Cari Berita

Tok! PT Kepri Vonis Mati 3 WNA India Penyelundup 106 Kg Sabu

article | Berita | 2025-06-20 17:30:23

Tanjung Pinang- Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau (PT Kepri) menjatuhkan hukuman mati terhadap tiga warga negara asing asal India. Mereka dihukukm karena terbukti melakukan penyelundupan narkotika jenis sabu seberat lebih dari 106 kilogram. Ketiga terdakwa tersebut adalah Raju Mutthukumaran, Govinsa Samy, dan Vimalkandhan.Putusan banding tersebut dibacakan pada Jumat (20/6/2025). Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan tanpa hak mengimpor narkotika golongan I jenis sabu seberat 106.438 gram.“Menjatuhkan pidana mati kepada terdakwa Raju Mutthukumaran, Govinsa Samy, dan Vimalkandhan,” ujar ketua majelis hakim saat membacakan putusan sebagaimana keterangan pers yang didapat DANDAPALA, Jumat (20/6/2025).Putusan ini sekaligus memperkuat vonis Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai Karimun yang telah lebih dahulu menjatuhkan hukuman mati terhadap ketiganya pada sidang yang digelar Jumat (25/4/2025).Kapal dan Barang Bukti DisitaDalam putusan tersebut, majelis hakim juga menetapkan bahwa barang bukti berupa sabu lebih dari 106 kilogram dirampas untuk dimusnahkan. Selain itu, kapal jenis  Landing Craft Tank (LCT) bernama  Legend Aquarius  berbendera Singapura yang digunakan untuk mengangkut narkoba juga dirampas untuk negara.Adapun barang bukti lain berupa telepon genggam milik para terdakwa turut dimusnahkan.Ketiga terdakwa ditangkap oleh tim Badan Narkotika Nasional Provinsi Kepulauan Riau (BNNP Kepri) saat berada di atas kapal  Legend Aquarius di perairan wilayah Indonesia. Penangkapan ini merupakan bagian dari upaya pengungkapan jaringan peredaran narkotika internasional.Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan bahwa vonis hukuman mati dijatuhkan karena perbuatan para terdakwa termasuk kejahatan terorganisasi lintas negara dengan barang bukti dalam jumlah besar yang dapat merusak generasi bangsa.“Hukuman mati dijatuhkan karena sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Narkotika, dan karena kejahatan yang dilakukan merupakan bagian dari sindikat internasional,” kata majelis hakim.Penegak hukum berharap putusan ini memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan narkotika lainnya serta memperkuat komitmen Indonesia dalam memerangi peredaran narkotika, terutama yang melibatkan jaringan internasional. (Humas PT/Bagus Irawan). 

Malah Jualan Narkoba, Eks Kasat Narkoba Kompol Satria Dituntut Penjara Seumur Hidup

article | Sidang | 2025-06-05 10:15:44

Batam- Pengadilan Negeri (PN) Batam menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi Kompol Satria Nanda. Ia terbukti menjual narkoba saat menjadi Kasat Narkoba Polres Barelang. Padahal sebagai Kasat Narkoba tugasnya membasmi peredaran narkoba illegal.“Menyatakan terdakwa SATRIA NANDA, S.I.K., M.H. telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Permufakatan Jahat tanpa hak atau melawan hukum menjual Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram secara berlanjut dan tidak melaksanakan ketentuan dalam pasal 87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana dituangkan dalam Dakwaan Kesatu Primair dan Kedua Penuntut Umum. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan Pidana Penjara Seumur Hidup,” demikian bunyi putusan PN Batam yang dikutip DANDAPALA dari SIPP PN Batam, Kamis (5/6/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Tiwik dengan anggota Douglas Napitupulu dan Andi Bayu. Putusan yang diketok pada Rabu (4/6) kemarin itu di bawah tuntutan jaksa yang menunut mati.Kasus terungkap dari penangkapan bandar sabu di Kota Batam berinisial AS. Di mana AS ditangkap dengan barang bukti sabu seberat satu kilogram. Ketika ditanya soal asal sabu, pelaku mengaku memperolehnya dari anggot Polresta Barelang.Setelah itu, Propam Polda Kepulauan Riau (Kepri) melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah personel yang namanya disebutkan AS. Dari pemeriksaan tersebut, muncullah nama Satria Nanda yang saat aktif berpangkat Kompol. Akhirnya, Satria Nanda diproses dan tidak berkutik. Ternyata memang terbukti melakukan penjualan satu kilogram.Selain Satria Nanda, mantan anak buah Satria Nanda, yaitu eks Kanit 1 Satresnarkoba Polresta Barelang  Shigit Sarwo juga dihukum penjara seumur hidup."Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Shigit Sarwo Edi dengan pidana penjara seumur hidup," ujar Hakim Tiwik dalam persidangan. (asp/asp) 

Foto Hakim Agung Dr Abdul Manaf Wafat

photo | Duka | 2025-05-21 10:05:04

Depok- Hakim agung Dr Abdul Manaf wafat di usia 67 tahun subuh ini. Untuk menghormati kepergiannya, Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Sunarto melayat ke rumah duka.

