Cari Berita

Mediasi Berhasil, Prudential Life Akhirnya Bayar Klaim Asuransi Rp 1 Miliar

article | Sidang | 2025-06-04 08:00:28

Tanjung Balai - Proses mediasi Perkara Nomor 10/Pdt.G/2025/PN Tjb yang ditempuh sejak tanggal 25 Maret 2025 akhirnya membuahkan hasil dengan tercapainya kesepakatan Para Pihak. Mediasi tersebut dipimpin oleh Mediator Hakim, Nopika Sari Aritonang.Diketahui, sebelumnya gugatan ini telah dilayangkan ke PN Tanjung Balai pada tanggal 24 Februari 2025. Perkara tersebut diadili oleh majelis hakim dengan susunan Ketua Majelis, Erita Harefa dengan didampingi Para Hakim Anggota Anita Meilyna S. Pane dan Wahyu Fitra.  Dalam gugatannya, Penggugat pada pokoknya menggugat haknya sebagai ahli waris dari saudara kandung Pemegang Polis Asuransi Jiwa PT Prudential Life Assurance yang sudah meninggal dunia. “Adapun jumlah uang pertanggungan atau uang klaim meninggal dunia yang dituntut oleh Penggugat adalah sejumlah Rp1.030.000.000,00 (satu miliar tiga puluh juta rupiah)”, ungkap Humas PN Tanjung Balai, Manarsar Siagian kepada DANDAPALA. Proses mediasi itu telah berlangsung beberapa kali mulai tanggal 25 Maret 2025 sampai hari ini tanggal 3 Juni 2025. Mulanya antara Penggugat dan Tergugat tetap bersikeras dengan sikapnya masing-masing hingga akhirnya Mediator melakukan kaukus dengan para pihak. Setelah terjadi pembicaraan terus menerus dengan pendekatan yang menekankan win-win solution, kemudian Para Pihak sepakat berdamai. Lalu dirumuskan Kesepakatan Perdamaian, dimana salah satu Pasal disepakati pada pokoknya Tergugat memberikan nilai perdamaian sejumlah uang kepada Penggugat. Sejumlah uang tersebut diketahui telah dibayarkan oleh Tergugat kepada Penggugat sehingga pada tanggal 3 Juni 2025, perdamaian telah dinyatakan berhasil dan selesai.“Mediator juga mengapresiasi itikad baik Para Pihak yang selalu hadir saat mediasi dilaksanakan, yang mana kehadiran atau itikad baik para pihak juga mempengaruhi keberhasilan mediasi ini” tutup Manarsar Siagian. (zm/wi)

