bola lampu. “Adapun maksud dan tujuan Terdakwa memiliki Narkotika jenis sabu tersebut adalah untuk dijual kembali. Di mana apabila Narkotika tersebut berhasil terjual semua, maka Terdakwa akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah),” ungkap Majelis Hakim.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran atau penyalahgunaan narkotika sehingga menjadi salah satu keadaan yang memberatkan penjatuhan pidana. Sementara riwayat Terdakwa yang belum pernah dihukum dan dinilai menyesali perbuatannya dianggap sebagai keadaan yang meringankan perbuatan Terdakwa.Selama persidangan berlangsung, Terdakwa yang didampingi Tim Penasihat Hukumnya terlihat kooperatif mengikuti jalannya persidangan pembacaan putusan, yang dihadiri pula oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir.Atas putusan itu, baik Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL)

PN Sumedang: Sidang Pemeriksaan Setempat, Dikawal Ketat TNI Polri

photo | Berita | 2025-02-07 13:55:03

Sumedang- bertempat di kantor Desa Paseh, Majelis Hakim yang terdiri dari Meniek Emelinna Latuputty, Desca Wisnubrata dan Zulfikar Berlian dengan dibantu oleh Seravina Apriliany selaku Panitera Pengganti membuka persidangan dengan agenda pemeriksaan setempat dalam perkara 42/Pdt.G/2024/PN Smd.Dalam rangka memastikan objek perkara atas permintaan dari Penggugat Majelis Hakim melakukan pemeriksaan setempat terhadap tanah dan bangunan di desa paseh, yang dihadiri oleh para pihak.Menurut Desca Wisnubrata selaku juru bicara pn sumedang pelaksanaan ps tersebut dengan pengamanan dari Polsek yang langsung di pimpin oleh Kapolsek dan Koramil yang juga langsung di pimpin oleh Danramil, hal ini dilakukan karena takut adanya gesekan antara kedua belah pihak, dimana pengamanan tersebut disiapkan oleh atas permintaan dari pihak Penggugat.Dalam pemeriksaan tersebut kondisi kondusif meskipun adanya kelompok dari kedua belah pihak namun tidak ada keributan dimana sebelum sidang kelapangan Majelis Hakim menjelas tujuan pemeriksaan setempat hanya untuk melihat objek perkara bukan menentukan siapa yang menang dan para pihak dilarang  provokatif selama proses berjalan.Setelah Majelis Hakim memeriksa seluruh titik objek pekara, selanjutnya perkara ditutup dan tunda pada tanggal 18 Februari 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi. (ZIB)

Terbukti Jual Sabu 500 Gram, PN Kayuagung Hukum Para Pelaku Penjara 14 Tahun dan Denda 1,4 Miliar