Jual 77 Paket Sabu, Adi Mardani Divonis 11 Tahun Penjara oleh PN Kayuagung

article | Sidang | 2025-05-16 08:00:05

Kayuagung – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara kepada Adi Mardani. Sebab pria yang berprofesi sebagai Petani tersebut terbukti telah menjual Narkotika jenis sabu dan ekstasi.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak menjual Narkotika Golongan I yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, menjatuhkan pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp 1 Milyar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan,” tutur Majelis Hakim yang dipimpin oleh Anisa Lestari sebagai Hakim Ketua dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, pada Rabu (14/05/2025).Kasus berawal pada awal November 2024, Pelaku menghubungi saudara Helen dan memintanya untuk mengantarkan sabu dan ekstasi. Setelah bersepakat, keesokan harinya Pelaku dan saudara Helen bertemu di pinggir sungai Desa Balian. Ketika itu diserahkan 1 bungkus plastik berisi narkotika jenis sabu dan 3 bungkus plastik berisi total 15 butir tablet ekstasi warna merah muda kepada pelaku, lalu pelaku menyerahkan uang sejumlah Rp 6 juta kepada saudara Helen.”Sesampainya di rumah Terdakwa langsung memecah 1 bungkus plastik bening berisi Narkotika jenis sabu tersebut menjadi 77 paket, dengan rincian 18 paket senilai Rp 200 ribu, 11 paket senilai Rp 100 ribu, 15 paket senilai Rp 70 ribu, dan 33 paket senilai Rp 50 ribu,” ungkap Majelis Hakim yang beranggotakan Yuri Alpha Fawnia dan Indah Wijayati.Sebanyak 7 paket sabu dan 1 butir pil ekstasi tersebut telah Terdakwa jual, di mana dari hasil penjualan tersebut pelaku mendapatkan keuntungan sejumlah Rp 600 ribu. Kemudian pada saat dilakukan penangkapan oleh pihak kepolisian ditemukan sabu sebanyak 70 paket dan ekstasi sebanyak 14 butir didalam 1 buah dompet warna coklat yang ada di kamar pelaku.”Berdasarkan pengakuannya, Terdakwa telah menjual Narkotika sejak bulan september tahun 2024. Di mana apabila seluruh sabu dan ekstasi tersebut berhasil terjual, maka Terdakwa akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2 juta. Keuntungan tersebut selanjutnya Terdakwa pergunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari,” ucap Majelis Hakim.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim PN Kayuagung menilai perbuatan Terdakwa yang telah menjual Narkotika jenis sabu dan ekstasi dalam jumlah yang besar tersebut, dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana narkotika dan meresahkan masyarakat, sehingga dijadikan dasar yang memperberat penjatuhan pidana. Sedangkan untuk alasan yang meringankan pidana, Majelis Hakim berpendapat Terdakwa telah mengakui dan menyesali perbuatannya.Persidangan pembacaan putusan berjalan dengan tertib dan lancar. Selama persidangan berlangsung Terdakwa yang didampingi Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum terlihat secara saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim.Atas putusan itu, baik Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum menyatakan menerima. (AL/asp)

Sekali Ketok, PN Tanjung Balai Vonis Mati 4 Penyelundup Sabu!