Mediator, Menyemai Damai di Ruang Mediasi

article | Opini | 2025-05-16 11:45:12

Suasana tegang dalam ruang persidangan kerap menyelimuti penyelesaian perkara perdata di pengadilan. Ketegangan itu muncul antara para pihak yang bersengketa karena keduanya saling mempertahankan dalil dan pendapatnya masing-masing. Namun ternyata dibalik nuansa formalitas peradilan itu, ternyata terdapat sebuah ruang yang jauh lebih tenang, lebih mengedepankan prinsip humanis dan jauh lebih solutif yang dikenal sebagai ruang mediasi. Ruang mediasi bagi para pihak diberikan merupakan bagian dari hukum acara perdata yang dapat memperkuat dan mengoptimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa sekaligus sebagai sebuah mekanisme penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang berkeadilan. Sejak diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (Perma Mediasi), kini mediasi bukan lagi pilihan opsional dalam penyelesaian perkara perdata melainkan suatu prosedur yang diwajibkan. Setiap perkara perdata yang masuk ke pengadilan, harus terlebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui jalur mediasi sebelum masuk ke tahap pemeriksaan pokok perkara, terkecuali untuk sengketa tertentu yang dikecualikan dari prosedur mediasi sebagaimana Pasal 4 ayat (2) Perma Mediasi. Mediasi bukan juga sekadar prosedur formal dalam proses peradilan, melainkan merupakan sarana untuk mengedepankan kehendak bebas para pihak dalam mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan. Perlu dipahami bahwa hakikat dari proses mediasi di pengadilan terletak pada upaya dalam menyelesaikan sengketa secara damai melalui komunikasi yang terbuka dan konstruktif, dengan bantuan pihak ketiga yang netral, yaitu mediator. Pada proses mediasi, yang dijunjung tinggi bukanlah kemenangan satu pihak atas pihak lain, melainkan tercapainya mufakat yang dapat diterima bersama. Dalam konteks pengadilan, mediasi memiliki peran strategis dalam mengurangi beban perkara, mempercepat penyelesaian sengketa, dan menciptakan keadilan yang berkelanjutan. Hal ini dikarenakan para pihak sendiri terlibat aktif dalam menentukan hasilnya. Hal ini sejalan dengan semangat Perma Mediasi, yang menempatkan mediasi sebagai bagian integral dari sistem peradilan modern yang responsif terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian. Mediator dalam proses mediasi bukan hanya sekadar perantara yang menyampaikan pendapat dari satu pihak ke pihak lainnya. Lebih dari itu, mediator berperan sebagai fasilitator dialog yang menciptakan ruang aman dan kondusif bagi para pihak untuk menyuarakan kepentingan mereka secara jujur dan terbuka. Mediator juga memastikan bahwa setiap tahapan prosesnya berjalan dengan adil, serta membantu para pihak untuk memahami akar konflik dan kemungkinan jalan keluarnya. Dengan keterampilan komunikasi, empati, dan netralitas, mediator mampu meredakan ketegangan, membangun kepercayaan, dan menggali kebutuhan serta kepentingan yang tersembunyi di balik posisi formal masing-masing pihak serta membimbing para pihak menuju titik temu yang mungkin tidak ditemukan antara para pihak itu sendiri. Namun demikian wajah mediasi di lapangan kerap kali dipahami hanya sebatas mempertemukan pihak-pihak yang berselisih, dan tidak jarang juga para pihak melalui kuasa hukumnya secara tegas menolak proses mediasi dihadapan mediator dan segera menginginkan agar proses perkara diselesaikan melalui persidangan. Selain itu pula, tidak dibenarkan jika seorang mediator baik dari kalangan hakim maupun non-hakim yang melaksanakan proses mediasi hanya untuk memenuhi kewajiban prosedural. Alih-alih menjadi ruang terbuka untuk berdialog dan penyelesaian sengketa, mediasi kadang hanya berlangsung dalam satu kali pertemuan atau bahkan hanya beberapa menit. