Landak, Kalimantan Barat – Pengadilan Negeri (PN) Ngabang menolak permohonan praperadilan ganti kerugian dan rehabilitasi yang diajukan oleh Octapius Jujun, mantan Kepala UPTD Meteorologi Legal Kabupaten Landak pada Kamis (18/9/2025). Putusan dibacakan oleh Hakim Tunggal Rio Rinaldi Silalahi di ruang sidang PN Ngabang.
“Menolak permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya”, demikian bunyi amar putusan praperadilan tersebut.
Permohonan ini merupakan kali kedua diajukan oleh Pemohon. Sebelumnya, Pemohon telah memenangkan permohonan praperadilan pertamanya terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka yang telah diputus pada hari Senin (01/07/2025).
Baca Juga: Relevansi SEMA 5/2021 terkait Praperadilan dan Pasal 154 ayat (1) huruf d RKUHAP
“Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan tindakan Termohon yang menetapkan dan memutuskan Pemohon sebagai tersangka atas dugaan Tindak Pidana korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum. Menyatakan penahanan tersangka batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat”, bunyi amar putusan praperadilan pertama Pemohon.
Setelah putusan praperadilan yang menyatakan penetapan tersangka dan penahanan Pemohon tidak sah, penyidik Kejaksaan Negeri Landak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang baru pada Selasa tanggal 2 Juli 2025. Pemohon menganggap sprindik tersebut tidak sah, karena Penyidik Kejaksaan Negeri Landak seharusnya menjalankan seluruh amar putusan praperadilan yang pertama terlebih dahulu.
“Permohonan kali ini bukan sekadar soal ganti rugi, melainkan juga menuntut agar sprindik baru dinyatakan tidak sah karena Termohon belum melaksanakan putusan praperadilan yang lalu”, ungkap Chaerul Huda selaku ahli dalam persidangan.
Dalam pertimbangannya, Hakim Tunggal menilai besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp100 juta sedangkan Pemohon tidak mengalami luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan atau kematian, sehingga menurut Hakim, besaran kerugian yang Pemohon mintakan sebesar Rp200 juta tidak berdasarkan hukum.
“Menimbang bahwa dalam hukum pidana, ganti rugi hanya untuk kerugiaan materil atau nyata serta biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut, sehingga Ganti Kerugian Pemohon terkait dengan kerugian Immateril tidak beralasan Hukum”, tegas Rio Rinaldi membacakan isi putusan.
Hakim menegaskan Sprindik hanya bersifat administratif sebagai dasar penyidik melakukan penyidikan, sehingga belum menimbulkan akibat hukum terhadap penetapan tersangka. Dalam perkara ini, belum ada penetapan tersangka berdasarkan Sprindik terbaru Nomor PRINT-1/O.1.19/Fd.2/07/2025. Kondisi ini berbeda dengan Sprindik sebelumnya Nomor PRINT-3/O.1.19/Fd.2/08/2024 yang telah dibatalkan melalui Putusan Praperadilan Nomor 1/Pid.Prap/2025/PN Nba.
“Bahwa pembatalan Surat Perintah Penyidikan yang baru hanya dapat dibatalkan apabila sudah ada penetapan Tersangka dimana penetapan tersebut dibatalkan, sehingga Objek Praperadilannya adalah Penetapan Tersangka, bukan Sprindik”, tegas Rio Rinaldi.
Baca Juga: Tertutupnya Pintu Upaya Hukum Putusan Praperadilan: Suatu Tinjauan Filosofi
Sidang berlangsung tertib dan dihadiri kedua belah pihak. Sesuai hukum acara yang berlaku, putusan praperadilan bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum lebih lanjut.
Dengan putusan ini, Pemohon tidak berhak mendapat Ganti kerugian dan rehabilitasi, serta proses penyidikan terhadap Pemohon tetap berlanjut. (Bintoro Wisnu Prasojo/Gillang Pamungkas/Intan Hendrawati/al)
Untuk Mendapatkan Berita Terbaru Dandapala Follow Channel WhatsApp : Info Badilum MA RI