article | Sidang | 2025-05-15 18:05:08

Tanjung Balai- Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai, Sumatera Utara (Sumut) menjatuhkan hukuman mati kepada 4 penyelundup narkoba. Mereka adalah Aidil (35), Eko Apriandi (33), Andi Muliadi (31) dan M Yusuf (34). Keempatnya melakukan penjemputan narkotika di tengah laut pada 27 Oktober dan 2 November 2024 dari Malaysia. Mereka menjemput sabu 34 kg dan 12 toples berisi pil ekstasi. Akhirnya mereka ditangkap aparat dan diproses hukum hingga pengadilan.“Menyatakan Terdakwa I. Aidil Als Padel, Terdakwa II. Eko Apriandi, Terdakwa III. Andi Muliadi dan Terdakwa IV. M. Yusuf tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘permufakatan jahat tanpa hak menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 (lima) gram’ sebagaimana dalam dakwaan alternatif pertama. Menjatuhkan pidana kepada para Terdakwa oleh karena itu masing-masingdengan pidana mati,” kata ketua majelis hakim Karolina Selfia Br Sitepu dalam sidang di PN Tanjung Balai, Kamis (15/5/2025). Duduk sebagai hakim anggota Habli Robbi Taqiyya dan Wahyu Fitra. Adapun panitera pengganti Ribka Ginting. Majelis menyatakan keadaan yang memberatkan terdakwa yaitu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap Narkotika. Para Terdakwa terlibat aktif dalam jaringan peredaran gelap narkotika internasional. Para Terdakwa sudah berulang kali melakukan penyelundupan narkotika dari negara Malaysia dalam jumlah besar. Narkotika jenis shabu dan narkotika jenis ekstasi yang diterima oleh para Terdakwa di perairan perbatasan dan dibawa ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dalam jumlah besar. Dan para Terdakwa sudah menikmati upah hasil dari tindak pidana penyelundupan narkotika yang dilakukan sebelumnya.“Keadaan yang meringankan tidak ada,” ucap majelis.Berikut pertimbangan majelis lainnya:Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut di atas, bahwa perbuatan para Terdakwa telah termasuk dalam jaringan narkotika internasional yang melintas batas negara Indonesia dan Malaysia, dengan jumlah keseluruhan narkotika yang diselundupkan sejumlah 18 gram netto narkotika jenis shabu/metamfetamina dan 34.412  gram netto narkotika jenis pil ekstasi/MDMA, perbuatan mana telah dilakukan oleh para Terdakwa secara berulang sebanyak 2 (dua) kali di mana yang pertama kalinya para Terdakwa melakukan penyelundupan 28.000 (dua puluh delapan ribu) gram netto narkotika jenis shabu/metamfetamina adalah jumlah yang sangat banyak yang apabila berhasil masuk dan diedarkan di tengah masyarakat maka nakkotika jenis shabu dan narkotika jenis pil ekstasi tersebut akan berdampak sangat besar terhadap kerusakan kesehatan, mental dan moral para penggunanya. Bahwa dampak dari penggunaan narkotika di kalangan masyarakat ini dalam keseharian telah menjadi rahasia umum bahwa berakibat juga pada munculnya tindak pidana lainnya, seperti tindak pidana pencurian, penggelapan dan penipuan, bahkan juga sebagai pemicu terjadinya tindak pidana kekerasan sebagai akibat dari kondisi kurang sehatnya fisik dan mental seseorang pelaku yang diakibatkan dalam keadaan ketergantungan narkotika; Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan menyoroti fakta bahwa perbuatan para Terdakwa didorong oleh kebutuhan ekonomi di mana para Terdakwa adalah tulang punggung keluarganya yang berprofesi sebagai nelayan/pelaut. Bahwa adalah fakta yang tidak terbantahkan bahwa setiaporang memerlukan penghidupan yang layak, dan sebagai manusia yang normal dan bertanggung jawab maka sudah sepantasnya para Terdakwa akan memperjuangkan penghidupan diri dan keluarganya dan mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan tertentu sesuai keahlian dan kemampuannyamasing-masing. Bahwa telah menjadi fakta hukum para Terdakwa melakukan tindak pidana penyelundupan narkotika lintas negara karena telah tergiur dengan upah yang diterima pada perbuatan yang dilakukan pertama kalinya. Terhadap hal ini, Majelis Hakim berpandangan bahwa dengan memperhatikan fakta hukum bahwa Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III telah menerima upah sejumlah Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) untuk pekerjaan menyelundupkan 28 (dua puluh) delapan kilogram narkotika jenis shabu sedangkan Terdakwa I menerima lebih banyak yakni sejumlah Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), jumlah mana telah habis digunakan para Terdakwa untuk kebutuhan hidupnya, dan selanjutnya dalam jarak waktu yang tidak terlalu lama para Terdakwa kembali melakukan penyelundupan narkotika dari perairan perbatasan Indonesia dan Malaysia dengan jumlah narkotika yang lebih banyak dan berlipat ganda, maka perbuatan tersebut haruslah dipandang tidak lagi sebagai suatu upaya mencukupi pemenuhan kebutuhan dasar bagi para Terdakwa dan keluarganya, namun sudah merupakan suatu sifat keserakahanyang timbul sebagai akibat dari ketidak puasan para Terdakwa dengan hasil yang sudah diperolehnya. Bahwa dengan memperhatikan fakta umum (notoir feiten) bahwa upah minimum kota/UMK Tanjung Balai tahun 2024 adalah Rp3.046.579,00 (tiga juta empat puluh enam ribu lima ratus tujuh puluhsembilan rupiah) maka jumlah yang diterima oleh Terdakwa II, Terdakwa III dan Terdakwa IV sebagai upah penyelundupan 28 (dua puluh) delapan kilogram narkotika jenis shabu sudah hampir sama dengan upah seorang pekerja dengan nominal gaji UMK Tanjung Balai selama hampir setahun penuh bekerja, sedangkan para Terdakwa tidak lagi merasa cukup sehingga terus melakukan penyelundukan narkotika yang kedua kalinya hingga dapat dilakukan penangkapan oleh petugas kepolisian; Menimbang bahwa terkait hal tersebut Majelis Hakim akan mengutip sebuah ungkapan yang populer dari Mahatma Gandhi, “Earth provides enough to satisfy every man's needs, but not every man's greed,” yang artinya bahwa bumi telah menyediakan segala hal untuk mencukupi kebutuhan hidup seluruh manusia, namun bumi tidak akan mampu untuk memenuhi keserakahan seorang manusia saja. Bahwa sebagai manusia Indonesia yang beragama perlu juga dikutip hadist Rasulullah SAW yang artinya, “Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Riwayat Bukhari-Muslim).  Bahwa dalam kitab suci al-Quran Allah SWT telah mengingatkan ummat manusia dalam surat al-Kahfi ayat 46 yang artinya, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan,” dan dalam surat at-Takatsur ayat 1-2 yang artinya, “Bermegah-megahan dengan harta telah mencelakan kalian. Sampai kalian masuk ke dalam kubur.”; Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan para Terdakwa sepanjang mengenai permohonan dijatuhi pidana yang seringan-ringannya adalah tidak relevan dengan fakta hukum yang terjadi oleh karenanya haruslah ditolak. (asp/asp)

Oknum PNS di Sumsel Dihukum 6 Tahun Penjara Gegara Jualan Narkotika

article | Sidang | 2025-05-09 14:10:55

Kayuagung - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel) menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Rudi Purwanto. Sebab pria yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) tersebut terbukti telah menjual Narkotika jenis sabu.“Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum menjual Narkotika Golongan I, menjatuhkan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan,” tutur majelis hakim yang dipimpin oleh Agung Nugroho Suryo Sulistio sebagai hakim ketua dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung PN Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, pada Rabu (07/05/2025).Kasus berawal pada bulan Desember 2024, Terdakwa membeli sabu dari saudara Yudi dengan harga sejumlah Rp1 juta. Setelah mendapatkan 2 bungkus plastik berisi sabu, Terdakwa kemudian memecah Narkotika jenis sabu tersebut menjadi 15 paket kecil dengan menggunakan 1 buah pipet berbentuk sendok. Narkotika jenis sabu tersebut rencananya akan Terdakwa jual seharga Rp100 ribu per paketnya. Selanjutnya sabu tersebut Terdakwa simpan dalam sebuah buah dompet warna hitam bersama dengan 1 buah pipet plastik bentuk sendok dan 1 bundel plastik bening kosong.“Beberapa hari setelahnya, Terdakwa mengambil 1 paket Narkotika Jenis sabu yang telah dipecah tersebut untuk dikonsumsinya. Kemudian Terdakwa pergi memancing di sungai di areal perkebunan karet PT. Waymusi Agro Indah sambil membawa dompet warna hitam yang berisikan 14 belas paket sabu,” ungkap Majelis Hakim yang beranggotakan Anisa Lestari dan Yuri Alpha Fawnia.Saat di tempat pemancingan tersebut, Terdakwa berhasil menjual 1 paket sabu kepada saudara Jaka dengan harga sejumlah Rp 100 ribu, sehingga sabu yang berada di dalam dompet tersebut tersisa sebanyak 13 paket. Setelahnya pihak kepolisian melakukan penangkapan terhadap Terdakwa, yang juga kemudian menemukan sabu berikut barang bukti lainnya.“Sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik dari Laboratorium Forensik Polda Sumatera Selatan menerangkan bahwa barang bukti berupa 13  bungkus plastik klip masing-masing berisikan kristal-kristal putih dengan berat netto keseluruhan 1,364  gram, dan 1 botol plastik berisi urine dengan volume 5 ml, positif mengandung Metamfetamina,” lanjut Majelis Hakim dalam putusannya.Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai Narkotika jenis sabu yang ditemukan pada diri Terdakwa tersebut termasuk Narkotika Golongan I yang dalam peredaran dan penyalurannya telah diatur secara tegas oleh Undang-Undang. Sedangkan di persidangan diketahui maksud dan tujuan Terdakwa menguasai Narkotika jenis sabu tersebut adalah untuk dijual kembali, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa peranan Terdakwa dalam transaksi Narkotika jenis sabu tersebut adalah sebagai penjual.“Perbuatan Terdakwa yang telah menjual Narkotika jenis sabu tersebut bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran/penyalahgunaan narkotika, sehingga dianggap sebagai alasan yang memperberat penjatuhan pidana terhadap Terdakwa. Sementara riwayat Terdakwa yang belum pernah dihukum menjadi alasan yang meringankan pidana tersebut,” ucap Majelis Hakim.Persidangan pembacaan putusan berjalan dengan tertib dan lancar. Selama persidangan berlangsung Terdakwa dengan didampingi Penasihat Hukumnya, Andi Wijaya, maupun Penuntut Umum terlihat secara saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim.Atas putusan itu, baik Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir. (AL/asp)