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pun bersifat umum, tidak menggali akar konflik, tidak menyentuh emosi, dan jauh dari usaha mendamaikan, ditambah lagi para pihak yang bersengketa datang dengan sikap yang defensif. Mereka merasa tidak perlu bersusah payah berdamai karena percaya bahwa pada akhirnya putusan hakimlah yang akan menyelesaikan segalanya. Pandangan ini diperparah oleh minimnya upaya dari mediator yang sekadar membaca resume perkara, dan berakhir pada pernyataan “Mediasi Gagal”. Bila kondisi ini terus dibiarkan, mediasi akan kehilangan maknanya, ruang mediasi akan benar-benar menjadi “ruang transit” sebelum ruang sidang. Padahal sejatinya, keberhasilan proses mediasi sendiri tidak bergantung semata-mata pada keterbukaan para pihak, tetapi juga pada sejauh mana mediator menjalankan tugasnya dengan dedikasi dan tanggung jawabnya. Ada dimensi moral yang melekat pada setiap tindakan mediator. Mediator tidak hanya bertindak berdasarkan prosedur semata, tetapi juga berdasarkan empati dan keadilan substantif. Seorang mediator yang memaksimalkan tugas dan kewajibannya akan hadir secara utuh dalam setiap sesi mediasi dan masuk pada akar masalah para pihak. Ia tidak bersikap formalitas, tidak terburu-buru untuk “menyelesaikan” perkara demi mengejar target administratif, dan tidak bersikap pasif ketika mediasi mulai menemui jalan buntu. Justru di saat-saat seperrti itulah, mediator harus menggali lebih dalam, menggunakan teknik mediasi seperti kaukus (pertemuan terpisah), reframing, dan identifikasi kepentingan untuk mencari titik temu yang mungkin saja tersembunyi diantara para pihak. Tidak dapat dipungkiri dalam praktiknya, mediasi di pengadilan kadang berjalan sekadar untuk memenuhi prosedur. Para mediator, karena beban perkara yang tinggi atau keterbatasan dari pelatihan mediasi yang mendalam menjalankan tugasnya dengan pendekatan administratif. Akibatnya, banyak perkara yang berakhir dengan “Mediasi Gagal” tanpa upaya yang maksimal. Padahal, Pasal 14 Perma Mediasi memberi mandat kepada mediator untuk aktif memfasilitasi perundingan, bukan sekadar menjadi notulen akan masalah dari para pihak. Dalam konteks ini justru pertanyaannya bukan lagi apakah mediasi dijalankan, tetapi bagaimana mediasi dijalankan oleh seorang Mediator. Apakah ruang mediasi digunakan untuk membuka ruang dialog yang tulus? Apakah mediator sungguh-sungguh berupaya memahami akar masalah dari konflik yang terjadi? Sering kali, para pihak merasa bahwa sesi mediasi hanyalah jeda sebelum "perang sesungguhnya" dimulai di ruang sidang. Hal ini menunjukkan bahwa begitu pentingnya efektivitas mediasi yang sangat ditentukan oleh kualitas pelaksanaan dan keterlibatan seorang mediator. Lebih dari sekadar alat bantu pengadilan, mediator sejatinya mengemban misi damai dan berperan sebagai “Agen Perdamaian”, di tengah masyarakat yang mudah terpolarisasi, kehadiran mediator menjadi kunci dalam membangun kembali jembatan kepercayaan. Ia membawa pendekatan dialogis, bukan koersif, pendekatan win-win solution menjadi kunci utama dalam penyelesaian sengketa, bukan menang (win) ataupun kalah (lose). Dalam banyak kasus, keberhasilan mediasi bukan hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menghindarkan para pihak dari konflik berkepanjangan, menjaga relasi sosial, bahkan menyelamatkan ekonomi rumah tangga atau usaha yang hampir runtuh akibat perselisihan. Di sinilah urgensi bagi setiap mediator untuk maksimal dalam arti hadir sepenuh hati, bekerja secara profesional, dan melihat peran mereka sebagai bagian dari upaya menciptakan keadilan yang bermartabat. Ruang mediasi bukanlah tempat menunggu sidang dan bukan juga ruang pelengkap dalam struktur pengadilan. Mediasi adalah substansi dan jantung dari penyelesaian konflik secara damai dan manusiawi. Keberadaan Perma Nomor 1 Tahun 2016 dan Perma Nomor 3 Tahun 2022 merupakan fondasi penting dalam memperkuat sistem mediasi dalam dunia peradilan. Namun tentunya implementasi dari kedua intrumen regulasi tersebut hanya akan efektif jika didukung oleh peran mediator yang benar-benar memahami dan menjalankan peran mereka secara maksimal. Ruang mediasi bukan ruang formalitas, mediasi adalah ruang harapan. Harapan bagi masyarakat untuk menyelesaikan konflik tanpa permusuhan, untuk meraih keadilan tanpa harus “menang” di atas kekalahan orang lain. Untuk itu, setiap mediator harus mampu menjadikan ruang mediasi sebagai ruang yang didambakan oleh pihak yang bersengketa, ruang pencarian solusi, dan ruang membangun kembali kepercayaan yang mungkin telah hancur oleh konflik. Seorang mediator yang maksimal adalah ia yang hadir dengan integritas, pengetahuan, empati, dan semangat perdamaian. Bukan hanya menjalankan formalitas semata, tetapi juga menghidupkannya dalam praktik yang nyata. (LDR)