article | Berita | 2025-01-20 15:30:58

Kayuagung – Hukuman penjara 14 tahun dan denda 1,4 Miliar Rupiah dijatuhkan PN Kayuagung kepada Muhammad Muslim dan Rikki Suganda. Hukuman tersebut dikenakan lantaran keduanya terbukti menjual narkoba jenis sabu seberat 500 Gram yang didapat para pelaku dari saudara Dedek. Dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Senin (20/01/2025), Majelis Hakim yang terdiri dari Guntoro Eka Sekti, Yuri Alpha Fawnia, dan Anisa Lestari membacakan amar putusan yang pada pokoknya “Menyatakan Para Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Permufakatan Jahat secara tanpa hak atau melawan hukum menjual dan menyerahkan Narkotika Golongan I yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, menjatuhkan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sejumlah 1,4 Miliar Rupiah”. Kasus berawal saat pihak kepolisian melakukan pembelian terselubung dengan menghubungi Terdakwa Rikki Suganda untuk membeli sabu sebanyak 500 Gram dengan harga 55 Juta Rupiah, pada bulan Juli tahun 2024. Terdakwa Rikki Suganda yang menyanggupi pesanan tersebut kemudian menghubungi Terdakwa Muhammad Muslim, yang lalu menghubungi saudara Dedek untuk memesan sabu tersebut. “Setelah dihubungi oleh Terdakwa Rikki Suganda, selanjutnya Terdakwa Muhammad Muslim memesan sabu tersebut dari saudara Dedek dengan harga 45 Juta Rupiah dengan tujuan akan dijual dan diserahkan kepada pemesannya. Di mana atas transaksi tersebut Para Terdakwa akan memperoleh keuntungan sejumlah 50 Juta Rupiah”, ungkap Majelis Hakim dalam sidang yang dihadiri oleh Penuntut Umum dan Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya. Selanjutnya Para Terdakwa bertemu dengan pembeli sabu tersebut dan kemudian menuju ke sebuah halaman rumah di Desa Tanjung Seteko. Setibanya di lokasi tersebut, Terdakwa Muhammad Muslim yang dihubungi oleh saudara Dedek sempat memeriksa uang yang diserahkan oleh pembeli. Kemudian datang saudara Adi dan saudara Leman dengan membawa bungkusan hitam berisi sabu, yang lalu diserahkannya kepada Terdakwa Muhammad Muslim. Setelah menerima sabu tersebut, Terdakwa Muhammad Muslim lalu menyerahkannya kepada pihak kepolisian yang menyamar sebagai pembeli. Sesaat setelah mendapatkan sabu tersebut, pihak kepolisian kemudian langsung melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap Para Terdakwa, sedangkan saudara Adi dan saudara Leman berhasil melarikan diri.“Ditemukan 5 bungkus plastik transparan berisi sabu seberat hampir 500 Gram dari bungkusan warna hitam yang diserahkan Terdakwa Muhammad Muslim kepada pihak kepolisian”, Tutur Majelis Hakim.Terkait ancaman pidana yang akan dijatuhkan terhadap Para Terdakwa, Majelis Hakim dalam pertimbangannya menyampaikan meskipun perbuatan Para Terdakwa telah memenuhi Pasal 114 Ayat (2) jo. Pasal 132 Ayat (1) Undang-Undang Narkotika sebagaimana dakwaan alternatif pertama Penuntut Umum. Namun perbuatan permufakatan jahat adalah suatu tindak pidana yang berdiri sendiri, di mana para pelakunya dapat dinyatakan melakukan tindak pidana permufakatan jahat hanya dengan adanya kesepakatan untuk melakukan tindak pidana, sehingga Majelis Hakim berpendapat perbuatan tersebut merupakan suatu perbuatan yang belum selesai dilaksanakan.Lebih lanjut, dalam pertimbangannya Majelis Hakim menyatakan dari fakta hukum di persidangan diketahui bahwa sabu yang dipesan oleh pihak kepolisian dari Para Terdakwa, telah diserahkan oleh Terdakwa Muhammad Muslim kepada pihak kepolisian yang menyamar sebagai Pembeli. Oleh karenanya perbuatan tersebut dinilai merupakan tindak pidana Narkotika yang telah selesai pelaksanaanya, sehingga terhadap pemidanaan yang akan dikenakan terhadap Para Terdakwa akan merujuk kepada Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Narkotika,Perbuatan Para Terdakwa yang dinilai bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran Narkotika tersebut menjadi keadaan yang memberatkan pidana terhadap Para Terdakwa. Sedangkan untuk keadaan yang meringankan, Para Terdakwa dinilai menyesali perbuatannya dan sebelumnya Para Terdakwa belum pernah dihukum. Persidangan pembacaan putusan berjalan dengan tertib dan lancar, selama persidangan berlangsung baik Terdakwa maupun Penuntut Umum terlihat secara saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim. Atas putusan itu, Para Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL)

PN Kayuagung Hukum Pembawa Sabu 100 Gram Selama 11 Tahun Penjara dan Denda Rp 1,4 M