Tok! PN Tanjung Balai Vonis Mati Penyelundup 32 Kg Sabu Jaringan Internasional

article | Sidang | 2025-05-08 20:25:35

Tanjung Balai- Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai, Sumatera Utara (Sumut) menjatuhkan hukuan mati kepada Irvan alias Ipan karena terbukti menyelundupkan 32 kg sabu. Adapun 2 koleganya, Hafiz Effendy dan Juhar dihukum penjara seumur hidup. Kasus bermula saat Irvan menyuruh anak buahnya menjemput narkoba dari Malaysia. TKP bongkar muat sabu dilakukan di tengah laut lepas pada September 2024. Aksi mereka sudah terendus aparat sehingga ditangkap setelah Kembali ke Indonesia. “Menyatakan Terdakwa Irvan Als Ipan tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘Secara bersama-sama tanpa hak menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram’ sebagaimana dalam dakwaan Primair. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana Mati,” kata majelis hakim PN Tanjung Balai yang membacakan putusan di Gedung PN Tanjung Balai, Kamis (8/5/2025).Putusan itu diketok oleh ketua majelis Karolina Selfia br Sitepu dengan anggota Anita Meilyna dan Wahyu Fitra. Di mata majelis hakim, tidak ada hal yang meringankan yang dimiliki terdakwa. Namun terdapat sejumlah hal yang memberatkan yaiti Terdakwa telah terlibat dalam jaringan narkotika internasional (transnational crime). Terdakwa merupakan pelaku utama dalam rangkaian penerimaan narkotika sebanyak 32 kilogram a quo. Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program Pemerintah untuk memberantas peredaran gelap Narkotika. Perbuatan Terdakwa dapat merusak generasi muda dan tatanan kehidupan sosial dan bermasyarakat di Indonesia khususnya di Kota Tanjung Balai. Jumlah total barang bukti Narkotika jenis shabu dalam perkara in casusangat banyak yakni sejumlah 32 kilogram.“Terdakwa sudah terlibat sebanyak 2 (dua) kali dalam proses penerimaan narkotika yang berjumlah banyak dan bersifat lintas negara,” beber majelis.Adapun alasan lain yaitu dari segi dampak sosial, sebagaimana dikutip dari The Social Impact of Drug Abuse, jurnal yang diterbitkan oleh United Nations on Drugs Control Program (UNDCP) pada tahun 2017, peredaran dan penyalahgunaan Narkotika memberikan dampak destruktif terhadap 5 bagian penting dalam tatanan sosial masyarakat, yakni (i) rusaknya hubungan antar komunitas dan keluarga; (ii) memburuknya kualitas kesehatan; (iii) Tingginya angka generasi muda yang tidak dapat menikmati pendidikan selayaknya; (iv) meningkatnya tingkat rasio angka kejahatan di tengah masyarakat.“Meningkatnya jumlah penggangguran akibat dari generasi usia produktif yang hancur karena disebabkan oleh peredaran dan penggunaan Narkotika secara illegal,” bebernya.Dari segi dampak biologis sebagaimana dikutip dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penggunaan Narkotika secara illegal berdampak pada meningkatnya potensi penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC dan lain-lain. Begitupun juga secara psikologis, penyalahgunaan Narkotika dapat mengakibatkan depresi mental, gangguan jiwa berat/psikotik, bunuh diri, serta tindakan kekerasan dan agresif lainnya yang akan berujung pada meningkatnya angka kejahatan. “Setelah mencermati peran dan perbuatan Terdakwa, jumlah barang bukti narkotika yang diajukan di persidangan, dan fakta bahwa Terdakwa sudah terlibat dalam jaringan narkotika internasional  yang sudah 2 kali menerima narkotika dalam jumlah yang banyak, Majelis Hakim berpendapat bahwa penjatuhan pidana haruslah sepadan dengan tindak pidana yang telah dilakukan (punishment should fit the crime),” ungkapnya.Adapun anggota komplotan ini yang bernama Hafiz Effendy dan Juhar dihukum penjara seumur hidup. (asp/asp) 