PN Putussibau Berhasil Akhiri Sengketa Nafkah Anak Pasca Perceraian

article | Sidang | 2025-04-22 16:15:08

Putussibau- Pengadilan Negeri (PN) Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar) berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa. Perkara tersebut mengenai gugatan nafkah anak pasca-perceraian yang sedang berjalan di PN Putussibau.Kasus itu mengantongi perkara Nomor 5/Pdt.G/2025/PN Pts. Mediasi dipimpin oleh Didik Nursetiawan sebagai Hakim Mediator pada Rabu (16/4) lalu.“Dengan menggunakan pendekatan interpersonal yang mengedepankan musyawarah dan iktikad baik dari kedua belah pihak, akhirnya pada pertemuan ketiga, mediasi tersebut berhasil membuahkan kesepakatan perdamaian antara Para Pihak,” demikian bunyi siaran pers sebagaimana dikutip DANDAPALA, Selasa (22/4/2025).Proses mediasi yang berlangsung pada tanggal 16 April 2025 ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan PERMA Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Para pihak yang bersengketa hadir secara langsung dan menjalani tahapan mediasi yang dilaksanakan secara tertutup di ruang mediasi PN Putussibau.“Dengan tercapainya perdamaian antara Para Pihak pada tahap mediasi ini, proses persidangan perkara tersebut tidak dilanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara. Nantinya, Akta Perdamaian yang disahkan dan diputuskan oleh Majelis Hakim memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan dan mengikat bagi Para Pihak sebagaimana diatur dalam ketentuan hukum acara perdata,” lebih lanjut rilis tersebut.Perceraian bukanlah akhir dari tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak mereka. Meski hubungan suami istri telah berakhir secara hukum, kewajiban sebagai orang tua tetap melekat dan tidak terputus, terutama dalam hal memberikan nafkah kepada anak. Dalam hukum perdata yang berlaku di Indonesia, baik menurut hukum agama maupun hukum positif, seorang ayah tetap memiliki kewajiban utama untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya setelah perceraian, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf b Undang-Undang Nomor Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.“Dengan adanya kesepakatan perdamaian ini, diharapkan pihak Ayah tidak lagi lalai dari tanggung jawab terhadap anak-anaknya. Sebab anak adalah tanggung jawab bersama yang harus dijaga hak-haknya, termasuk hak untuk hidup layak, memperoleh pendidikan, dan kasih sayang meskipun kedua orang tua telah berpisah,” tutup rilis tersebut. (asp/asp)