article | Berita | 2025-01-13 18:20:21

Ogen Komering Ilir- Pengadilan Negeri Kayuagung, Sumatera Selatan menjatuhkan vonis berupa pidana penjara selama 11 tahun dan denda sejumlah Rp1.400.000.000,00 kepada Terdakwa Narkotika, Sani Bin Erlani. Vonis tersebut dijatuhkan karena Sani dinilai terbukti membawa Narkotika jenis sabu seberat 100 gram. “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum menerima Narkotika Golongan I yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, menjatuhkan pidana penjara selama 11 tahun dan denda sejumlah Rp1.400.000.000,00,” tutur Majelis Hakim dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Senin (13/01/2025). Kasus bermula saat Sani Bin Erlani menerima ajakan rekannya untuk membeli 100 gram sabu di Pasar Hewan Desa Sungai Pinang, dengan imbalan dapat memakai Narkotika tersebut sebanyak 1 gram pada 26 September 2024. “Setelah membeli Narkotika jenis sabu dengan berat bruto 100,94 gram, Terdakwa kemudian menerima sabu tersebut dari rekannya dan keluar dari Pasar Hewan dengan tujuan untuk dijual kembali,” ucap Majelis Hakim. Belum terlalu jauh dari Pasar Hewan, sepeda motor yang dikendarai oleh Sani dan rekannya dihentikan oleh pihak kepolisian yang sedang melakukan penyelidikan atas maraknya transaksi Narkotika di lokasi tersebut. Sempat ada upaya melarikan diri, tetapi pihak kepolisan berhasil melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap Sani.  “Dari penggeledahan tersebut, Terdakwa didapati sedang membawa sabu seberat 100,94 gram di tangan kanannya”. tutur Majelis Hakim yang terdiri dari Guntoro Eka Sekti, Yuri Alpha Fawnia, dan Anisa Lestari. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran Narkotika dan Terdakwa sudah pernah dihukum sebelumnya atas perkara Narkotika. Adapun keadaan yang meringankan, Sani dinilai menyesali perbuatannya dan tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Selama persidangan berlangsung, Sani terlihat dengan saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim. Hadir pula dalam sidang pembacaan putusan, JPU Paramitha dan Tim Penasihat Hukum yang dipimpin oleh Andy Wijaya. Atas putusan itu, baik Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum menyatakan menerima. (AL)

Kembali PN Sidoarjo Vonis Mati 2 Pengedar Sabu Jaringan Internasional

article | Berita | 2025-01-10 13:00:14

Sidoarjo - Pengadilan Negeri Sidoarjo menjatuhkan pidana mati kepada terdakwa pengedar sabu jaringan internasional. Terdakwa Apriana Bastian alias Apri dan Yoseph Daya Subakti alias Agus terbukti melanggar Pasal 114 ayat 2 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu seberat 88,5 kilogram.“Menyatakan Apriana Bastian alias Apri dan Yoseph Daya Subakti alias Agus terbukti secara sah bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menjadi perantara jual beli narkotika jaringan internasional dan menjatuhkan hukuman pidana mati,” ujar Ketua Majelis Hakim, Irianto, Kamis (9/1/2025).Pidana mati terhadap kedua terdakwa karena terbukti keterlibatan dalam jaringan internasional Fredy Pratama alias Miming alias Amang alias Guinea. Fredy sendiri sampai saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) internasional. Dalam persidangan diketahui Apriana adalah residivis, karena pernah dijatuhi pidana dalam kasus serupa di Tangerang. “Tidak ditemukan adanya hal-hal yang dapat meringankan,” tegas Irianto ketika membacakan vonis mati tersebut.Di persidangan juga  terungkap fakta Apriana membawa 43 kilogram sabu, sementara Yoseph membawa 45,5 kilogram. Baik Apriana maupun Yoseph yang didampingi Penasihat Hukumnya, Diah Kusumah Ningrum menyatakan pikir-pikir. Sikap yang sama juga disampaikan Penuntut Umum.Sebelumnya, pada tahun 2024 PN Sidoarjo juga telah menjatuhkan pidana mati kepada tiga orang dalam sindikat yang sama. Vonis mati yang tertuang dalam putusan nomor 599/Pid.Sus/2023/PN Sda terhadap Aryo Anggoro Mulyo, Muhammad Nafik Supriyanto dan Hendrik Anggun Setiawan dikuatkan hingga Mahkamah Agung. “Terdapat keterkaitan erat putusan-putusan dengan vonis mati tersebut,’ jelas Dr. I Putu Gede Astawa, juru bicara PN Sidoarjo kepada dandapala.com. (SEG)

PN Kayuagung Hukum Pembeli Sabu 3 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar!