Memahami Esensi Pidana Narkotika Dalam Kacamata Teleologis

article | Opini | 2025-03-27 15:15:56

HAKIM memiliki kewajiban untuk menjamin terselenggaranya kepastian hukum. Namun dalam beberapa hal undang-undang tidak menyebutkan secara jelas dan rinci mengenai perkara yang ditanganinya. Di dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) menyebutkan bahwa “Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.  Kemudian di dalam Pasal 5 UU Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam Masyarakat”. Untuk itulah kedua ketentuan di atas dapat dipahami bahwa hakim wajib memeriksa suatu perkara meskipun hukumnya tidak jelas baik salah satunya melalui penafsiran guna menangani perkara yang ditanganinya tersebut. Salah satu jenis penafsiran yang dibahas dalam tulisan ini adalah “Penafsiran Teleologis”. Menurut Prof. Soedikno Mertokusumo, penafsiran teleologis, atau dikenal juga sebagai penafsiran sosiologis, merupakan metode interpretasi hukum yang berorientasi pada maksud dan tujuan pembentukan suatu undang-undang. Penafsiran ini diperlukan ketika terjadi perubahan sosial yang tidak diikuti dengan perubahan norma hukum tertulis, sehingga makna dari suatu ketentuan hukum harus disesuaikan dengan kondisi sosial yang berkembang. Dalam konteks hukum pidana positif, apabila suatu rumusan delik dianggap kurang jelas, hakim dapat melakukan penafsiran teleologis dengan mempertimbangkan tujuan utama pembentukan undang-undang tersebut. Hakim dapat melihat dari sisi tujuan undang-undang tersebut dibentuk. Dalam konteks Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), Tujuan dibentuknya UU tersebut telah diatur dalam Pasal 4, dimana Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan; a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi; b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.Keberlakuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) adalah sebagai bagian dari strategi besar pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkotika (vide Pasal 4 huruf c), dengan sasaran keberlakuannya adalah mengarah pada subjek hukum “pengedar” dan “jaringan pengedar” narkotika dalam lingkup pemberantasan peredaran gelap narkotika, serta pada subjek hukum “penyalah guna”, “korban penyalahgunaan” dan “pecandu” narkotika dalam lingkup pemberantasan penyalahgunaan narkotika di mana pada UU Narkotika tersebut telah memilah dengan tegas pengaturan di antara keduanya, yakni dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pemberantasan peredaran narkotika dan prekursor narkotika di satu sisi, dan pasal-pasal  yang mengatur tentang penyalah guna narkotika dan pecandu  narkotika di sisi lainnya (vide Pasal 4 huruf d). Pola diferensiasi tersebut sudah jelas ditujukan dalam esensi pemahaman agar terdapat pola penanganan yang tepat terhadap masing-masing subjek hukum  tersebut, tidak terkecuali penanganan dalam lingkup penegakan hukumnya, karena alih-alih memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika, kesalahan dalam fase memilah dan mengidentifikasi makna “perbuatan” dan masing-masing dari subjek hukum yang di maksud, justru akan berakibat pada penanganan dan penegakan hukum yang tidak tepat, yang pada akhirnya malah akan memicu peningkatan intensitas peredaran dan penyalahgunaan narkotika, karena seorang pengedar atau seseorang dalam jaringan peredaran narkotika yan ditangani sebagai “penyalahguna” jelas tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi Upaya pemberantasan peredaran narkotika, Dimana selain dapat mencampakkan rasa keadilan, juga tidak akan menimbulkan dampak pembelajaran serta efek jera yang maksimal, baik bagi si pelaku tindak pidana maupun bagi Masyarakat luas pada umumnya. Demikian juga dengan seorang penyalahguna atau korban penyalahguna atau pecandu narkotika yang ditangani sebagai “pengedar” atau “bagian dari mata rantai peredaran narkotika”, jelas hal tersebut hanya akan menempatkan si pelaku dalam probabilitas yang tinggi untuk semakin menjadi “tidak baik” dan bukan tidak mungkin malah akan menyeret si pelaku dalam pusaran tindak pidana peredaran narkotika, sehingga pada akhirnya esensi pemberantasan tindak peredaran dan penyalahgunaan narkotika itu sendiri menjadi bias dan absurd.Pola diferensiasi pengaturan pelaku tindak pidana narkotika khususnya di dalam Pasal 114 dan Pasal 112 UU Narkotika  yang kedua pasal tersebut merupakan pasal-pasal yang ditujukan bagi mereka sebagai pelaku tindak pidana narkotika yang terkualifisir sebagai pelaku tindak pidana dalam lingkup peredaran gelap narkotika, sehingga perbuatan pelaku tersebut harus dibatasi sebagaimana dimaksud dalam kedua ketentuan pasal diatas sebagai “perbuatan dalam mata rantai peredaran narkotika”, “perbuatan dalam lingkup sebagai anggota suatu organisasi kejahatan narkotika”, atau “perbuatan yang bersifat mengorganisasikan suatu tindak pidana narkotika”. Apabila perbuatan-perbuatan yang terbukti di dalam persidangan tidak sebagaimana termasuk dalam batasan di atas, serta narkotika tersebut ditujukan hanya untuk dipergunakan sendiri oleh si pelaku, maka perbuatan tersebut tidak boleh dikualifisir sebagai perbuatan dalam tindak pidana yang dimaksud dalam pasal-pasal (112 dan 114) tersebut, melainkan harus dikualifisir sebagai perbuatan penyalahgunaan narkotika untuk tujuan digunakan bagi dirinya sendiri sebagaimana rumusan ketentuan Pasal 127 UU Narkotika.Definisi penyalahguna yang diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 15 yaitu “orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum” Dimana frasa “menggunakan” dalam pola pendefinisian tersebut sama sekali tidak boleh dimaknai secara sempit sebagai “memakai atau mengkonsumsi” narkotika semata, karena pemahaman sempit seperti itu dapat mengaburkan esensi atau hakikat dari UU narkotika itu sendiri. Seorang penyalahguna narkotika baru dapat “menggunakan” dalam arti sempit “memakai/mengkonsumsi” narkotika, tentunya setelah terlebih dahulu ia harus melakukan perbuatan-perbuatan lain sebagai cara bagaimana ia mendapatkan narkotika tersebut, perbuatan-perbuatan lain yang dimaksud seperti “membeli”, “menerima”, “menyimpan”, “menguasai”, “membawa”, atau “memiliki”, karena jelas tidak mungkin seseorang dapat mengkonsumsi narkotika tanpa terlebih dahulu melakukan rangkaian perbuatan di atas. Kemudian yang patut dipertanyakan adalah apakah saat ia (penyalah guna) baru dalam tahapan melakukan perbuatan-perbuatan dalam lingkup sebagai “cara mendapatkan” narkotika  tersebut dan kemudian tertangkap tangan sebelum sama sekali mengkonsumsi narkotika dimaksud, lalu serta merta secara serampangan ia harus dipersalahkan bukan sebagai penyalahguna,  melainkan sebagai pelaku tindak peredaran gelap narkotika? Maka jawabannya adalah tidak, sehingga oleh karenanya frasa “menggunakan” dalam definisi tentang penyalah guna dalam keberlakuan Pasal 127 UU Narkotika adalah harus dimaknai secara luas, tidak hanya menggunakan dalam arti “memakai” atau “mengkonsumsi” melainkan juga segenap perbuatan lain sebagai cara bagaimana narkotika yang akan dipakai / dikonsumsi tersebut sampai kepada si penyalah guna, namun dengan syarat limitatif bahwasanya perbuatan-perbuatan dimaksud adalah murni ditujukan untuk penggunaan narkotika bagi dirinya sendiri;Di dalam bab sanksi (pidana), terdapat diferensiasi dalam hal pengaturan maksimum khusus dan minimum khusus maupun diaturnya sanksi berupa tindakan. Berdasarkan ketentuan Pasal 103 KUHP, ketentuan dalam Bab I-VIII Buku I KUHP berlaku pula terhadap UU Narkotika. Dalam hal UU Narkotika menentukan suatu ketentuan yang sifatnya berlainan dengan ketentuan Bab I-VIII Buku I KUHP, maka ketentuan UU Narkotika yang akan dipergunakan dalam aturan yang khusus. Dalam hal ini, stelsel pidana dalam UU Narkotika mengikuti KUHP. UU Narkotika memberikan ancaman pidana atau Jenis pidana (strafsroot) berupa pidana mati, penjara, kurungan, seumur hidup dan denda. Dari keseluruhan tindak pidana yang diformulasikan dalam UU Tipikor, dapat kita lihat ada pola ancaman pidana dengan model perumusan yang berbeda. Ada pasal yang sanksinya diancam secara alternatif, kumulatif, dan gabungan/campuran. Perumusan pidana dalam UU Narkotika menganut ancaman minimal khusus. Hal ini berarti ketentuan umum pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam KUHP tidak berlaku. Di dalam UU Tipikor ada ancaman pidana minimal khusus dan maksimum khusus di dalam perumusan deliknya. Ancaman pidana minimum dan maksimum khusus ini diterapkan pada pidana penjara dan pidana denda. Dimana masing-masing Pasal memiliki batas pidana minimum khusus dan maksimum khusus yang berbeda-beda. Dalam rumusan delik pada tindak pidana narkotika di dalam Pasal 112 dan 114 terdapat minimum khusus, yang mengandung arti bahwa tindak pidana dari kedua pasal yang termasuk dalam tindak pidana peredaran gelap narkotika tersebut memiliki dampak destruksi yang besar sehingga perumusan sanksi pidananya berat dengan adanya ancaman minimum khusus. Sedangkan terjadi perbedaan terhadap tindak pidana yang termasuk dalam golongan penyalahguna narkotika dan pecandu narkotika. Rumusan sanksi pidana dari pelaku penyalahguna dan pecandu narkotika selain diatur ancaman pidana maksimum khusus juga diatur sanksi di luar pidana yakni sanksi Tindakan berupa Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (vide Pasal 127). Dilihat dari segi sanksi terdapat diferensiasi yang besar antara rumusan terhadap perbuatan yang termasuk peredaran gelap narkotika yang dirumuskan dengan adanya minimum khusus maupun terhadap perbuatan yang termasuk penyalahguna atau pecandu narkotika yang dirumuskan dengan ancaman pidana maksimum khusus maupun adanya rumusan mengenai Tindakan (rehabilitasi), sehingga penegak hukum khususnya Hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana narkotika tidak hanya melihat dari segi gramatikal (rumusan kata pasal per pasal) semata, melainkan dapat menggunakan kacamata sosiologis / teleologis agar dapat mewujudkan penanganan (penegakan hukum) yang tepat terhadap pelaku tindak pidana narkotika.