Strategi Jadi Mediator Perkara Lingkungan Hidup yang Profesional

article | Opini | 2025-04-10 06:30:37

MEDIATOR adalah pihak netral dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Tapi bagaimana bila dalam kasus lingkungan hidup?Merujuk Pasal 1 angka 2 Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi diatur Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Sertifikat Mediator menjadi syarat yang harus dimiliki oleh seseorang apabila bertindak sebagai mediator di pengadilan. Namun syarat ini tidak bersifat kaku karena apabila tidak ada mediator bersertifikat di suatu pengadilan maka ketua pengadilan dapat menunjuk hakim yang tidak bersertifikat untuk menjalankan fungsi mediator.Sertifikat Mediator ini berupa dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau Lembaga Sertifikasi Mediator yang pada pokonya menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi Mediator. Khusus untuk Lembaga Sertifikasi Mediator adalah Lembaga yang telah mendapat akreditasi dari Mahkamah Agung. Dalam pelatihan sertifikasi mediator, seseorang akan dilatih dan didik 4 (empat) kompetensi utama yaitu kompetensi interpersonal, kompetensi proses mediasi, kompetensi pengelolaan mediasi dan kompetensi etis dan pengembangan diri mediasi. Kompetensi interpersonal bertujuan agar melatih seseorang mediator dapat membina hubungan yang saling percaya dengan para pihak dalam mediasi. Selanjutnya kompetensi proses mediasi bertujuan untuk melatih mediator dapat menggunakan keterampilan dan teknik mediasi sesuai kebutuhan guna membantu para pihak mencapai penyelesaian sengketa. Kemudian kompetensi pengelolaan mediasi bertujuan agar mediator dapat menciptakan lingkungan yang membuat para pihak memiliki kesempatan terbaik dalam mencapai penyelesaian. Terakhir adalah kompetensi etis dan pengembangan diri mediasi. Kompetensi ini bertujuan agar seseorang mediator menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik dan norma praktek mediator serta mediator melakukan pengembangan diri baik melalui training, variasi penanganan kasus, seminar, forum diskusi dan media serta sumber pembelajaran lainnya. Kumpulan 4 (empat) kompetensi tersebut disebut dengan Rumah Mediator. Di mana minat dan motivasi sebagai dasar dari Rumah Mediator tersebut.  Dinding berupa 2 (dua) kompetensi yang menjadi tembok yang kukuh yaitu kompetensi interpersonal, kompetensi proses mediasi. Plafon berupa kompetensi pengelolaan mediasi dan atap berupa kompetensi etis dan pengembangan diri mediasi yang menaungi kompetensi-kompetensi lain. Lalu bagaimana dengan kompetensi mediator dalam perkara lingkungan hidup? Sebagai seorang mediator, tugas utama yang dilaksanakan dalam setiap perkara yang dimediasi adalah  mendorong para pihak untuk mencari pilihan-pilihan penyelesaian yang adil dan terbaik bagi para pihak. Selain itu tentunya pilihan penyelesaian itu dapat dilaksanakan oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, kesusilaan dan tidak merugikan pihak ketiga. Selain harus memiliki 4 (empat) kompetensi diatas dalam penanganan perkara lingkungan hidup, selanjutnya, dalam Pasal 41 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup diatur bahwa seorang mediator dalam membantu merumuskan kesepakatan perdamaian wajib memastikan kesepakatan perdamaian tidak merugikan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Oleh karena kesepakatan perdamaian harus dipastikan oleh mediator tidak merugikan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup maka lantas seorang mediator dalam perkara lingkungan hidup harus memahami terlebih dahulu bagaimana aturan main perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.  Sehingga baik tektok maupun perdebatan dalam perumusan kesepakatan perdamaian dapat dibantu oleh mediator dengan menjelaskan pagar-pagar aturan seputar perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Oleh karena itu sangat penting bagi seorang mediator dalam perkara lingkungan hidup memiliki kompetensi dalam memahami aturan-aturan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup baik sesuai jenis kasus lingkungan yang dimediasi maupun asas-asas hukum dalam penanganan perkara lingkungan hidup. Sehingga nantinya komunikasi Mediator dapat nyambung dengan para pihak dalam merumuskan opsi-opsi penyelesaian sengketa dan perkara lingkungan hidup pun dapat diselesaikan dengan perdamaian yang nantinya menjaga dan melindungi lingkungan. Seperti misalnya pemahaman Mediator akan asas kehati-kahatian sebagaimana diatur pasal 1 angka 10 Perma Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Disni Mediator dalam merumuskan kesepakatan perdamaian harus memfasilitasi para pihak akan opsi-opsi kesepakatan perdamaian yang mengutamakan tindakan pencegahan mengingat ketidakpastian pembuktian akan dampak serius yang akan terjadi dari pilihan-pilihan kesepakatan yang diambil oleh para pihak. Pemahaman mediator akan aturan perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup tentunya dapat diperoleh baik melalui training baik yang diselenggarakan MA, seperti pelatihan singkat lingkungan hidup maupun pelatihan dari lembaga negara atau organisasi swasta yang menaungi lingkungan hidup. Selain itu selayaknya mediator tetap profesional untuk update pengetahuan dengan belajar dari berbagai media dan sumber seputar lingkungan hidup. Yosep Butar ButarMediator Hakim PN Teluk Kuantan