article | Berita | 2025-01-09 13:30:05

Ogan Komering Ilir- Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung menjatuhkan hukuman kepada terdakwa narkotika Remal Bin Kecer selama 3 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Remal terbukti membeli narkotika jenis sabu dengan berat 0,175  gram.​“Menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum membeli Narkotika Golongan I, menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sejumlah Rp 1.000.000.000,00,” ucap ketua majelis, Agung Nugroho Suryo Sulistio dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Rabu (8/1/2025).​Kasus dimulai ketika Remal memesan sabu seharga Rp 200 ribu melalui WhatsApp dengan maksud untuk dikonsumsi. Kemudian disepakati transaksi tersebut akan dilakukan di samping Hotel 21 yang berada di Jalan Lintas Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir.​“Setelah menghubungi penjual melalui aplikasi WhatsApp, terdakwa kemudian pergi menuju Hotel 21 yang di Jalan Lintas Timur dengan maksud untuk mengambil sabu yang dipesannya tersebut,” ucap majelis hakim.​Setibanya di lokasi, Remal langsung bertemu dengan penjual dan melakukan transaksi pembelian sabu tersebut. Selesai bertransaksi, Remal yang sedang duduk di atas sepeda motor didatangi pihak kepolisan. Merasa panik, ia pun langsung membuang paket sabu yang digenggamnya ke tanah. Pihak kepolisian yang melihat hal itu, langsung mengamankan Remal beserta sabu yang telah dibuangnya.​​“Dari penangkapan Terdakwa, ditemukan sabu seberat 0,175 gram yang diakui oleh Terdakwa dibelinya dari saudara Galih,” tutur Agung Nugroho Suryo Sulistio dengan didampingi anggota majelis Yuri Alpha Fawnia, dan Indah Wijayati.​Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai meskipun Terdakwa terbukti melanggar Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika. Namun dikarenakan jumlah barang bukti yang ditemukan tergolong sebagai jumlah pemakaian 1 (satu) hari maka berpedoman kepada SEMA Nomor 3 Tahun 2023, majelis hakim dapat menjatuhkan pidana dengan menyimpangi ancaman pidana penjara minimum khusus. ​Selain itu, lanjut Agung, majelis hakim berpendapat walaupun perbuatan yang dilakukan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran narkotika. Namun sikap menyesal Terdakwa serta riwayatnya yang belum pernah dihukum menjadi pertimbangan dalam meringankan pidana.​“Kami menyatakan pikir-pikir” ucap JPU Fadilah Juliana Putri setelah mendengar amar putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim. Sementara Remal melalui tim penasihat hukumnya yang dipimpin oleh Andy Wijaya menyatakan menerima putusan. (AL,ASP,WI)

Barang Bukti Capai 1,7 Ton, 23 Terdakwa Narkotika Divonis Mati di Aceh

article | Berita | 2025-01-04 12:30:57

Banda Aceh-Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh menjatuhkan hukuman mati terhadap 23 terdakwa kasus narkoba sepanjang tahun 2024. Selain itu, ada 17 orang yang divonis seumur hidup.“ Ya benar selama tahun 2024, Pengadilan Tinggi Banda Aceh telah menghukum mati 23 orang terpidana. Semuanya kasus narkoba," kata humas PT Banda Aceh, Taqwaddin, saat dikonfirmasi DANDAPALA, Sabtu (4/1/2025).“Menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Banda Aceh memiliki tantangan tersendiri karena banyaknya perkara Pidsus Narkotika yang mesti diadili. Bahkan bukan hanya jumlah perkara Pidsus Narkotikanya yang banyak, tetapi juga barang buktinya yang luar biasa banyak, ada yang mencapai satu juta tujuh ratus ribu gram sabu atau satu koma tujuh ton. Sehingga para Hakim di Aceh diperlukan kesiapan mental untuk mengadili perkara-perkara ini, ” beber Dr H Taqwaddin, Hakim Ad Hoc Tipikor yang juga Humas PT Banda Aceh.Tidak itu saja, Taqwaddin juga menambahkan bahwa mengacu pada jumlah perkara dan jumlah barang bukti di atas, apalagi adabya sindikasi internasional terhadap perkara-perkara narkotika sabu, maka dapat dimaklumi jika potensi resiko yang dihadapi oleh para Hakim di Aceh bisa jadi lebih tinggi dibandingkan dengan para Hakim lainnya di luar Aceh. Walaupun faktanya selama ini saya belum pernah mendengar adanya info ancaman terhadap para Hakim. “Mencermati banyaknya perkara yang diadili, terlebih lagi perkara-perkara pidana khusus narkotika dengan barang bukti mencapai ratusan kilo gram bahkan hingga hitungan ton serta posisi Pengadilan Tinggi Banda Aceh berada di suatu provinsi yang bersifat istimewa (UU 44/1999) dan juga bersifat otonomi khusus (UU 11/2006), maka menurut hemat saya, sudah sepatutnya jika Pengadilan Tinggi Banda Aceh dinaikkan statusnya menjadi Tipe A," ungkap Dr Taqwaddin, yang juga Akademisi Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.Berdasarkan data yang dihimpun DANDAPALA, jumlah vonis mati yang diputus pada tahun 2024 berkurang dibandingkan tahun 2023 sebanyak 29. Sementara jumlah vonis seumur hidup pada tahun 2024 meningkat dibandingkan tahun 2023 sebanyak 7 orang.Hukuman mati terbanyak diketuk pada Juli dan November masing-masing 6 kasus, Maret dan April masing-masing 3 kasus, Januari dan Agustus masing-masing 2 kasus serta Oktober 1 Kasus. (LDR)