Jual Paket Sabu Rp 50 Ribuan, Pria di Teluk Kuantan Dibui 5 Tahun

article | Berita | 2025-03-19 09:05:53

Kota Teluk Kuantan- Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Riau menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun kepada Yondri (43). Terdakwa terbukti menjual narkotika jenis sabu seharga Rp 50 ribu per paket. “Menyatakan Terdakwa Yondri Als Boyak Bin Salim (Alm)telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menjual narkotika Golongan I sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu Penuntut Umum," ucap Ketua Majelis Yosep Butar Butar dengan didampingi oleh Hakim Anggota Agung Rifqi Pratama danFaiq Irfan Rofii di ruang sidang PN Teluk Kuantan, Rabu (12/03/2025). Kasus bermula saat Terdakwa menghubungi penjual narkotika pada Rabu (11/09/2024) sekira pukul 08.30 untuk membeli 1 paket narkotika jenis shabu seharga Rp 250 ribu. Kemudian pukul 17.30 Terdakwa membagi 1 (satu) paket narkotika jenis sabu tersebut menjadi 4 (empat) paket narkotika jenis shabu.Selanjutnya Terdakwa menjual kepada pembeli sebanyak 1 paket narkotika jenis shabu seharga Rp 50 ribu dan selanjutnya Terdakwa memakai pula 1 paket narkotika jenis shabu tersebut. Dalam persidangan Terdakwa mengakui perbuatan yang dilakukannya dan Terdakwa pun belum sempat menikmati keuntungan hasil penjualannya karena keburu ditangkap oleh polisi. Selain itu Terdakwa juga menunjukkan penyesalan atas perbuatan yang dilakukannya. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mendasarkan penjatuhan berat dan ringannya Terdakwa pada aspek status kepemilikan narkotika, peran Terdakwa dalam kepemilikan narkotika dan sejauhmana tingkat kesalahan Terdakwa dalam kepemilikan narkotika. Atas putusan itu, Terdakwa dan Penuntut Umum menyatakan pikir-pikir.