Satu Lagi! PN Sukadana Berhasil Damaikan Sengketa Tanah Margatiga

article | Berita | 2025-03-26 14:55:55

Sukadana – Pengadilan Negeri (PN) Sukadana , Lampung berhasil memediasi para pihak dalam perkara perdata. Hakim Mediator dalam perkara tersebut adalah Eva Lusiana Heriyanto. Perkara tersebut berawal ketika Penggugat mendalilkan memiliki tanah garapan berupa sawah seluas kurang lebih 3.935 m2 yang berada di Desa Sidomulyo. Ditenggarai penyebab utama diajukannya gugatan tersebut karena tanah yang diklaim dimiliki Penggugat itu terkena dampak bendungan Margatiga di Lampung Timur.Riak permasalahan muncul karena pengumuman hasil inventarisasi dan identifikasi terhadap tanah dalam perkara tersebut. Alhasil ternyata pihak yang berhak atas objek pengadaan tanah yang terdampak bendungan Margatiga tersebut bukan Penggugat melainkan Tergugat.Setelah menempuh waktu kurang lebih selama 2 (dua) minggu, hakim mediator Eva Lusiana Heriyanto, berhasil mendamaikan kedua belah pihak hingga keduanya bersepakat untuk mengakhiri konflik yang sedang para pihak hadapi.“Keberhasilan mediasi di PN Sukadana ini menjadi keberhasilan kedua kalinya dalam mendamaikan sengketa tanah di Lampung Timur,” demikiam keterangan pers yang didapat DANDAPALA, Rabu (26/3/2025.Terhadap hasil mediasi ini Para Pihak menyatakan telah bersepakat berdamai dan mengakhiri permasalahan hukum diantara keduanya. Alhasil Penggugat memohon untuk mencabut gugatan.Kesepakatan perdamaian perkara nomor Nomor 10/Pdt.G/2025/PN.Sdn ini menandai keberhasilan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang lebih cepat, efisien, dan berkeadilan. Dengan tercapainya kesepakatan ini, kedua belah pihak dapat menghindari proses persidangan yang panjang dan biaya yang lebih besar serta kedua belah pihak menemukan win-win solution.“Keberhasilan mediasi ini juga mencerminkan komitmen PN Sukadana dalam mendukung sistem peradilan yang lebih humanis dan efektif,” ujarnya.Dengan semakin banyaknya perkara yang dapat diselesaikan melalui jalur mediasi, diharapkan keadilan dapat terwujud tanpa harus melalui proses hukum yang berlarut-larut. (asp)

Hakim Mediator PN Kalianda Berhasil Damaikan 2 Sengketa Perdata Dalam Sehari

article | Berita | 2025-03-24 16:45:49

Kalianda- Hakim mediator Pengadilan Negeri (PN) Kalianda, Lampung berhasil mendamaikan dua sengketa dalam sehari. Hal ini supaya memberikan pelayanan hukum yang efektif dan efisien bagi masyarakatBerdasarkan informasi yang dihimpun DANDAPALA, Senin (24/3/2025), mediasi pertama berlangsung untuk perkara perdata Nomor 11/Pdt.G/2025/PN Kla. Sidang itu yang dipimpin oleh hakim mediator, Nor Alfisyahr. Mediasi ini dihadiri oleh Penggugat yang didampingi oleh kuasa hukumnya serta Tergugat yang masing-masing turut berperan aktif dalam mencari solusi terbaik guna menyelesaikan sengketa di antara mereka secara damai. Dengan semangat musyawarah, para pihak akhirnya mencapai kesepakatan damai dan menandatangani Kesepakatan Perdamaian guna dikuatkan menjadi Akta Perdamaian.Sementara itu pada hari yang sama, mediasi kedua dilaksanakan untuk perkara perdata Nomor 6/Pdt.G/2025/PN Kla. Hakim mediator Fredy Tanada memimpin jalannya proses mediasi. Dalam suasana Ramadhan yang penuh kedamaian, Penggugat yang didampingi oleh kuasa hukumnya bersama para pihak lainnya bersepakat untuk mengakhiri sengketa secara damai. Kesepakatan yang dicapai kemudian dituangkan dalam Kesepakatan Perdamaian yang diinginkan oleh Para Pihak untuk dikuatkan menjadi Akta Perdamaian.Keberhasilan dua mediasi ini tidak hanya mencerminkan efektivitas mekanisme non-litigasi dalam penyelesaian perkara, tetapi juga menunjukkan bahwa bulan suci Ramadhan membawa keberkahan bagi para pihak yang memilih perdamaian dibandingkan dengan pertikaian hukum yang berkepanjangan. Dengan adanya solusi yang lebih kondusif ini, diharapkan masyarakat semakin memahami pentingnya mediasi sebagai alternatif dalam menyelesaikan sengketa secara cepat, adil, dan harmonis.PN Kalianda terus berkomitmen untuk mendukung penyelesaian perkara melalui mediasi sebagai bagian dari upaya memberikan pelayanan hukum yang efektif dan efisien bagi masyarakat. Keberhasilan mediasi ini menjadi bukti nyata bahwa dengan komunikasi yang baik dan semangat persaudaraan, setiap permasalahan hukum dapat diselesaikan dengan cara yang lebih damai dan bermanfaat bagi semua pihak. (wi/asp)

