article | Berita | 2025-09-11 18:00:21
Kuala Tungkal – Pengadilan Negeri (PN) Kuala Tungkal, Jambi, berhasil terapkan Restorative Justice dalam perkara nomor 155/Pid.B/2025/PN Klt pencurian dengan pemberatan. “Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dalam dakwaan Penuntut Umum”, ucap Ketua Majelis Mokoari Simamora, didampingi oleh Dwi Astuti Nurjanah, dan Falih Fakhri Fadhlillah, dalam sidang terbuka untuk umum Rabu, (03/09/2025).Kasus ini bermula ketika Terdakwa pada hari Minggu tanggal 25 Mei 2025 menuju toko yang terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kemudian Terdakwa melihat ada celah di dinding belakang bagian atas selanjutnya mencoba memanjat dan saat berhasil memanjat Terdakwa bergantung di sela dinding hingga dinging rubuh dan terjatuh. Terdakwa kemudian melihat sekat bagian dalam toko menggunakan triplek dan mendorong triplek sampai jebol untuk masuk ke dalam toko. “Saat Terdakwa sudah berada di dalam toko, Terdakwa melepas baju Terdakwa dan menggunakannya sebagai topeng untuk menutupi wajah Terdakwa. Setelah itu Terdakwa menyadari ada CCTV di dalam toko tersebut dan seketika Terdakwa mencabut kabel adaptor CCTV tersebut”, tutur Ketua Majelis saat membacakan putusan. Kemudian Terdakwa langsung membuka laci kasir yang kuncinya masih tergantung di laci tersebut dan mengambil uang yang ada di dalam laci tersebut senilai Rp2 juta, lalu Terdakwa pergi keluar toko melalui dinding belakang yang telah jebol. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai bahwa dari syarat-syarat Pedoman Mengadili Perkara Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif dalam Pasal 6 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2024 yang paling relevan untuk dipertimbangkan terhadap perbuatan Terdakwa adalah tindak pidana yang dilakukan merupakan tindak pidana ringan serta mengenai syarat kerugian Korban bernilai tidak lebih dari Rp2,5 juta atau tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat.“Berdasarkan Pasal 15 Perma 1 Tahun 2024 yang menjelaskan, dalam hal Korban menerangkan bahwa belum pernah melakukan perdamaian antara Terdakwa dan Korban, Majelis Hakim menganjurkan kepada Terdakwa dan Korban untuk menempuh atau membuat kesepakatan perdamaian”, ucap Ketua Majelis.Terdakwa dan Korban di persidangan bersedia membuat kesepakatan perdamaian dengan syarat Terdakwa tidak mengulangi lagi perbuatannya. Atas tawaran syarat yang disampaikan korban, Terdakwa menyatakan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya dengan surat pernyataan sehingga tercapainya kesepakatan perdamaian.“Korban yang merupakan mantan guru dari Terdakwa dan masih satu lingkungan tempat tinggal hanya menginginkan permohonan maaf dan janji bahwa Terdakwa tidak akan mengulangi perbuatannya lagi”, tutur Falih Fakhri Fadhlillah, Hakim Anggota dalam perkara tersebut kepada Tim Dandapala. Atas terwujudnya perdamaian di persidangan tersebut, Majelis Hakim bermufakat bahwa kesepakatan perdamaian tersebut menjadi alasan yang meringankan hukuman bagi Terdakwa. (al/ldr)