PN Teluk Kuantan Vonis Pria 6 Tahun Bui di Kasus Sabu, Draf Putusan Disusun AI

article | Berita | 2025-03-06 14:05:38

Teluk Kuantan- Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan, Kuantan Singingi, Riau, menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Maralis als Buyit (30),  atas kepemilikan narkotika jenis sabu. Dalam menyusun draft putusan itu, majelis hakim dibantu kecerdasan buatan/Artificial intelligence (AI).“PN Teluk Kuantan menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) kepada Maralis,” kata ketua majelis saat membacakan putusan dalam sidang, Kamis (6/3/2025).Sebagai informasi, putusan ini menandai sejarah baru sebagai putusan pertama di PN Teluk Kuantan yang hampir sepenuhnya disusun dengan bantuan Grok. Grok adalah kecerdasan buatan (AI) yang dikembangkan oleh xAI, dirancang untuk memberikan jawaban yang akurat dan kontekstual berdasarkan data yang diberikan, sering kali dengan pendekatan analitis dan objektif. Dalam kasus ini, Grok digunakan untuk menyusun draf putusan berdasarkan fakta hukum, keterangan saksi, dan bukti, dengan Majelis Hakim berperan sebagai tim quality assurance. Mereka memverifikasi, menyempurnakan, dan memastikan kualitas dokumen putusan tersebut, serta memberikan perubahan yang penting, terutama di bagian pertimbangan unsur pasal yang digunakan.Kembali kepada kasus Maralis, Kasus ini bermula pada 26 Agustus 2024, sekitar pukul 16.30 WIB, ketika Tim Reskrim Polsek Kuantan Hilir menangkap Maralis di sebuah pondok terpencil di Desa Kampung Medan, Kecamatan Kuantan Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi. Penangkapan dilakukan berdasarkan laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas peredaran narkoba di lokasi tersebut. Saat ditangkap, Maralis bersama seorang pria bernama Depri Helmizah als Idep, yang berhasil melarikan diri.“Dalam penggeledahan, polisi menemukan lima paket sabu seberat 0,46 gram, timbangan digital, bong, dan dua unit telepon genggam,” ujar Jaksa Penuntut Umum Riva Cahya Limba saat membacakan dakwaan dalam perkara ini. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap bahwa pondok tempat Maralis ditangkap tersebut telah lama digunakan sebagai tempat peredaran narkoba yang sulit terdeteksi oleh aparat. Hasil uji laboratorium mengonfirmasi bahwa barang bukti yang ditemukan mengandung metamfetamina, yang tergolong narkotika golongan I.Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai bahwa meskipun Maralis tidak terbukti menjual atau menawarkan narkotika karena tidak ada bukti konkret yang menunjukkan ia terlibat peredaran, ia tetap setidak-tidaknya menguasai barang ilegal tersebut. Dengan demikian, Maralis terbukti melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, selaras dengan tuntutan Jaksa Pentuntut Umum yang bersidang. Putusan ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa karena mempertimbangkan dampak negatif perbuatannya terhadap upaya pemberantasan narkoba di daerah terpencil.Selain menjatuhkan hukuman kepada Maralis, Majelis Hakim memerintahkan pemusnahan barang bukti berupa sabu dan alat konsumsi narkoba, sementara telepon genggam yang disita dirampas untuk negara. Kasus ini juga membuka pertanyaan tentang jaringan yang lebih luas, termasuk keterlibatan Depri Helmizah yang masih buron, serta dugaan peran Rio Contus sebagai pemasok.Putusan ini menyoroti tantangan besar dalam pemberantasan narkoba di pedesaan, di mana pondok-pondok terpencil terkadang menjadi tempat peredaran gelap yang sulit terdeteksi. Kasus Maralis juga menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat serta sinergi antara aparat dan masyarakat dalam memerangi peredaran narkotika.Untuk diketahui, putusan itu diketok oleh ketua majelis Timothee Kencono Malye dengan anggota Samuel Pebriyanto Marpaung dan Nurul Hasanah.

PN Kayuagung Hukum Pembawa Sabu 100 Gram Selama 11 Tahun Penjara dan Denda Rp 1,4 M