Berakhir Damai, PN Makassar Berhasil Mediasi Perkara Sengketa Tanah Warga

article | Berita | 2025-03-21 21:55:03

Makassar- Mediator Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel),  Alexander Tetelepta berhasil mendamaikan perkara Perbuatan Melawan Hukum (PMH) No. 92/Pdt.G/2025/PN Mks.Perkara antara Mappaturung melawan Monoria Rongeng ini merupakan perkara pertama yang mediasi berhasil damai.Perkara yang terkait sengketa tanah akhirnya dapat diakui oleh Tergugat bahwa kepemilikannya adalah Penggugat.Mediator yang juga adalah Hakim PN Makassar memediasi para pihak pada hari Jumat tanggal 21 Maret 2025 dan merupakan pertemuan kedua.Dalam kesepakatan perdamaian, para pihak setuju juga untuk tidak mempermasalahkan lagi biaya yang timbul dalam selama perkara ini berproses di PN Makassar.

Kedepankan Persuasif, PN Lubuk Pakam Berhasil Mediasi Gugatan Antar Warga

article | Berita | 2025-03-14 16:55:42

Lubuk Pakam - Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam mencatatkan lagi keberhasilan dalam penyelesaian perkara perdata melalui mediasi. Hakim Mediator berhasil memfasilitasi komunikasi yang konstruktif antara para pihak yang bersengketa.Perkara perdata nomor 559/Pdt.G.2024/PN Lbp tanggal 11 Maret 2025 berhasil mencapai kesepakatan damai antara para pihak setelah menjalani proses mediasi yang dipimpin oleh hakim mediator, David Sidik Harinoean Simare Mare dengan didampingi salah satu calon hakim PN Lubuk Pakam yaitu Pearl Princila Br. Manurung.Proses mediasi yang berlangsung di ruang mediasi PN Lubuk Pakam ini berjalan dengan lancar dan penuh musyawarah. Dengan pendekatan persuasif serta pemahaman yang mendalam terhadap substansi perkara, Hakim Mediator berhasil memfasilitasi komunikasi yang konstruktif antara para pihak yang bersengketa. Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya kedua belah pihak mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.Ketua PN Lubuk Pakam, Indrawan, menyampaikan apresiasi kepada Hakim Mediator atas dedikasi dan profesionalismenya dalam menangani mediasi ini. "Keberhasilan mediasi ini menunjukkan efektivitas penyelesaian sengketa di luar persidangan telah sejalan dengan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan," kata Indrawan kepada DANDAPALA, Jumat (14/3/2025).Selain itu, Ketua PN Lubuk Pakam juga berharap agar semakin banyak perkara perdata yang dapat diselesaikan melalui jalur mediasi, sehingga dapat mengurangi beban persidangan serta memberikan solusi yang lebih adil bagi para pihak yang bersengketa.Keberhasilan mediasi dalam perkara Nomor 559/Pdt.G/2024/PN Lbp ini diharapkan menjadi contoh bagi pihak lain agar lebih terbuka terhadap penyelesaian sengketa melalui musyawarah demi mencapai keadilan yang lebih efektif dan harmonis. (IKAW)

PN Singkawang Berhasil Mediasi Sengketa Perdata Warga

article | Berita | 2025-02-21 14:25:54

Singkawang- Pengadilan Negeri (PN) Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), berhasil melaksanakan mediasi sengketa gugatan antar warga. Gugatan itu terdaftar pada perkara Nomor 128/Pdt.G/2024/PN Skw."Dalam proses mediasi ini yang menjadi mediator adalah Behinds Jefri Tulak, S.H., M.H," kata juru bicara PN Singkawang, Erwan dalam keterangannya, Sabtu (22/2/2025).Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada Para Pihak untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan."Melalui beberapa pertemuan dan itikad baik Para Pihak dalam melaksanakan Mediasi tersebut, maka persengketaan antara Pengugat dan Para Tergugat tersebut dapat diselesaikan secara damai," ujar Erwan.Selanjutnya kesepakatan perdamaian tersebut atas kesepakatan Para Pihak akan dikuatkan dalam Akta Perdamaian."Yang akan dibacakan Majelis Hakim pada persidangan yang dijadwalkan pada hari Selasa tanggal 25 Februari 2025," ujar Erwan.