7 Terdakwa Kasus Narkotika Divonis Mati PN Tanjungkarang Kurun 2024

article | Berita | 2024-12-12 21:20:21

Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Lampung telah menjatuhkan hukuman pidana mati kepada 7 terdakwa kasus peredaran narkotika sepanjang 2024. Mereka yang dihukum mati itu terlibat jaringan narkotika internasional, maupun jaringan narkotika dalam negeri. Berdasarkan data yang dihimpun Dandapala, Kamis (12/12/2024), ketujuh orang terdakwa yang divonis mati adalah terdakwa MRMGS dan AG pada bulan Februari 2024. Disusul terdakwa LG pada bulan April 2024 dan terdakwa MY dan N pada bulan Agustus 2024. Dan yang terbaru yaitu terdakwa MNS dan HYS pada bulan Desember 2024. Para terdakwa tersebut dinyatakan bersalah atas keterlibatannya dalam jaringan perdagangan narkotika yang sangat merugikan masyarakat. Pada persidangan majelis hakim menyebutkan bahwa tindakan terdakwa tidak hanya merugikan negara dan masyarakat, tetapi juga berpotensi merusak generasi muda yang diharapkan menjadi generasi penerus yang unggul.  "Tindakan yang dilakukan terdakwa merupakan kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan (extra ordinary crime) sehingga penegakannya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal sehingga tidak hanya memperhatikan hak asasi manusia terdakwa saja tetapi juga harus mempertimbangkan hak asasi manusia para korban narkotika, di mana telah banyak merengut nyawa pemakainya serta rusaknya generasi bangsa karena ketergantungan narkotika. Dengan ini mengabulkan permintaan jaksa penuntut umum, dengan menjatuhkan vonis pidana mati," demikian bunyi pertimbangan majelis hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap salah satu terdakwa. Selama proses persidangan, penuntut umum juga memaparkan bahwa narkotika yang diselundupkan oleh Terdakwa merugikan sangat banyak masyarakat jika berhasil dipasarkan di Indonesia. Adapun jumlah narkotika yang berhasil diamankan dari perbuatan para terdakwa bervariasi mulai dari puluhan ribu pil ekstasi, 21 kilogram sabu, 35 kilogram sabu, sampai dengan 58 kilogram sabu. Oleh karena perbuatan para terdakwa tersebut Penuntut Umum menilai bahwa Terdakwa layak untuk dihukum dengan berat. Majelis hakim juga menyitir penjelasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang disebutkan bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan masyarakat khususnya generasi muda karena sangat merusak tatanan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara."Serta dapat menghilangkan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional," ungkapnya.Adanya penjatuhan vonis mati kepada 7 orang Terdakwa kasus peredaran narkotika merupakan perwujudan dari komitmen Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan di seluruh Indonesia dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika. Yang bukan hanya tercermin dalam pemberian hukuman, tetapi juga dalam upaya mempercepat proses peradilan, meminimalisir penyalahgunaan hukum, serta mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat yang bebas dari pengaruh narkotika. "Selain itu melalui penjatuhan vonis mati menjadi pesan penting bagi sindikat narkotika lainnya yang beroperasi di Indonesia bahwa Pemerintah sangat serius dalam pemberantasan peredaran gelapnarkotika," pungkasnya.