article | Berita | 2025-01-13 18:20:21

Ogen Komering Ilir- Pengadilan Negeri Kayuagung, Sumatera Selatan menjatuhkan vonis berupa pidana penjara selama 11 tahun dan denda sejumlah Rp1.400.000.000,00 kepada Terdakwa Narkotika, Sani Bin Erlani. Vonis tersebut dijatuhkan karena Sani dinilai terbukti membawa Narkotika jenis sabu seberat 100 gram. “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara tanpa hak atau melawan hukum menerima Narkotika Golongan I yang beratnya melebihi 5 (lima) gram, menjatuhkan pidana penjara selama 11 tahun dan denda sejumlah Rp1.400.000.000,00,” tutur Majelis Hakim dalam sidang terbuka untuk umum, yang digelar di Gedung Pengadilan Negeri Kayuagung, Jalan Letnan Mukhtar Saleh Nomor 119, Kayuagung, Senin (13/01/2025). Kasus bermula saat Sani Bin Erlani menerima ajakan rekannya untuk membeli 100 gram sabu di Pasar Hewan Desa Sungai Pinang, dengan imbalan dapat memakai Narkotika tersebut sebanyak 1 gram pada 26 September 2024. “Setelah membeli Narkotika jenis sabu dengan berat bruto 100,94 gram, Terdakwa kemudian menerima sabu tersebut dari rekannya dan keluar dari Pasar Hewan dengan tujuan untuk dijual kembali,” ucap Majelis Hakim. Belum terlalu jauh dari Pasar Hewan, sepeda motor yang dikendarai oleh Sani dan rekannya dihentikan oleh pihak kepolisian yang sedang melakukan penyelidikan atas maraknya transaksi Narkotika di lokasi tersebut. Sempat ada upaya melarikan diri, tetapi pihak kepolisan berhasil melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap Sani.  “Dari penggeledahan tersebut, Terdakwa didapati sedang membawa sabu seberat 100,94 gram di tangan kanannya”. tutur Majelis Hakim yang terdiri dari Guntoro Eka Sekti, Yuri Alpha Fawnia, dan Anisa Lestari. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai Perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas peredaran Narkotika dan Terdakwa sudah pernah dihukum sebelumnya atas perkara Narkotika. Adapun keadaan yang meringankan, Sani dinilai menyesali perbuatannya dan tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Selama persidangan berlangsung, Sani terlihat dengan saksama mendengar pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim. Hadir pula dalam sidang pembacaan putusan, JPU Paramitha dan Tim Penasihat Hukum yang dipimpin oleh Andy Wijaya. Atas putusan itu, baik Terdakwa melalui Penasihat Hukumnya maupun Penuntut Umum menyatakan menerima. (AL)

Akhirnya Divonis Mati, Ini Jejak Nanda Bandar Narkoba dari Balik Penjara

article | Berita | 2025-01-08 20:10:00

Pasaman- Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Sikaping, Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar) akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada Nanda Dwi Yandra Saputra dalam kasus narkoba. Sebelumnya, Nanda Dwi Yandra Saputra sudah mengantongi hukuman 2 vonis. Apa saja?Berikut tiga kasus yang dilakukan Nanda Dwi Yandra Saputra sebagaimana dirangkum tim DANDAPALA dari Direktori Putusan MA, Rabu (8/1/2025):Kasus 60 Kg GanjaKasus pertama saat Nanda Dwi Yandra Saputra ditangkap di Jalan Lintas Sumatera Medan Bukittinggi, Sumbar pada 13 Mei 2020. Saat itu, didapati sejumlah 60 kg ganja dari tangan Nanda Dwi Yandra Saputra.Nanda Dwi Yandra Saputra lalu diadili di PN Lubuk Sikaping. Pada 31 Agustus 2021, Nanda Dwi Yandra Saputra dijatuhi hukuman 19 tahun penjara. Hukuman itu diketok berdasarkan Putusan Nomor 77/PID.SUS/2020/PN Lbs.Atas vonis itu, Nanda Dwi Yandra Saputra mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada 2024. Hasilnya, majelis PK menolak permohonan Nanda Dwi Yandra Saputra itu. Duduk sebagai ketua majelis haki agung Suharto dengan anggota hakim agung Tama Ulinta dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Suharto juga Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) bidang Non Yudisial.Kasus Sabu 2 KgKasus kedua terjadi saat Nanda Dwi Yandra Saputra menjadi narapidana di Lapas Muaro Padang. Kali ini Nanda Dwi Yandra Saputra mengendalikan peredaran narkoba jenis sabu seberat 2 kg. Tidak hanya itu, Nanda Dwi Yandra Saputra juga memesan pil ekstasi seberat 6 ribu butir.Semua dikendalikan Nanda Dwi Yandra Saputra dari handphone yang dipegangnya dari balik sel. Orang-orangnya Nanda Dwi Yandra Saputra yang melakukan bisnis gelap itu. Transaksi itu tercium anggota BNN dan komplotan itu ditangkap di Jorong Balai Rupih, Kenagarian Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Lima Puluh Kota. Akhirnya, Nanda Dwi Yandra Saputra  kembali diadili.Pada 8 Januari 2024, Nanda Dwi Yandra Saputra dijatuhi penjara seumur hidup oleh PN Payakumbuh lewat putusan nomor 156/Pid.Sus/2023/PN Pyh. Vonis itu kemudian diturunkan menjadi 20 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) Padang. Hukuman pria kelahiran 6 Juni 1994 itu kembali diturunkan di tingkat kasasi menjadi 7 tahun penjara.Kasus 141 Kg GanjaTerakhir, Nanda Dwi Yandra Saputra kembali mengendalikan ganja sebesar 141 kg. Lagi-lagi penjara tidak membuat Nanda Dwi Yandra Saputra untuk tidak bisa mengontrol pergerakan narkoba di luar sel. Dengan handphone, Nanda Dwi Yandra Saputra mengontrol perjalanan 141 kg ganja.Kali ini melibatkan Anggota Polisi Polsek Batipuh Selatan, Polres Padang Panjang, Aipda Alfikar. Di mana Alfikar berperan sebagai kurir ganja tersebut. Pergerakan komplotan itu terendus BNN Sumbar dan dibekuk.Akhirnya Nanda Dwi Yandra Saputra kembali diadili. Kali ini tiada ampun bagi Nanda yaitu dengan dijatuhi hukum mati oleh PN Lubuk Sikaping pada 6 Januari 2025.“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Nanda Dwi Yandra Saputra bin Erman dengan pidana mati,” demikian bunyi putusan Nomor 57/PID.SUS/2024/PN LBS yang diketok oleh ketua majelis Aulia Ali Reza serta anggota Syukur Tatema Gea dan Rizky Hanun Fauziyyah.Dalam kasus 141 kg ganja itu, PN Lubuk Sikaping menjatuhkan:1. Riddo (penghuni LP), dihukum penjara seumur hidup.  Di mana terhadap Riddo, JPU menuntut mati.2. Romadi (kurir) dihukum penjara seumur hidup.  Di mana terhadap Romadi, JPU menuntut mati.3. Alfikar dihukum 20 tahun penjara. Di mana terhadap Alfikar, JPU menuntut mati.(asp)